Penjelasan Pemprov DKI Soal Boros Anggaran Pengadaan Alat Rapid Test Temuan BPK
Merdeka.com - Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menemukan pemborosan anggaran oleh Pemprov DKI terkait pengadaan alat tes usap senilai Rp1.190.908.000. Pengadaan itu dinilai sebagai pemborosan karena pengadaan dilakukan di dua perusahaan berbeda tetapi merek alat usap yang dipesan sama. Akibatnya terjadi selisih harga yang juga jauh berbeda.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Widyastuti, menanggapi temuan itu. Dia mengaku kesulitan untuk bersikap teliti dan cermat atas pengadaan alat rapid test Covid-19 di kondisi darurat. Penjelasan itu tertuang dalam dokumen Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hasil pemeriksaan atas laporan keuangan daerah tahun 2020.
"Pemprov DKI Jakarta melalui Kepala Dinas Kesehatan menyatakan sependapat dengan hasil pemeriksaan, dengan penjelasan antara lain bahwa ketelitian dan kecermatan sulit dilakukan dalam kondisi saat proses pengadaan mengingat harga satuan yang sangat beragam," demikian penjelasan yang dikutip pada Kamis (5/8).
Kadinkes, dalam dokumen itu menjelaskan, sangat sulit mencermati masing-masing rincian harga dan stok yang ditawarkan oleh perusahaan. Sementara kondisi saat itu membutuhkan kecepatan demi menyelamatkan warga.
Dengan kata lain, DKI berlomba atau beradu cepat dengan instansi pemerintah lain atau swasta dalam pembelian alat rapid test guna menopang upaya penanggulangan pandemi.
"PPK kurang cermat dalam verifikasi awal dokumen penawaran penyedia dalam keadaan darurat penanganan pandemi Covid yang mengutamakan keselamatan dan penanganan segera."
Diketahui Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya pemborosan anggaran oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta sebesar Rp1.190.908.000 untuk pengadaan alat rapid test. Bentuk pemborosan yang dimaksud, Dinas Kesehatan melakukan pengadaan alat tes di dua perusahaan dengan merek yang sama.
"Terdapat 2 penyedia jasa pengadaan rapid test Covid-19 dengan merek yang sama serta dengan waktu yang berdekatan namun dengan harga yang berbeda," demikian isi dari dokumen BPK tentang laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan daerah tahun 2020, yang dikutip pada Kamis (5/8).
Pengadaan pertama dimulai saat PT NPN, mengajukan surat penawaran berupa alat rapid test Covid-19 IgG/IgM rapid test cassete merek Clungene, pada 18 Mei 2020.
Dijelaskan, dalam satu kemasan, berisi 25 alat tes. Yang mana, harga setiap unit alat tes senilai Rp197.500.
Pada pengadaan ini, Dinkes kemudian menandatangani kontrak kerja dengan nomor 18.2/PPK-SKRT/DINKES/DKI/V/2020, untuk pengadaan 50.000 unit alat tes dengan total nilai Rp9.875.000.000.
"Pekerjaan telah dinyatakan selesai berdasarkan berita acara penyelesaian Nomor 12.4/BAST-SKRT/DINKES/DKI/VI/2020 tanggal 12 Juni dengan pengadaan sejumlah 50.000 dengan harga per unit barang senilai Rp197.500."
Kemudian, Dinkes kembali membeli alat rapid test Covid-19 dengan merek yang sama, Clungene melalui PT TKM. Sama seperti PT NPN, satu kemasan berisi 25 test cassete rapid test Covid-19.
Pekerjaan dilaksanakan pada kontrak kerja yang ditandatangani pada 2 Juni 2020 dengan nilai kontrak Rp9.090.909.091.
Jenis kontrak adalah kontrak harga satuan, dengan jangka waktu pelaksanaan kontrak selama 4 hari kerja terhitung pada 2 Juni sampai dengan 5 Juni.
