Mengenal Tradisi Lamporan, Upaya Warga Sedulur Sikep Pati Jaga Kelestarian Alam
Tradisi ini sebagai bentuk keresahan atas keresahan alam yang merajarela.
Tradisi ini sebagai bentuk keresahan atas keresahan alam yang merajarela.
Kerusakan alam merajarela. Hal itulah yang terjadi di kawasan Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah. Keprihatinan itu diungkap Gunretno, salah satu tokoh Sedulur Sikep Pati.
Menurut Gunretno, ritual yang digelar setiap tanggal 5 Suro tersebut, merupakan tradisi yang dilakukan Sedulur Sikep untuk merawat Ibu Bumi atau lingkungan. Tradisi ini juga sebagai upaya masyarakat dan generasi muda dalam ikut merawat lingkungan disebut sebagai Ibu Bumi.
Gunretno, tokoh Sedulur Sikep yang juga ketua Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK).
Gunretno mengatakan bahwa merayakan Bulan Suro tidak hanya sekadar bersyukur atau selamatan. Namun juga sebagai upaya intropeksi tentang perjuangan merawat lingkungan atau ibu bumi.
Acara lainnya yaitu menanam cikal pohon kelapa. Acara kemudian dilanjutkan dengan brokohan atau selamatan untuk meminta keselamatan kepada Tuhan di tahun baru Jawa.
Usai menanam bibit kelapa, Jamasan Kendeng dilanjutkan dengan Lamporan pada malam harinya. Sekitar seratusan orang berkumpul dan membentuk lingkaran. Mereka masing-masing membawa obor dan berkeliling di atas Bukit Ngalang-alang.
Sebanyak tiga orang tampak merapalkan berbagai kalimat berbahasa Jawa. Kalimat itu bemakna agar masyarakat dijauhkan dari penyakit, wabah maupun musibah lainnya.
Panitia menyiapkan 9 ton nasi, 14 ekor kerbau, dan 80 ekor kambing untuk tradisi Buka Luwur.
Baca SelengkapnyaTarian adu kekuatan dan ketangkasan kaum laki-laki dengan menggunakan senjata berupa rotan sebagai alat pukul dan tameng yang terbuat dari kulit sapi.
Baca SelengkapnyaTradisi ini terus dilestarikan masyarakat Sedulur Sikep agar tidak punah
Baca SelengkapnyaTradisi ini digelar para petani saat memasuki musim tanam padi. Seperti halnya para petani di Desa Selokgondang, Kecamatan Sukodono, Lumajang.
Baca SelengkapnyaSalah satu tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menjaga ketahanan pangan masyarakat.
Baca SelengkapnyaWalau saling pukul pakai rotan, namun warga di sini tidak saling dendam
Baca SelengkapnyaKemunculan dongkrek awalnya sebagai upaya menolak bala atas pagebluk atau wabah penyakit.
Baca SelengkapnyaTradisi ini digelar setahun sekali, tepatnya pada hari Rabu terakhir di Bulan Safar.
Baca SelengkapnyaTradisi ini digelar sebagai bentuk doa agar terhindar dari bencana dan selalu diberi hasil alam melimpah.
Baca Selengkapnya