Menkop Teten Akui Regulasi Belum Bisa Lindungi Industri Tekstil dari Serbuan Produk Impor
Pemerintah masih berupaya untuk melindungi produk dalam negeri dari serbuan barang impor.
Pemerintah masih berupaya untuk melindungi produk dalam negeri dari serbuan barang impor.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki mengakui harus ada perbaikan regulasi untuk melindungi industri tekstil dalam negeri dari gempuran produk-produk impor.
Dari hasil tinjauannya di Kabupaten Bandung, Minggu (24/9), dirinya mendapatkan informasi dari para pelaku usaha bahwa regulasi yang ada masih belum bisa membendung serbuan barang impor hingga memukul telak industri dalam negeri baik tingkat pengecer sampai produsen, termasuk pada sektor tekstil.
Teten menjelaskan para pelaku usaha, menilai Safeguard (tindak pengamanan) kurang efektif katanya, di mana Safeguard untuk pakaian Rp25 ribu untuk satu potong, tapi dijual secara online bisa di bawah Rp25 ribu.
Merdeka.com
Karena itu, berbagai masukan yang disampaikan itu akan dikoordinasikan lebih lanjut di tingkat pemerintah pusat melalui Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg), mengingat kewenangan tersebut ada di Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan.
Termasuk, soal usulan penetapan harga pokok khusus, seperti China yang menetapkan bahwa barang masuk dari luar negeri tidak boleh lebih rendah dari Harga Pokok Penjualan (HPP) demi melindungi industri dalam negeri.
Sebab, efek membanjirnya barang impor yang juga menerapkan predatory pricing atau jual rugi melalui daring atau online, mengakibatkan berbagai pusat penjualan besar seperti ITC Kebon Kalapa, Pasar Andir, hingga Pasar Tanah Abang sepi, bahkan produsen sendiri tidak bisa bersaing dalam platform daring.
"Jadi betul juga apa yang disampaikan para pelaku usaha di sini, bahwa kita tuh barang dari luar masih terlalu mudah dan murah masuknya, sehingga memukul produksi dalam negeri. Makannya saya akan coba sampaikan ini," ucapnya.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemi Kartiwa mengatakan, mudah masuknya barang-barang impor itu dikarenakan adanya pelambatan ekonomi global hingga barang-barang dari produsen besar dunia seperti China tidak terserap ke berbagai negara seperti Amerika, akhirnya mereka mencari pasar baru yang memiliki pembatasan perdagangan (trade barrier) yang lemah.
Merdeka.com
Karenanya, dalam diskusi para pelaku usaha konveksi dan tekstil di Kabupaten Bandung bersama MenkopUKM Teten Masduki, ada usulan untuk pakaian jadi dari yang sekarang pembatasannya mungkin di "post border", diusulkan menjadi "border".
"Atau yang spesifik, istilahnya regulasi itu bisa menahan derasnya masuk produk-produk impor tersebut. Kalau kita tidak pintar melakukan trade barrier, maka kita ini akan rontok ekosistemnya, hilirnya rontok maka terimbas juga ke hulunya," tandasnya.
GAPPRI mengusulkan agar pasal-pasal terkait produk tembakau yang bernuansa pelarangan diubah menjadi pengendalian.
Baca SelengkapnyaRegulasi ini tengah digodok, di mana rencananya akan turut mengatur soal produk tembakau atau rokok.
Baca SelengkapnyaPenjualan industri grosir masih lebih baik dibandingkan industri ritel.
Baca SelengkapnyaDibutuhkan industri produksi yang terus berkembang maju dengan berbagai fasilitas canggih beserta sumber daya (SDM) lokal terampil.
Baca SelengkapnyaPeraturan PP 109/2012, serta dari kebijakan tarif Cukai Hasil tembakau (CHT) dalam konteks pengendalian, dinilai sudah cukup.
Baca SelengkapnyaPara produsen bidang kelistrikan atau industri lain, akan berlomba-lomba meningkatkan kualitas produk dan layanannya.
Baca SelengkapnyaDemi mendorong daya saing industri karet sintetis, Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Jakarta berikan izin gudang berikat ke PT LBL Global Links.
Baca SelengkapnyaInisiatif tersebut merupakan wujud keberpihakan Semen Indonesia terhadap kemajuan industri dalam negeri.
Baca SelengkapnyaBerbagai pelarangan soal industri hasil tembakau memberatkan industri kreatif dan periklanan.
Baca Selengkapnya