Pelonggaran Aktivitas Dinilai Belum Sepenuhnya Kembalikan Daya Beli Masyarakat
Merdeka.com - Ekonom senior Core Indonesia, Hendri Saparini mengatakan, pemulihan ekonomi rumah tangga masih lambat dan jauh di bawah kondisi sebelum pandemi. Ini lantaran peningkatan mobilitas belum sepenuhnya berdampak pada peningkatan konsumsi.
"Yang penting bagi kita adalah ada spending atau tidak. Kalau tidak ada spending maka tidak akan bisa pulih. Nah spending juga akan tergantung bagaimana kita mengelola pandemi, ini kita tunjukan karena sebenarnya mobilitas orang itu sudah terjadi," kata Saparini dalam Webinar Menakar Efektivitas Stimulus Ekonomi, Selasa (4/5).
Namun menurutnya, mobilitas tidak sejalan dengan konsumsi. "Data menunjukkan bahwa normalnya konsumsi rumah tangga itu tumbuh 5 persen. Memang pada tahun lalu konsumsi rumah tangga kita sudah negatif 3,6 persen," ujarnya.
Di sisi lain, indeks penjualan riil juga masih tajam negatifnya. Artinya konsumsi rumah tangga ini belum mendorong pada penjualan ritel atau produk-produk yang diminati oleh masyarakat.
Penyebabnya
Kenapa bisa demikian? Saparini menyebutkan hal itu disebabkan karena masyarakat menengah atas belum melakukan spending uangnya. Mereka masih menyimpan uangnya di bank sebagai upaya untuk mempersiapkan dana darurat jika sewaktu-waktu terpapar covid-19.
"Tentu saja karena struktur daripada konsumsi kita, kita tahu bahwa 20 persen pendapatan paling tinggi, 40 persen menengah dan 40 persen paling bawah. Kita tahu bahwa 20 persen paling atas dan 40 persen menengah itu porsi konsumsinya 82 persen," jelasnya.
Dia menyebut kelas menengah dan atas belum akan spending karena bagi mereka kesehatan nomor satu. Kelas menengah atas ini adalah penentu konsumsi rumah tangga. Sebab, berkontribusi sebesar 82 persen dari konsumsi rumah tangga.
Sementara untuk kelas bawah sangat bergantung pada bantuan sosial. Di mana 18,5 juta keluarga masih tergantung dengan bansos yang dikeluarkan Pemerintah.
Selain itu, konsumsi belum meningkat karena ada 2,9 juta pekerja yang kehilangan pekerjaannya di masa pandemi ini.
"Jadi, inilah yang kemudian menjadi PR besar bagi Indonesia karena 56 persen ekonomi kita adalah konsumsi. Maka bagaimana kita mengembalikan konsumsi kita," pungkasnya.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Didorong Konsumsi Pemilu, Ekonomi Indonesia Diprediksi Tumbuh 5,5 Persen di 2024
penyelenggaraan pesta demokrasi memberi dampak positif terhadap perekonomian nasional.
Baca SelengkapnyaEkonomi Kuartal III-2023 Turun, Masyarakat Lebih Banyak Bayar Cicilan Dibanding Belanja
Indef menilai, ada perubahan pola konsumsi masyarakat yang mempengaruhi ekonomi.
Baca SelengkapnyaKondisi Ekonomi 2024 Masih Suram, Sri Mulyani Bongkar Penyebabnya
Walau begitu, perekonomian Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan di angka 5,05 persen.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Staf Ahli Wakil Presiden sebut Ketidakpastian Situasi Politik Akibat Pemilu 2024 Pengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Nurdin optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 berada pada kisaran 5 persen.
Baca SelengkapnyaIndustri Penerbangan RI Mulai Pulih Usai Terseok-seok Saat Pandemi Covid-19
Setelah melewati tantangan sejak 2019 hingga 2022 lalu, industri penerbangan nasional mulai menunjukkan momentum bangkit di 2023.
Baca SelengkapnyaPertumbuhan Ekonomi Indonesia Diyakini Bakal Naik Usai Pemilu 2024
Terdapat empat aspek yang dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia ke depan.
Baca SelengkapnyaSilaturahmi ke Kader, Mardiono: Upaya Percepatan Perekonomian Rakyat
Mardiono mengaku akan memperjuangkan banyak hal di Bangka Belitung khususnya terkait pelabuhan.
Baca SelengkapnyaPertumbuhan Ekonomi Kota Semarang Melaju Pesat, Tertinggi se-Jateng
Laju pertumbuhan ekonomi Kota Semarang yang meningkat hingga 5,79 persen.
Baca SelengkapnyaDi Depan Petinggi TNI, Jokowi Curhat Sulitnya Cari Pasokan Beras ke Luar Negeri
Jokowi mengatakan kondisi ini disebabkan ketidakpastiaan ekonomo dan konflik geopolitik yang tak kunjung usai.
Baca Selengkapnya