Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Ketika Pimpinan KNIL Tutup Mata Atas Kebiadaban Kapten Westerling

Ketika Pimpinan KNIL Tutup Mata Atas Kebiadaban Kapten Westerling Jenderal Spoor dan Gubernur Jenderal Van Mook. Arsip Nasional Belanda©2022 Merdeka.com

Merdeka.com - Jenderal Spoor bersikap mendua atas insiden barbar yang dilakukan anak buahnya di Sulawesi Selatan: menyatakan ketidaksetujuan namun tak pernah menghukum para pelakunya.

Penulis: Hendi Jo

Usai menerima pemindahan kekuasaan dari tentara Australia (yang mewakili Sekutu di Indonesia bagian timur), pihak militer Belanda kembali bercokol di Sulawesi Selatan. Guna memperkuat kekuasaannya, mereka lantas membersihkan wilayah itu dari unsur-unsur pejuang pro Republik Indonesia.

Aksi itu direspon oleh para pejuang Indonesia dengan praktik penculikan dan pembunuhan terhadap antek-antek Belanda. Intensitas perlawanan terhadap pendudukan Belanda di Sulawesi Selatan pun semakin meningkat.

"Tindakan ekstrem yang dilakukan oleh pihak pejuang gerilyawan mengakibatkan sedikitnya 1.000 orang Indonesia (pro Belanda) menjadi korban," ungkap Remy Limpach dalam De brandende kampongs van Generaal Spoor (dialihbahasakan menjadi Kekerasan Ekstrem Belanda di Indonesia).

Teror

Panik karena tak bisa mengatasi situasi kacau tersebut, Komandan Markas Besar Timur Raya dan Borneo (HKGOB) Kolonel Hendrik J. de Vries dan Residen Sulawesi Selatan C.L. Cachet lantas meminta pertimbangan kepada Panglima Tertinggi KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda) Letnan Jenderal S.H. Spoor. Sebagai solusi, Spoor berjanji mengirimkan pasukan dari 3-11-RI dan satu kompi prajurit Baret Hijau dari DST (Depot Pasukan Khusus).

Pada 5 Desember 1946, unit pimpinan Kapten Westerling itu tiba di Sulawesi Selatan. Sang kapten merasa jumawa karena secara hirarkis, pasukannya ditempatkan langsung di bawah Kepala Staf Tentara Belanda di Indonesia Mayor Jenderal D.C. Buurman van Vreeden dan ada dalam perlindungan Mayor Jenderal E. Engles, Direktur DCO (Direktorat Pusat Pelatihan).

Otomatis dalam penugasan di Sulawesi Selatan, DST langsung bertanggungjawab kepada Kolonel De Vries, bukan kepada komandan lokal seperti Letnan Kolonel H.J. Veenendaal atau Mayor Jan Stufkens. Inilah yang menyebabkan Westerling secara leluasa bisa mempraktikkan metode teror-nya.

"Mayor Jenderal Engles yang paham benar pendapat dan metode saya memerintahkan kepada saya untuk pergi ke sana (Sulawesi Selatan) untuk mengembalikan ketertiban. Pada waktu itu, saya tahu apa yang harus saya lakukan,” ujar Westerling seperti dikutip Limpach.

Jenderal Spoor 'Mendua'

Karena 'keleluasaan' itu pula Westerling dan DST-nya beraksi tanpa ampun di Sulawesi Selatan. Menurut sejarawan J.A. de Moor dalam Westerlings Oorlog, metode Westerling nyaris selalu sama: mengepung dan mengunci area operasi, menggiring penduduk ke satu titik pusat, menggeledah, mengeksekusi (lewat pengadilan kilat yang penuntut, hakim dan algojonya adalah Westerling sendiri) dan terakhir membumihanguskan kampung-kampung yang dianggap sarang ekstremis.

Menurut pihak RI, akibat aksi DST, telah jatuh korban nyawa sejumlah 40.000 orang Republik. Namun menurut Limpach, angka yang paling rasional adalah lebih dari 3.500 orang (termasuk 500 orang yang tewas dibunuh oleh milisi pro federal:Barisan Penjaga Kampung). Soal angka 3.500 itu juga diyakini oleh sejarawan militer asal Sulawesi Selatan Letnan Kolonel Natzir Said.

"Jumlah 40.000 itu fiktif dan dihembuskan untuk menyemangati pasukan sendiri dan mengundang simpati internasional," ujar Natzir dalam biografi Westerling, De Eenling.

Jenderal Spoor sendiri bersikap mendua terhadap kekejaman yang dilakukan oleh anak buahnya tersebut. Ketika Peristiwa Sulawesi Selatan mulai bocor ke forum internasional, maka pada 17 Maret 1947 Spoor membuat pengakuan kepada Gubernur Letnan Jenderal H.J. van Mook jika insiden itu benar adanya.

