Merdeka.com - Minimnya kebutuhan buku bagi penyandang tuna netra di Indonesia membuat Pemkot Bogor terdorong untuk mencanangkan program konversi 1.000 buku ke huruf braile.

Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto mengatakan, program pencanangan 1.000 buku yang dikonversi ke huruf braile dan audio book bagi penyandang tuna netra melibatkan 500 relawan. Mereka terdiri dari siswa-siswi SMP dan SMA yang akan menulis ulang 1.000 buku agar dapat dikonversi ke dalam huruf braile.

"Saya senang mendapat tantangan ini. Diharapkan 1.000 buku dapat ditulis ulang oleh para relawan untuk dijadikan buku dengan huruf braile. Karena kita ingin saudara kita tuna netra dapat membaca buku, dengan demikian kita bisa berbagi pengetahuan dengan mereka," kata Bima dalam Kegiatan Bogor Cinta Tuna Netra di Balaikota Bogor, Senin (25/07).

Terlebih, pihaknya merasa ironis berdasarkan data Yayasan Tuna Netra dari 10 ribu yang diterbitkan setiap tahun di Indonesia, baru 3 persen terkonversi ke huruf braile. "Padahal penyandang tuna netra di Indonesia mencapai 3,5 juta jiwa. Kondisi ini berbanding terbalik dengan jumlah buku yang sudah berhuruf braile," katanya.

Sementara itu, Ketua Pembina Yayasan Mitra Netra Anita Ratnasari Tanjung menambahkan, 3 persen dari 10 ribu buku diterbitkan setiap tahun itu terbatas pada buku-buku tertentu, dalam hal ini mata pelajaran di sekolah saja.

Padahal, menurut Ratnasari, mereka berhak untuk mengakses buku berbagai kategori, sesuai dengan minat dan kebutuhannya. "Besarnya biaya untuk mengalihkan buku yang bertuliskan huruf latin ke dalam bentuk buku braille dan buku audio digital dalam bentuk CD menjadi salah satu faktor minimnya ketersediaan buku bagi tunanetra," jelasnya.

Maka dari itu, pencanangan 1.000 buku yang dikonversikan ke dalam huruf braile oleh Pemkot Bogor merupakan upaya positif. "Saat ini baru Pemkot Bogor yang terlibat. Saya ingin gerakan ini juga dicontoh oleh kota-kota lain untuk penyediaan buku berbasis huruf braile," pungkasnya.