Polisi Jangan Salah Gunakan Pasal 212 KUHP untuk Social Distancing
Merdeka.com - Institute Criminal of Justice Reform (ICJR) mengkritik sikap Polri yang menggunakan pasal 212 KUHP untuk menakut-nakuti masyarakat yang tidak menuruti perintah social distancing. ICJR menilai, apa yang dilakukan Polri merupakan tindakan berlebihan.
ICJR berpandangan, hal ini merupakan bentuk overkriminalisasi yang akan memberi beban lanjutan kepada negara. Dalam penanganan penyebaran Covid-19 yang harus digalakkan kepada masyarakat adalah pentingnya pencegahan, dengan memberikan informasi komprehensif, berbasis bukti dan berdasar yang mengedepankan aspek kesehatan masyarakat untuk membangun kesadaran masyarakat, bukan ketakutan dengan ancaman pidana.
Direktur ICJR Erasmus Napitupulu mengatakan, bunyi ketentuan Pasal 212 KUHP yang tercantum dalam infografis Polri dalam mengawal kebijakan social distancing, ternyata hanya dikutip secara sepenggal-sepenggal. Bahkan unsur esensial dalam pasal tersebut yakni 'dengan kekerasan atau ancaman kekerasan' juga luput dicantumkan. Adapun bunyi Pasal 212 KUHP secara lengkap sebagai berikut:
"Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan kepada seseorang pegawai negeri yang melakukan pekerjaannya yang sah, atau melawan kepada orang yang waktu membantu pegawai negeri itu karena kewajibannya menurut undang-undang atau karena permintaan pegawai negeri itu, dihukum karena perlawanan, dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,00," jelas Erasmus mengutip pasal tersebut, Rabu (25/3).
Penghilangan unsur itu, jelas dia, merupakan penyesatan informasi yang dilakukan oleh Kepolisian. Selain itu, apabila dikaji lebih dalam, menurut R. Soesilo, Pasal 212 KUHP merupakan ketentuan yang diterapkan misalnya ketika seseorang hendak ditangkap oleh petugas kepolisian kemudian melakukan perlawanan dengan memukul dan menendang petugas.
"Sehingga dalam konteks apabila masyarakat tidak mengindahkan imbauan Pemerintah untuk melakukan social distancing direspon oleh ancaman penggunaan pidana penjara lewat Pasal 212 maka akan terjadi penggunaan hukum pidana yang berlebihan atau overkrimininalisasi" lanjut dia lagi.
Tindakan overkriminalisasi ini, menurut ICJR, menunjukkan bahwa Pemerintah seperti tidak mampu untuk berinisiatif dan menggunakan cara yang lebih efektif untuk mengendalikan wabah Covid-19, dan terlihat bahwa Pemerintah tidak bersinergi dan tidak memandang pencegahan penyebaran Covid-19 secara komprehensif.
Lebih jauh Erasmus menjelaskan, Mahkamah Agung pada 23 Maret 2020 lalu menerbitkan Surat Edaran Nomor 1 tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Lingkungan Mahkamah Agung dan Peradilan di bawahnya.
SEMA ini intinya menekankan bahwa persidangan dan administrasi peradilan hanya dilakukan untuk hal yang sangat urgent. Lewat SE ini terlihat bahwa banyaknya perkara yang harus ditangani memberikan beban tersendiri bagi peradilan untuk pelakukan pencegahan penyebaran Covid-19.
"Jika Pemerintah serta merta mempromosikan ancaman kriminalisasi, dengan konsekuensi akan ada tindakan hukum yang diberlakukan kepada pelanggar social distancing, maka Pemerintah tidak sejalan dengan upaya MA mencegah penyebaran Covid-19 dalam lingkup peradilan," kata Erasmus.
Ancaman ini juga jelas bertentangan dengan semangat social distancing itu sendiri. Ancaman pidana yang digemborkan pemerintah mengenai penggunaan pidana penjara, padahal Lapas pun sekarang telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah penyebaran terjadi di Lapas sebagai tempat yang rentan penyebaran virus. Harusnya pemerintah juga mempertimbangkan hal ini.
Pemerintah seolah gagal memaksimalkan cara lain untuk mengedukasi masyarakat untuk mencegah penyebaran Covid-19. Pemerintah harusnya menjelaskan informasi komprehensif tentang Covid-19 dan dampaknya kepada masyarakat berbagai tingkatan sesuai dengan peran-peran masing-masing aparatur negara.
"Ketidakmampuan pemerintah untuk menjelaskan secara komprehensif pentingnya pencegahan penyebaran Covid-19 dan malah mengancam dengan pidana akan semakin menimbulkan ketidakpercayaan publik pada kinerja pemerintah. Di tengah kondisi ketidakpastian seperti ini, harusnya Pemerintah punya cara yang lebih baik dan berdasar dalam mengedukasi masyarakatnya," tutup dia.
Diberitakan sebelumnya, Mabes Polri turut berupaya melakukan langkah penanganan penyebaran pandemi virus corona atau Covid-19. Tidak segan-segan, akan ada jerat pidana lewat pasal berlapis untuk warga yang masih bandel keluyuran dan berkumpul di ruang publik.
Kadiv Humas Polri Irjen Mohammad Iqbal menyatakan, akan ada tindakan tegas saat masyarakat tidak bergeming saat diminta kembali ke rumah masing-masing.
"Apabila ada masyarakat yang bandel, tidak mengindahkan personel bertugas untuk kepentingan negara dan masyarakat, kami akan menindak tegas dengan 212 KUHP, barang siapa yang tidak mengindahkan petugas berwenang dapat dipidana. Pasal 216 dan 218 juga," tutur Iqbal di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (23/3).
Adapun isi Pasal 212 KUHP adalah "Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".
Menurut Iqbal, dikaitannya dengan pasal 214 KUHP, jika hal tersebut dilakukan oleh dua orang atau lebih maka ancaman pidananya maksimal menjadi tujuh tahun penjara.
"Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa mengacu pada asas keselamatan rakyat. Saya ulangi, asas keselamatan rakyat yang menjadi hukum tertingginya," jelas dia.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kapolda memutuskan terhitung mulai 31 Januari 2024, Bripka NA diberhentikan tidak dengan hormat dari Dinas Bintara Polri.
Baca SelengkapnyaPolisi mengajak masyarakat untuk melawan hoaks terkait Pemilu.
Baca SelengkapnyaPolri melihat sejauh ini keamanan dan ketertiban masyarakat kondusif lantaran kolaborasi dan koordinasi dengan seluruh elemen masyarakat berjalan baik.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Listyo menekankan paling utama saat ini adalah mencegah agar ini tidak terulang lagi.
Baca SelengkapnyaDua orang bintara dihukum push up oleh Kapolres karena tak bawa istri saat upacara pelantikan kenaikan pangkat.
Baca SelengkapnyaSigit memastikan, TNI-Polri dalam keadaan siap untuk menciptakan rasa aman masyarakat dari gangguan kriminalitas selama arus mudik dan balik
Baca SelengkapnyaKapolda Jawa Tengah Ahmad Luthfi memberikan arahan kepada bintara dan tamtama Polri agar tidak memiliki sifat adigang, adigung, adiguna.
Baca SelengkapnyaMelalui akun media sosialnya, Kapolri menyebut NU menjadi salah satu pilar bangsa dalam mengisi kemerdekaan
Baca SelengkapnyaKejati DKI Jakarta memastikan tidak ada konsekuensi apapun, jika polisi belum selesai melengkapi petunjuk JPU meski melewati tenggat waktu.
Baca Selengkapnya