Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Dunia di Ambang Bencana Kelaparan, Jutaan Nyawa Terancam Melayang

Dunia di Ambang Bencana Kelaparan, Jutaan Nyawa Terancam Melayang bocah sudan selatan kelaparan. ©AFP

Merdeka.com - "Kita sedang dalam masa krisis."

Begitulah kata-kata yang dilontarkan Barron Segar dari Program Pangan Dunia (WFP) Amerika Serikat (AS) ketika ditanya soal kelaparan dunia.

Segar mengatakan ada keterdesakan dan harus bertindak segera. Jika tidak, dunia akan jatuh ke dalam bencana kelaparan.

"Dan kita benar-benar akan melihat jutaan nyawa melayang," ujarnya, dikutip dari CNN, Kamis (4/8).

Banyak negara berjuang menghadapi kelangkaan pangan dan kelaparan sebelumnya, tapi saat ini perang di Ukraina memperparah kondisi tersebut. Di 2022, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan 345 juta orang di seluruh dunia menghadapi kelangkaan pangan akut. Angka itu hampir sama dengan populasi AS.

Menurut Kepala Program dari Women for Women International, Marie Clarke, angka tersebut naik 25 persen dari Januari 2022, sebelum perang Ukraina dimulai.

"Krisis harga pangan besar dan krisis pangan besar terakhir di dunia antara 2008 dan 2010. Dan saat itu, ditetapkan target nol kelaparan pada 2030. Kita banyak kemajuan," ujarnya.

"Apa yang kita lihat saat ini, ini pergeseran masif ke arah lain."

Segar memaparkan sebagian wilayah dunia saat ini berada di ujung jurang bencana kelaparan dalam apa yang ia sebut "4 C's of Crisis (Krisis 4C)" yaitu Conflict (Konflik), Climate (Iklim), Cost (Harga), dan Covid.

Tidak hanya konflik di Ukraina yang menyebabkan krisis kelaparan saat ini. Di Afghanistan, ekonomi di ujung kehancuran. Pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban mendorong AS dan negara lainnya membekukan devisa negara tersebut sebesar USD 7 miliar.

Warga Afghanistan saat ini bergantung pada bantuan organisasi kemanusiaan. WFP memperkirakan, lebih dari 36 juta warga Afghanistan kekurangan makanan. Itu sekitar 90 persen dari populasi.

Dampak perang Ukraina mendunia. Harga gandum, di mana Ukraina dan Rusia merupakan pemasok utama gandum ke berbagai negara, naik hampir 50 persen di Sudan Selatan, 3.000 mil dari lokasi perang. Harga tepung maizena yang menjadi makanan pokok di Sudan Selatan, naik tiga kali lipat.

"Pasar berubah sangat cepat," kata Marianne Kajokaya dari Women for Women Internationa di Sudan Selatan.

Meroketnya harga bahan pokok ini memaksa banyak orang hanya makan satu kali dalam sehari. Tidak hanya harga bahan makanan, harga bahan bakar juga naik empat kali lipat. Bagi sejumlah keluarga, semakin sulitnya perekonomian berarti mereka tidak bisa lagi membiayai sekolah anak-anak mereka.

Kajokaya mengatakan, biaya pengobatan malaria bisa mencapai USD 10 atau hampir Rp 150.000. Tapi bagi warga yang penghasilannya kurang dari USD 1 atau Rp 14.000 sehari, itu sangat sulit.

"Kami lihat banyak nyawa yang seharusnya bisa diselamatkan, tapi melayang begitu saya hanya karena orang-orang tidak bisa membeli obat," sesalnya.

Perubahan iklim juga faktor utama yang mendorong negara-negara yang berada di Tanduk Afrika terancam bencana kelaparan. Somalia mengalami kekeringan panjang karena hujan tidak pernah turun selama empat musim hujan berturut-turut.

"80 persen wilayah negara ini dalam kekeringan ekstrem maupun parah," jelas Perwakilan UNICEF Somalia, Wafaa Saeed.

UNICEF memperkirakan, ada 1,5 juta anak-anak Somalia mengalami gizi buruk dan 7 juta orang mengalami kerentanan pangan akut.

"Orang-orang tidak punya apapun untuk dimakan. Ternak mereka mati. Mereka kehilangan pekerjaan. Mereka tidak bisa menanam makanan dan tidak bisa membeli makanan," jelasnya.

Inflasi akibat perang Ukraina juga menyebabkan harga makanan, bahan bakar, dan air naik secara dramatis, membuat banyak orang sangat membutuhkan bantuan. Akhirnya, kata Saeed, banyak orang terpaksa berjalan kaki tanpa henti berhari-hari untuk mencari bantuan.

