Timses Jokowi nilai penyebar hoaks penganiayaan Ratna Sarumpaet bisa dijerat UU ITE
Merdeka.com - Wakil Direktur Komunikasi Politik Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Meutya Viada Hafid menyayangkan kabar bohong penganiayaan dibuat aktivis Ratna Sarumpaet. Dia menilai kabar bohong yang diciptakan Ratna Sarumpaet merupakan kemunduran kaum perempuan.
"Kemarin, menjadi satu hari yang bagi saya adalah kemunduran bagi kemajuan perempuan ke depan. Karena kita (perempuan) telah menjadi korban dan terlibat di dalam sebuah kebohongan," kata Meutya di Posko Cemara, Jakarta, Kamis (4/10).
Wanita yang duduk di Komisi I DPR RI ini, menuturkan, Ratna Sarumpaet bisa saja tidak dijerat oleh Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Namun, para politisi yang ikut menyampaikan berita bohong tersebut bisa saja dijerat.
"Ibu Ratna mungkin tidak dijerat oleh UU ITE. Karena Ibu Ratna tidak menyebarkannya secara elektronik. Tapi mereka, politisi-politisi yang juga membahas dan mengesahkan, bahkan di meja pimpinan DPR, melanggar UU yang dengan seksama dan cermat (pembahasan UU ITE di DPR), dan kemudian dengan santainya melanggar undang-undang tersebut dan tidak mau bertanggungjawab atas pelanggaran undang-undang tersebut, itu tidak dapat diterima sama sekali," ujar Meutya.
Dia pun menyesalkan aksi para politisi yang ikut menyebarkan berita bohong penganiayaan Ratna Sarumpaet. Sebab, dia menilai para politisi tersebut tak memahami UU ITE yang pembahasannya masih menuai pro dan kontra di DPR.
"Menyakitkan bagi kami yang turut membahas undang-undang ini, bahwa politisi bahkan ada pimpinan DPR yang tidak memahami UU ITE," kata Meutya.
Dia menegaskan, permintaan maaf adalah satu bagian yang harus dilakukan. Akan tetapi, proses hukum tetap harus ditegakkan.
"Semua harus sama di mata hukum. Sudah banyak korban yang terkena UU ITE atas ketidakpahamannya. Tapi mereka yang paham, tentu harus tidak boleh sampai luput dari penegakan UU ITE dan hukum yang berlaku di Indonesia," jelas Meutya.
Dia mengingatkan, akan keberadaan Pasal 45 A ayat (1) UU ITE, yang berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
"Jelas dikatakan dalam undang-undang tersebut, bahwa penyebar hoaks atau cerita bohong melalui elektronik, harus bertanggungjawab secara hukum," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menyatakan, Ratna Sarumpaet masih berstatus sebagai saksi terkait penyebaran hoaks. Polisi tidak menutup kemungkinan status hukum Ratna bakal ditingkatkan menjadi tersangka.
Menurut Setyo, Ratna bisa ditetapkan sebagai tersangka jika terbukti ada yang dirugikan akibat ulahnya. Para penyebar info penganiayaan tersebut juga bisa melaporkan Ratna ke polisi jika merasa dirugikan.
"Nanti akan dilihat, misalnya Fadli Zon dia mendapatkan info dari Bu Ratna, nah itu (Ratna) bisa dinaikkan statusnya menjadi tersangka," kata Setyo di Kompleks PTIK, Jakarta, Rabu (3/10).
Namun Setyo menyebut, Ratna sulit dijerat dengan Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sebab, Ratna tidak ikut menyebarkan informasinya melalui media sosial.
"Kalau Bu Ratna kan tidak menggunakan UU ITE. Tapi bisa dijerat dengan KUHP. Kalau hoaks (melalui media sosial atau elektronik) itu ITE. Dia kan tidak menggunakan ITE," katanya.
Kabar terkait penganiayaan yang dialami Ratna Sarumpaet sempat viral dan menghebohkan masyarakat. Calon Presiden sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bahkan sempat geram setelah mendapat laporan terkait penganiayaan tersebut.
Namun kabar itu perlahan terungkap. Polisi menemukan fakta lain. Polisi tidak menemukan jejak penganiayaan Ratna di Bandung, Jawa Barat pada 21 September 2018 sebagaimana informasi yang berkembang.
Polisi justru menemukan fakta bahwa Ratna tengah berada di salah satu klinik di Jakarta. Ibunda artis Atiqah Hasiholan itu disebut-sebut tengah menjalani operasi plastik di klinik tersebut.
Kebohongan itu akhirnya diakui Ratna Sarumpaet. Dia mengaku telah berbohong terkait penganiayaan yang dialaminya. Dia juga membenarkan telah melakukan perawatan di klinik tersebut.
Reporter: Putu Merta Surya PutraSumber: Liputan6.com
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tok! Jokowi Resmi Teken Revisi UU ITE, Penyebar Hoaks Terancam Penjara 6 Tahun
Aturan ini diteken Jokowi pada 2 Januari 2024. Revisi UU ITE ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
Baca SelengkapnyaJokowi: ASN, TNI, Polri dan BIN Harus Netral
Netralitas di Pemilu 2024 tujuannya untuk menjaga kedaulatan rakyat.
Baca SelengkapnyaWanita ini Bisa Temui Presiden Jokowi Langsung Tanpa Disetop Paspampres
Ini sosok wanita yang bisa menemui Presiden Jokowi tanpa dicegah Paspampres. Tenyata punya jabatan penting di Istana.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kantah Kabupaten Badung Terbitkan Sertifikat Elektronik untuk Masyarakat
Presiden RI Joko Widodo menerbitkan sertifikat tanah elektronik pada Desember 2023.
Baca SelengkapnyaBAKTI Bakal Kerahkan Satelit Internet ke 80 Ribu Lokasi TPS di Wilayah 3T
BAKTI Kementerian Kominfo menerima usulan sekitar 80.000 titik penyediaan akses internet dari KPU.
Baca SelengkapnyaDepan Prabowo, Jokowi Puji Inisiasi Kemenhan Bangun RS Pertahanan Negara Panglima Besar Soedirman
Jokowi juga memuji sejumlah peralatan media yang diklaim tercanggih yang terpasang di dalamnya.
Baca SelengkapnyaAHY Jadi Menteri ATR, Demokrat Yakin Urusan Sertifikat Tanah Elektronik Bakal Dikebut
Ia yakin, soal upaya penerbitan sertifikat tanah elektronik bakal menjadi prioritas utama.
Baca SelengkapnyaJokowi Lantik Anggota Komisi Kejaksaan Periode 2024-2028, Berikut Daftar Namanya
Jokowi melantik anggota Komisi Kejaksaan periode 2024-2028 di Istana Negara, Rabu (21/2/2024).
Baca SelengkapnyaPesan Jokowi ke MA: Hakim Harus Peka Terhadap Rasa Keadilan Masyarakat
Jokowi mengingatkan hakim agar peka terhadap rasa keadilan masyarakat dan mengikuti perkembangan teknologi.
Baca Selengkapnya