Ahli PBB sebut sanksi terhadap Iran 'tidak adil dan ambigu'
Merdeka.com - Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa Idriss Jazairy mengecam sanksi AS terhadap Iran dan menyebut bahwa sanksi tersebut "tidak adil dan berbahaya".
Dalam pernyataan tertulis, pelapor khusus tentang dampak negatif sanksi mengatakan: "Sanksi yang tidak adil dan berbahaya ini menghancurkan ekonomi dan mata uang Iran, membuat jutaan orang jatuh miskin dan membuat barang impor tidak terjangkau."
Pada 6 Agustus, AS kembali memberlakukan sanksi ekonomi babak pertama terhadap Iran, yang terutama menargetkan sektor perbankan negara itu.
Sanksi tersebut dimaksudkan untuk menghalangi akuisisi Teheran terhadap mata uang AS, perdagangan logam mulia, transaksi bank dalam mata uang Iran, kegiatan yang terkait dengan utang negara Iran, dan sektor otomotif negara itu.
Dalam pernyataannya, Jazairy mempertanyakan apakah AS akan menyediakan makanan dan obat-obatan kepada jutaan orang Iran yang tidak mampu lagi membelinya.
"Sistem saat ini menciptakan keraguan dan ambiguitas yang membuat semua itu tidak mungkin bagi Iran untuk mengimpor barang-barang kemanusiaan yang sangat dibutuhkan ini. Ketidakjelasan ini menyebabkan 'efek menakutkan' yang mungkin menyebabkan kematian dalam diam di rumah sakit karena obat-obatan habis, sementara media internasional gagal untuk memerhatikan," kata Jazairy dilansir dari laman Anadolu, Kamis (23/8).
Pelapor khusus mendesak AS untuk menunjukkan komitmennya mengizinkan komoditas pertanian, makanan, obat-obatan, dan peralatan medis ke Iran dengan mengambil langkah nyata dan konkret untuk memastikan bahwa bank, lembaga keuangan dan perusahaan dapat dengan cepat dan bebas diyakinkan bahwa impor yang relevan dan pembayaran diizinkan.
"Sanksi harus adil, dan tidak boleh mengarah pada penderitaan orang yang tidak bersalah," tambah Jazairy.
(mdk/frh)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Iran Akui Serangan ke Israel Balasan Atas Penyerangan Konsultan di Suriah
Baca SelengkapnyaPemerintah juga diminta menekan impor barang pangan dan barang konsumsi
Baca SelengkapnyaProgram itu diyakini bisa mengurangi dampak perang Iran vs Israel
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pemerintah sedang mencari formula terkait kenaikan harga beras di pasaran.
Baca SelengkapnyaPemerintah akui memiliki hubungan baik dengan Iran tapi tak pernah impor BBM dari negara Timur Tengah tersebut.
Baca SelengkapnyaUsai rapat bersama Presiden Joko Widodo, Sri Mulyani menyampaikan pemerintah telah menargetkan defisit APBN 2025 maksimal di angka 2,8 persen.
Baca SelengkapnyaArifin mengatakan bahwa sebelum Juni 2024 akan dilakukan pembahasan mengenai perpres tersebut.
Baca SelengkapnyaPemerintah berencana menambah anggaran subsidi BBM pasca konflik Iran dan Israel membuat harga minyak dunia naik.
Baca SelengkapnyaKonflik Iran Vs Israel berpotensi menaikkan harga minyak dunia dan subsidi BBM pemerintah bengkak.
Baca Selengkapnya