Menurutnya warga perlu bantuan manajemen air bersih dan bantuan untuk mengatasi kekeringan agar mereka bisa kembali hidup normal dan memiliki masa depan yang lebih baik.

Dampak pandemi Covid-19

Sementara itu, Covid tidak hanya berdampak pada masalah kesehatan dan perawatan kesehatan, tapi juga perekonomian.

"Anda tidak bisa bertani kalau Anda sakit. Anda tidak bisa masak kalau Anda sakit. Anda tidak bisa mengirim makanan jika Anda sakit. Gangguan rantai pasokan pengiriman yang besar mengacaukan kemampuan kita untuk mendapatkan akses ke makanan," jelas Marie Clarke.

Pandemi Covid-19 memasak hampir 100 juta orang jatuh ke dalam kemiskinan menurut beberapa perkiraan dan jumlah orang yang kelaparan naik 150 juta dari 2020 sampai 2021.

Kelaparan dunia adalah masalah besar. Tapi kita bisa ikut membantu dengan langkah-langkah kecil untuk meringankan krisis tersebut. Salah satu caranya adalah belanja dan konsumsi makanan produk lokal, dukung para petani, dan jangan buang-buang makanan.

Kita juga bisa menyalurkan bantuan melalui organisasi yang ada di seluruh dunia yang tugasnya mendistribusikan makanan dan bantuan lainnya.

(mdk/pan)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Krisis Pangan Akibat Pupuk Langka, 22 Negara Ogah Jual Beras ke Luar Negeri

Krisis Pangan Akibat Pupuk Langka, 22 Negara Ogah Jual Beras ke Luar Negeri

Banyak negara kini memilih berjaga untuk kepentingan dalam negeri dengan cara menutup keran ekspor pangannya,

Baca Selengkapnya
Kondisi 12 Korban Tewas Kecelakaan Maut Tol Japek KM 58 Alami Luka Bakar 90-100%

Kondisi 12 Korban Tewas Kecelakaan Maut Tol Japek KM 58 Alami Luka Bakar 90-100%

"Kondisi luka bakar jenazah 90-100 persen, dalam kondisi hangus,” kata Kabid Dokkes Polda Jawa Barat Kombes Nariyan

Baca Selengkapnya
Jokowi Sebut Pupuk Langka Imbas Perang Ukraina-Rusia, Ganjar: Ada Sumber Bahan Pupuk Negara Lain

Jokowi Sebut Pupuk Langka Imbas Perang Ukraina-Rusia, Ganjar: Ada Sumber Bahan Pupuk Negara Lain

Ganjar menyarankan untuk mencari negara alternatif sebagai pemasok bahan

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Meninggal Dunia, Balita Dipatuk Kobra Saat Masukkan Tangan ke Lubang

Meninggal Dunia, Balita Dipatuk Kobra Saat Masukkan Tangan ke Lubang

Peristiwa memilukan itu terjadi minggu petang sekitar pukul 18.30 WIB.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Berencana Setop Sementara Penyaluran Bansos

Pemerintah Berencana Setop Sementara Penyaluran Bansos

Pemerintah mempertimbangkan untuk menghentikan sementara penyaluran bantuan pangan beras saat hari tenang hingga pencoblosan pemilu yakni 11-14 Februari 2024.

Baca Selengkapnya
Heboh Pohon Beringin Tua di Alun-Alun Kota Blitar Tumbang, Puluhan Orang Luka-Luka

Heboh Pohon Beringin Tua di Alun-Alun Kota Blitar Tumbang, Puluhan Orang Luka-Luka

Kejadian itu bertepatan dengan hujan disertai angin kencang yang melanda Blitar.

Baca Selengkapnya
China Pelan-pelan Buat AS Khawatir dengan Persaingan Luar Angkasa, Ini Penyebabnya

China Pelan-pelan Buat AS Khawatir dengan Persaingan Luar Angkasa, Ini Penyebabnya

Ini yang dikhawatirkan AS bila tidak segera memutuskan kelanjutan stasiun luar angkasa yang akan habis masa pakainya.

Baca Selengkapnya
Puluhan Hektare Lahan Pertanian di Lumajang Rusak dan Terancam Gagal Panen Setelah Diterjang Angin Kencang

Puluhan Hektare Lahan Pertanian di Lumajang Rusak dan Terancam Gagal Panen Setelah Diterjang Angin Kencang

Yulianto, salah seorang petani mengatakan lahannya terancam gagal panen atas kondisi kerusakan tersebut.

Baca Selengkapnya
Daftar 21 Daerah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang

Daftar 21 Daerah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang

Sebagian besar daerah di Indonesia berpotensi mengalami cuaca ekstrem, berupa hujan lebat disertai petir dan angin kencang.

Baca Selengkapnya