Edukasi Seksual pada Anak Harus Dimulai dari Orangtua
Perkembangan pengetahuan dan fisik anak bisa ditunjang dengan sangat memadai oleh orangtua. Hal ini termasuk dengan edukasi seksual yang penting untuk diberikan pada anak.
Perkembangan pengetahuan dan fisik anak bisa ditunjang dengan sangat memadai oleh orangtua. Hal ini termasuk dengan edukasi seksual yang penting untuk diberikan pada anak.
Edukasi seksual merupakan topik yang penting dalam pengembangan anak-anak, terutama saat mereka memasuki masa remaja. Sebagaimana disarankan oleh pakar psikologi dan seksologi klinis, Zoya Amirin, orang tua harus berperan sebagai guru pertama dalam memberikan edukasi seksual kepada anak-anak mereka. Hal ini memiliki dampak positif dalam mengarahkan anak-anak untuk memahami tubuh dan seksualitas mereka dengan benar.
Menurut Zoya Amirin, memberikan edukasi seksual dari orang tua adalah cara terbaik untuk mengendalikan narasi tentang kesehatan reproduksi pada anak remaja. Dengan begitu, anak remaja tidak perlu mencari informasi dari sumber yang tidak terpercaya, yang dapat berpotensi membahayakan mereka.
“Lebih baik anak tahu pertama kali dari orang tua sehingga apabila anak masih penasaran, orang tua bisa mengajak anaknya mencari tahu berdua,” kata Zoya dilansir dari Antara.
Zoya menjelaskan bahwa pendekatan ini memberikan kesempatan bagi orang tua untuk membimbing anak-anak mereka dalam pencarian pengetahuan tentang tubuh dan seksualitas.
Zoya Amirin juga menekankan pentingnya memberikan pengetahuan tentang tubuh dan organ reproduksi kepada anak remaja. Dengan pemahaman yang tepat, anak-anak tersebut dapat mengenali ketidaknormalan pada tubuh mereka dengan lebih baik. Selain itu, orang tua perlu menjelaskan konsep pubertas dan konsekuensi aktivitas seksual yang dapat memengaruhi anak remaja.
Tujuan dari edukasi seksual ini adalah memberdayakan anak remaja untuk melindungi diri mereka sendiri dan menghindari risiko terkait kejahatan seksual. Dengan pemahaman yang benar tentang seksualitas dan tubuh, mereka akan lebih mampu menjaga diri dan mengenali situasi berbahaya.
Edukasi seksual dari orang tua juga membantu menghindari miskonsepsi yang umumnya beredar di masyarakat, seperti anggapan bahwa kehamilan hanya terjadi akibat pernikahan. Dengan pengetahuan yang tepat, anak remaja akan memahami bahwa hubungan seksual berpotensi mengakibatkan kehamilan, terlepas dari status pernikahan.
Pentingnya menggunakan bahasa yang jelas dan tepat saat berbicara tentang organ reproduksi juga ditekankan oleh Zoya Amirin. Menghindari penggunaan eufemisme yang mengaburkan nama sebenarnya dari organ reproduksi adalah langkah penting.
Misalnya, orang tua sebaiknya menggunakan istilah "penis" dan "vagina" daripada menyebutnya sebagai "burung" atau "bunga." Dengan menggunakan istilah yang benar, anak-anak akan memiliki pemahaman yang akurat tentang tubuh mereka sendiri.
Zoya Amirin juga menyoroti pentingnya menjelaskan konsep menstruasi dengan benar. Daripada menciptakan stereotip negatif, orang tua harus menjelaskan bahwa menstruasi adalah tanda bahwa seorang anak perempuan dapat hamil jika melakukan hubungan seksual dengan penetrasi. Dengan menjelaskan ini dengan benar, anak-anak akan memahami risiko dan konsekuensi yang terkait dengan aktivitas seksual.
“Jangan pula dijelaskan ‘kalau sudah menstruasi berarti sudah bisa nakal atau bisa macam-macam’, tapi jelaskan kalau sudah menstruasi, artinya sudah bisa dihamili laki-laki ketika ada penetrasi seksual,” kata dia.
Edukasi seksual yang diberikan oleh orang tua merupakan langkah awal yang sangat penting dalam membantu anak-anak mereka memahami tubuh dan seksualitas mereka. Dengan pemahaman yang benar, anak-anak akan lebih siap menghadapi perubahan fisik selama pubertas dan memahami konsekuensi aktivitas seksual.
Mengetahui batasan dan langkah yang tepat bisa menjadi cara melindungi anak dari pelecehan dan kekerasan seksual.
Baca SelengkapnyaPendidikan seksual harus diterapkan sebagai langkah awal untuk memberikan pemahaman dasar pada anak
Baca SelengkapnyaTujuan akhir yang ingin kita capai melalui UU TPKS ini adalah memberikan kepentingan terbaik untuk korban.
Baca SelengkapnyaDugaan pelecehan seksual itu berawal dari unggahan akun X @laavanyaisvara.
Baca SelengkapnyaSatuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Universitas Indonesia (PPKS UI) menerima 29 laporan kekerasan seksual di kampus itu.
Baca SelengkapnyaPeran orang tua dan pendidikan bahaya seks bebas penting untuk menekan fenomena ini.
Baca SelengkapnyaKapolsek Semarang Timur Iptu Iwan Kurniawan mengatakan benar ada penanganan kasus anak meninggal dengan tidak wajar.
Baca SelengkapnyaBEM UI menyebut unjuk rasa sekaligus sebagai aksi simbolik bahwa UI bukan ruang aman. Kekerasan seksual di UI belum bisa ditangani dengan baik.
Baca SelengkapnyaKejahatan seksual itu sudah dilakukan MHS selama empat tahun terakhir, sejak 2019 hingga 2021.
Baca Selengkapnya