Arti tumbal dan bakar kemenyan dalam ritual ngaruat
Merdeka.com - Di masyarakat Sunda ada tradisi tumbal yang menjadi bagian ritual ruatan. Dalam tradisi ini, tumbal dilakukan dengan menyembelih seekor kerbau atau kambing, kemudian kepala hewan tersebut ditanam di hulu mata air.
Tradisi ini masih dilakukan, misalnya di daerah Kabupaten Bandung Barat. Seniman yang kerap memimpin tradisi ngaruat adalah dosen tari tradisional Institut Seni Indonesia Bandung, Mas Nanu Muda.
Pria yang akrab disapa Abah Nanu mengatakan, tradisi ngaruat merupakan upacara yang penuh simbol dan makna, sebuah tradisi warisan leluhur yang mengandung kearifan lokal yang menghubungkan manusia, alam, dan penciptanya.
Secara harfiah, ngaruat berasal dari kata ruat yang berarti bebas atau lepas. Jadi kata ngaruat berarti membebaskan atau melepaskan. Yang diruwat adalah makhluk yang semula hidup mulia atau bahagia kemudian menjadi hina dan sengsara.
"Untuk membebaskannya ia harus diruwat, harus dibebaskan dari kesengsaraan dan kehinaan," terang Abah Nanu, kepada Merdeka Bandung.
Ngaruat kini menjadi tradisi yang mungkin asing bagi warga kota. Ritual ngaruat biasa dilakukan dengan serangkaian kegiatan, di antaranya ruat bumi dan hajat buruan seperti yang biasa dilakukan dalam acara tahunan Festival Cihideung Kabupaten Bandung Barat.
Ia memaparkan, dalam ruat bumi inilah ada ritual numbal. Numbal di sini jangan diartikan negatif, tetapi sebagai pengorbanan dengan memotong kerbau atau kambing. Kepala hewan kemudian ditanam di hulu mata air sebagai simbol dari pengokohan irigasi yang berperan besar bagi kehidupan warga di hilir.
Tradisi numbal juga mengandung pengorbanan sebagaimana yang dilakukan pada Hari Raya Idul Adha. "Tujuannya membunuh sifat-sifat buruk yang ada di dalam diri kita. Jadi menyembelih itu disimpan kepalanya, agar kepala yang disimpan kepala yang busuk," tuturnya.
Ruatan mengandung simbol penolakan terhadap bala atau malapetaka dan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat. Dalam ruatan selalu diwarnai dengan prosesi ngukus (membakar kemenyan) yang menghasilkan asap mengepul dan menimbulkan bau wangi.
Prosesi ngukus menggambarkan bentuk dari doa yang dipanjatkan; doa ini terbang seperti asap menuju langit. Doa yang baik akan menebarkan wewangian atau kebaikan. Kejahatan akan dibakar dalam tungku yang menyala.
Setelah prosesi ngaruat biasanya dirangkai dengan hajat buruan. Dalam hajat buruan ada dua hal simbolik, yakni tumpeng dan air. Tumpeng sebagai simbol dari sedekahan atau bentuk syukur masyarakat terhadap melimpahnya air dan hasil alam.
Tumpeng berwarna kuning sebagai simbol dari angin. Bahwa manusia itu seperti angin, harus memberi hawa yang sejuk. "Tapi jangan angin-anginan (tidak punya pendirian)," katanya.
Di balik tumpeng warna kuning, lanjut dia, ada nasi berwarna putih yang melambangkan air. "Air adalah berkah dari Tuhan. Air kemudian didoai untuk memberikan keselamatan dan kesuburan tanaman. Air doa dibawa ke kebun untuk menyemprot hama supaya tetap subur dan hama mati," terangnya.
(mdk/mtf)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mengulik Tradisi Ruwatan, Ritual Buang Sial dan Penyucian Diri ala Masyarakat Jawa
Masyarakat Jawa masih rutin melaksanakan tradisi tersebut sebagai bentuk penyucian diri.
Baca SelengkapnyaUniknya Tradisi Sambut Lebaran di Bengkulu, Bakar Batok Kelapa dengan Penuh Sukacita
Tradisi ini biasa dilakukan oleh masyarakat Suku Serawai yang ada di Bengkulu yang dilaksanakan pada malam menjelang Idulfitri.
Baca SelengkapnyaMengenal Basuluak, Ritual Berdiam Diri saat Bulan Ramadan dari Minang yang Kini Mulai Ditinggalkan
Ritual jemaah penganut Tarekat Naqsyabandiah di Ranah Minang ini menghabiskan waktu di Bulan Ramadan dengan berzikir dan berdoa kepada Allah.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Mengenal Tradisi Adang yang Sakral, Ritual Memasak Warga Serang Sambut Hari Besar Keagamaan
Kabupaten Serang memiliki kearifan lokal yang hampir punah bernama Adang.
Baca SelengkapnyaMengulik Lebaran Ketupat, Tradisi Penting dalam Budaya Masyarakat Muslim Jawa
Lebaran Ketupat dilaksanakan satu minggu setelah perayaan Idul Fitri, tepatnya pada 8 Syawal.
Baca SelengkapnyaMengenal Tari Batin, Kesenian Upacara Adat Lampung Barat yang Menjadi Simbol Keagungan
Salah satu kesenian berasal dari Lampung Barat ini menjadi simbol suatu kehormatan dan kebesaran yang dipertunjukkan pada upacara ritual yang sakral.
Baca SelengkapnyaMengenal Tradisi Tonggeyamo, Cara Unik Menentukan Tanggal 1 Ramadan ala Masyarakat Gorontalo
Selain dengan cara melihat hilal untuk menetapkan Bulan Ramadan, di Gorontalo memiliki tradisi yang unik dan berlangsung secara turun-temurun.
Baca SelengkapnyaMengenal Tradisi Bodho Kupat, Satu Kampung di Lumajang Kompak Jadi Pedagang Janur dan Ketupat
Bodho Kupat sendiri merupakan tradisi yang rutin diselenggarakan masyarakat Lumajang ketika memasuki hari ketujuh Lebaran Idulfitri.
Baca SelengkapnyaMengenal Ngidang-Ngobeng, Tradisi Memuliakan Tamu ala Orang Palembang
Adab menghormati serta memuliakan tamu itu sudah melekat pada diri orang di Indonesia, mereka dianggap sebagai 'raja'.
Baca Selengkapnya