Namun dalam surat yang sama, Spoor menyebut banyak juga masyarakat Sulawesi Selatan yang berterimakasih atas 'tindakan tegas' anak buahnya itu.

"(Mereka) memberi pujian atas tindakan militer yang dilakukan oleh pasukan komando," ujarnya.

Soal itu lantas menjadi kehebohan di PBB. Maka pada Februari 1947, DST ditarik kembali ke Jawa. Sebuah komisi penyelidikan yang dibentuk Spoor kemudian mengarahkan 'tuduhan penyalahgunaan kekuasaan' kepada tiga perwira KNIL: Rijborz, Stufkens dan Jan Vermeulen.

Namun, dengan memperhatikan kondisi mental para tentara, Jenderal Spoor menganggap adalah tidak bijaksana jika komisi itu menggali secara detil segala pelaksanaan operasi itu lebih dalam.

Secara hukum, aktor utama Peristiwa Sulawesi Selatan yakni Kapten Westerling nyaris tak pernah disebut-sebut oleh Spoor. Alih-alih mendapat sanksi, dengan percaya diri dia malah melanjutkan metode maut-nya di Jawa, hingga dia dibebastugaskan pada November 1948.

(mdk/noe)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Jenderal Polisi Pecat Anggota Polwan, Kapolres Langsung Coret 'Wajahnya' di Depan Anak Buah

Jenderal Polisi Pecat Anggota Polwan, Kapolres Langsung Coret 'Wajahnya' di Depan Anak Buah

Kapolda memutuskan terhitung mulai 31 Januari 2024, Bripka NA diberhentikan tidak dengan hormat dari Dinas Bintara Polri.

Baca Selengkapnya
Sekjen PDIP Sindir Kapolri: Suara-Suara Rakyat Harapkan Polri Netral Tak Dukung Paslon Tertentu

Sekjen PDIP Sindir Kapolri: Suara-Suara Rakyat Harapkan Polri Netral Tak Dukung Paslon Tertentu

Sekjen PDIP mengingatkan Kapolri banyak suara dari rakyat yang juga berharap agar Polri tetap netral di Pemilu 2024 ini.

Baca Selengkapnya
Anak Tukang Ikan Keliling Akhirnya Dilantik jadi Polisi, dari Kombes Sampai Jenderal Langsung Mendatanginya

Anak Tukang Ikan Keliling Akhirnya Dilantik jadi Polisi, dari Kombes Sampai Jenderal Langsung Mendatanginya

Sejumlah petinggi Polda Sulsel datang menghampiri, memberi apresiasi.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Kolonel TNI Ajudan Presiden Tolak Dijadikan Jenderal, Ternyata ini Alasannya

Kolonel TNI Ajudan Presiden Tolak Dijadikan Jenderal, Ternyata ini Alasannya

Presiden sudah akan menaikkan pangkatnya bulan Agustus. Tapi dia menolak kesempatan langka menjadi jenderal.

Baca Selengkapnya
Kepala Kantor Kemenag Sulbar Dilaporkan Bawahan ke Polisi, Dituduh Lakukan Pelecehan Seksual

Kepala Kantor Kemenag Sulbar Dilaporkan Bawahan ke Polisi, Dituduh Lakukan Pelecehan Seksual

Kepala Kantor Kemenag Sulbar Dilaporkan Bawahan ke Polisi, Dituduh Lakukan Pelecehan Seksual

Baca Selengkapnya
Jenderal Non Akpol Mudik Bareng Adiknya Brigjen TNI dan Perwira Polisi, Sungkem ke Ibu Sebelum Ramadan

Jenderal Non Akpol Mudik Bareng Adiknya Brigjen TNI dan Perwira Polisi, Sungkem ke Ibu Sebelum Ramadan

Dua jenderal TNI-Polri bersaudara mudik bareng sebelum Ramadhan.

Baca Selengkapnya
Detik-Detik Eks Casis Bintara Iwan Dihabisi Serda Adan, Korban Dicekik, Ditusuk Lalu Dibuang ke Jurang

Detik-Detik Eks Casis Bintara Iwan Dihabisi Serda Adan, Korban Dicekik, Ditusuk Lalu Dibuang ke Jurang

Polisi ungkap detik-detik peristiwa tewasnya eks calon siswa Bintara Iwan oleh anggota TNI AL Serda Adan.

Baca Selengkapnya
Anak Buah Letjen Maruli Simanjuntak Naik Jabatan, Ini Sosoknya Langsung Diselamati Sang Jenderal

Anak Buah Letjen Maruli Simanjuntak Naik Jabatan, Ini Sosoknya Langsung Diselamati Sang Jenderal

Momen Pangkostrad berikan selamat pada anggotanya yang baru saja mendapat kenaikan jabatan.

Baca Selengkapnya