"Pekerjaan telah dinyatakan selesai berdasarkan pada tanggal 5 Juni dengan jumlah pengadaan sebanyak 40.000 pieces dengan harga per unit barang senilai Rp227.272," demikian isi dokumen.
BPK kemudian meminta konfirmasi atas pengadaan dua alat rapid test tersebut ke pihak Dinkes dan PT NPN. Dari hasil konfirmasi diketahui PT NPN hanya ditawarkan untuk melakukan pengadaan rapid test sebanyak 50.000 pieces.
"PT NPN tidak mengetahui jika terdapat pengadaan serupa dengan jumlah yang lain karena memang tidak diberitahukan pihak Dinas Kesehatan," demikian penjelasannya.
"Jika PT NPN ditawarkan pengadaan tersebut (40.000 pieces) lainnya maka PT NPN akan bersedia dan sanggup untuk memenuhinya karena memang stok barang tersebut tersedia."
Sementara dari pihak Dinkes menjelaskan, rekomendasi penyedia yang bisa menyediakan barang diperoleh dari seksi surveilans pada Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan langsung mengundang penyedia dan membuat surat pesanan.
"Tidak melakukan review ulang atas kontrak pengadaan lainnya dengan barang dan merek yang sama."
Kemudian, berdasarkan wawancara dengan PT TKM diketahui bahwa perusahaan tersebut mendapat undangan untuk melakukan pengadaan sebanyak 40.000 pieces dari Dinas Kesehatan kemudian memberikan bukti kewajaran harga berupa bukti transfer pembelian rapid test ke Biz PTE LTD Singapura seharga 14 dolar per piece.
"Biz PTE LTD Singapura merupakan perusahaan yang mendapatkan hak beli dari HCB co LTD di Cina sehingga PT TKM memang terbukti membeli barang tersebut agak mahal sehingga harga penawaran wajar," penjelasan BPK.
Namun, BPK berpandangan bila dilihat dari proses penunjukan tersebut seharusnya PPK dapat mengutamakan dan memilih penyedia jasa sebelumnya yang mengadakan produk sejenis dan stok tersedia, namun dengan harga yang lebih murah.
"Berdasarkan uraian di atas bila disandingkan pengadaan kedua penyedia tersebut maka terdapat pemborosan atas keuangan daerah senilai Rp1.190.908.000."
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ani menjelaskan, JN.1 memiliki gejala yang sama seperti Covid-19 lainnya.
Baca SelengkapnyaCovid-19 varian JN.1 dilaporkan berkaitan erat dengan varian BA.2.86 dan dikhawatirkan dapat mempengaruhi pola penularan dan tingkat keparahan penyakit.
Baca SelengkapnyaInformasi Jokowi terima dari Menkes, kasus Covid-19 masih dalam kondisi yang baik meski memang ada kenaikan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Batara menilai Prabowo-Gibran merupakan sosok yang tepat untuk memimpin bangsa Indonesia dan melanjutkan program-program Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca SelengkapnyaDinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) mengungkapkan kenaikan kasus Covid-19 di wilayahnya.
Baca SelengkapnyaRSKD Dadi Makassar merupakan rumah sakit khusus untuk penanganan pasien dengan gangguan kejiwaan.
Baca SelengkapnyaCawapres Cak Imin, Gibran dan Mahfud MD asyik tertawa dan berpelukan meski para capres sedang debat panas.
Baca SelengkapnyaAde mengaku pihaknya saat ini masih menunggu hasil penelitian yang dikerjakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati DKI Jakarta.
Baca SelengkapnyaBeberapa kegiatan keseharian Febriy yang diunggah di akun medsosnya sering menjadi viral hingga dibanjiri beragam pujian dari publik.
Baca SelengkapnyaPasalnya, kata Budi penonaktifan akan dilakukan langsung oleh Kemendagri.
Baca Selengkapnya