Polusi Udara Jakarta Meningkat, Mengapa Pemprov DKI Tidak Batasi Penambahan Kendaraan?
Kualitas udara Jakarta berada pada titik terburuk dan mengancam kesehatan.
Kualitas udara Jakarta berada pada titik terburuk dan mengancam kesehatan.
Jakarta pernah menempati peringkat pertama kota paling berpolusi di dunia.
Penggunaan kendaraan bermotor menjadi salah satu faktor pemicu utama buruknya kualitas udara Jakarta. Namun, Pemprov DKI tidak berencana membatasi penambahan kendaraan di Ibu Kota.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, alasan pihaknya tidak akan membatasi warga yang ingin membeli kendaraan roda dua atau empat guna menekan polusi di Ibu Kota.
Sebab, kata Syafrin, aturan Pemprov DKI yang berlaku sekarang hanya dapat membatasi pergerakkan kendaraan yang dimiliki oleh warga. "Regulasi kita tidak mengatur demikian. Yang kita lakukan adalah berdasarkan UU nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kita hanya melakukan pembatasan terhadap operasional kendaraan bermotor," kata Syafrin saat konferensi pers di Jakarta Timur, Jumat (11/8).
Oleh sebab itu, sekarang Jakarta menerapkan ganjil genap pada 25 ruas jalan dan larangan truk pada waktu-waktu tertentu. "Jadi lebih kepada pengaturan terhadap operasional. Tidak kepada pembatasan produksi ataupun kepemilikannya," tambah Syafrin.
Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Kota dan Semesta (Ibukota) menyatakan, dalam dua bulan terakhir kualitas udara di Jakarta memburuk. Jakarta sempat menempati urutan pertama kota dengan kualitas udara terburuk di dunia versi data dari situs IQAir. Pada keterangan tertulisnya, Koalisi Ibu Kota menyebut dari situs tersebut, diketahui indeks kualitas udara di Jakarta berada sempat berada pada level 124 AQI US dengan polutan utama udara di Jakarta adalah PM 2.5 dengan konsentrasi 45 ug/m3.
merdeka.com
Menurut Sigit, setelah dilakukan kajian, peningkatan pencemaran udara di Jakarta salah satunya dipengaruhi oleh musim kemarau yang membuat udara menjadi kering. Selain itu, kegiatan industri yang serta penggunaan kendaraan bermotor juga menjadi faktor pemicu utama buruknya kualitas udara Jakarta.
"Dari segi bahan bakar, di DKI Jakarta itu bahan bakar sumber emisi itu adalah dari batubara 0,42 persen, dari minyak itu 49 persen, dan dari gas itu 51 persen," kata Sigit di Kantor Dirjen PPKL, Jakarta Timur, Jumat (11/8/2023). "Kalau dilihat dari sektor-sektornya maka transportasi itu 44 persen, industri 31 persen, industri energi manufaktur 10 persen perumahan 14 persen, dan komersial 1 persen," sambung Sigit.
Di Jakarta Pusat, Indeks Standar Pencemaran Udara Maksimum berada di angka 91 dengan kategori sedang. Kemudian, di Jakarta Barat 51 dengan kategori sedang.
Baca SelengkapnyaPolusi Udara Jakarta berada pada fase terburuk dan memicu berbagai penyakit
Baca SelengkapnyaPemprov DKI Jakarta menerapkan sistem WFH bagi 50 persen ASN sejak 21 Agustus 2023 demi mengurangi polusi udara.
Baca SelengkapnyaSebelumnya, Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Kota dan Semesta (Ibukota) menyatakan, dalam dua bulan terakhir kualitas udara di Jakarta memburuk.
Baca SelengkapnyaDalam sepekan terakhir, kualitas udara di Jakarta sangat buruk.
Baca SelengkapnyaMenhub Budi mengajak masyarakat untuk beralih menggunakan kendaraan listrik agar tercipta kualitas udara yang baik, khususnya di Jakarta.
Baca SelengkapnyaNamun, jika melansir aplikasi JAKI, kualitas udara di Jakarta rata-rata dalam kondisi sedang hingga pukul 06.00 WIB.
Baca SelengkapnyaData Indeks Kualitas Udara (AQI) Air, DKI Jakarta menempati posisi teratas daftar kota dengan tingkat polusi terburuk pada Senin, 7 Agustus 2023.
Baca SelengkapnyaPemerintah harus serius menangani buruknya udara di Ibu Kota.
Baca Selengkapnya