Mohamad Ali, Mantan Tukang Cendol Difabel Penakluk Tentara Gurkha

Jumat, 12 Mei 2023 06:08 Reporter : Tim Merdeka
Mohamad Ali, Mantan Tukang Cendol Difabel Penakluk Tentara Gurkha Tentara Gurkha dari British Indian Army. Imperial War Museum©2022 Merdeka.com

Merdeka.com - Mohamad Ali dikenal sebagai pejuang tangguh yang sangat ditakuti militer Belanda di Cianjur. Berbagai cara dilakukan untuk menghabisinya hingga akhirnya dia tertangkap dan ditembak mati.

Oleh: Hendi Jo

Jembatan itu terpuruk dimakan zaman. Selain sisinya yang sudah tak bertangan lagi, badan jalannya pun banyak berlubang dan ditumbuhi rerumputan liar. Sementara itu jauh di bawahnya, Sungai Cisokan menganga lebar dengan aliran airnya yang berwarna kecokelatan.

Di situlah, puluhan tahun lalu banyak para pejuang republik yang menemui ajalnya di tangan para serdadu Belanda.

"Salah satunya adalah Mohamad Ali, salah seorang komandan laskar Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI) di Cianjur," ungkap Raden Makmur, kelahiran 1931.

BBRI adalah organ perjuangan nasional yang didirikan oleh Dokter Muwardi di Jakarta pada 1946 dan berpindah ke Surakarta usai Jakarta diduduki Belanda. Organ kaum nasionalis yang awalnya menginduk kepada Partai Nasional Indonesia (PNI) itu, lantas membentuk banyak cabang termasuk di Cianjur.

2 dari 4 halaman

Awalnya tukang Cendol

Karena kharisma-nya, Mohamad Ali lantas diangkat sebagai pimpinan BBRI Cianjur. Pemuda kelahiran Kampung Sukasari (Ciranjang) sebelum perang itu seorang pedagang es cendol.

Banyak sesepuh Cianjur mengenang Ali sebagai lelaki bertubuh kecil dan berjalan pincang karena penyakit polio sejak kecil. Namun jangan ragukan keberanian Ali.

"Dia itu diibaratkan sebagai bantengnya kaum republik di Cianjur saat itu," kenang Raden Makmur yang juga eks anggota BBRI Cianjur.

Menurut Makmur, komandannya tersebut memang memiliki watak seorang pemimpin yang istimewa karena sangat berwibawa. Ali dikenal kerap menjalankan terlebih dahulu apa yang dia perintahkan. Misalnya saat dalam pertempuran: dia bilang maju, maka dia akan maju duluan ke depan.

Pada awal 1946, ketika Ali menduduki posisi sebagai Komandan Kompi II Batalyon ke-3 Resimen ke-3 Divisi III BBRI, dia kerap memimpin anak buahnya mencegat konvoi-konvoi tentara Sekutu (Inggris) di sepanjang Jalan Raya Bandung.

3 dari 4 halaman

Menghancurkan Pasukan Gurkha

Salah satu prestasi Kompi II adalah ketika berhasil menghancurkan satu unit pasukan Inggris dari Gurkha Rifles di Ciranjang.

"Dalam pertempuran itu, kami berhasil menawan lima tentara Gurkha," kenang Raden Makmur.

Usai Inggris hengkang, pada 1947 BBRI dilebur ke dalam TNI. Ali sendiri kemudian dipindahkan ke pasukan Divisi Siliwangi yang berpangkalan di Sukanagara. Dia tetap memimpin pasukannya melawan tentara Belanda di wilayah pegunungan selatan Cianjur.

"Dia diberi pangkat sebagai letnan muda,” tulis sebuah dokumen berjudul Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Rakyat di Ciranjang yang disusun oleh Nasilan dan kawan-kawan.

4 dari 4 halaman

Tertangkap Belanda dan Dieksekusi Mati

dan dieksekusi matiJalan Mohamad Ali di Cianjur. ©2023 Merdeka.com

Pasca agresi militer Belanda ke-1, pada akhir 1947, Ali mendapat tugas untuk mengunjungi simpul-simpul Siliwangi di Bandung yang sempat tercerai-berai. Saat di kota pendudukan Belanda itulah, gerak-geriknya tercium oleh agen intelijen Belanda bernama Salim.

"Dia berhasil diciduk di Kampung Sayati, dekat Cigereleng, Bandung," ungkap Nasilan.

Mohamad Ali kemudian dibawa ke Selakopi, Cianjur. Di markas NEFIS (Badan Pelayanan Intelijen Belanda) itu dia mendapat perlakuan kasar. Dia dipukuli dan disetrum oleh tiga interogator NEFIS Cianjur yang dikenal kejam yakni Barjah, Ali dan Djadjuli.

Suatu malam pada Februari 1948, Ali tiba-tiba dibawa dari tahanan dan diangkut dengan sebuah truk militer yang kemudian bergerak ke arah timur. Begitu sampai di Jembatan Cisokan, mobil pun behenti. Tanpa banyak cakap, dia diseret oleh dua serdadu Belanda dan langsung dieksekusi dengan beberapa tembakan.

"Mayatnya dibuang ke Kali Cisokan dan tak pernah ditemukan hingga kini," ujar Nasilan.

Kematian Ali diketahui oleh seorang pejuang bernama Tatang Iskandar beberapa minggu kemudian. Begitu mendapat informasi itu, dia lantas memberitahu Nyi Canah, istri Ali sekaligus keponakan Tatang sendiri. 

Nyi Canah menerima kabar itu dengan tegar. Dia hanya bisa mengeluarkan air mata sambil mengelus rambut Ciah dan Engkus (dua anaknya dari Ali) dengan penuh kasih sayang.

"Ya begitulah resiko yang harus diterima seorang istri pejuang," ujar Raden Makmur.

Untuk mengenang kepahlawanan Mohamad Ali, pemerintah Kabupaten Cianjur pada 1960an, lantas menabalkan namanya untuk dua ruas jalan. Satu di pusat kota, satu lagi di Kecamatan Ciranjang yang merupakan kampung halaman Mohamad Ali.

[ian]
Komentar Pembaca

Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami

Be Smart, Read More

Indeks Berita Hari Ini

Opini