Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Jembatan Kota Intan, sisa peninggalan Belanda di Batavia

Jembatan Kota Intan, sisa peninggalan Belanda di Batavia Jembatan Kota Intan. ©2018 Merdeka.com

Merdeka.com - Jembatan Kota Intan merupakan salah satu peninggalan bersejarah zaman Belanda. Jembatan yang kini berada dalam kawasan bersejarah Kota Tua, Jakarta Barat merupakan tempat lalu lalang transportasi air era kolonial.

Hal ini lantaran Jembatan Kota Intan bisa dibuka tutup atau menggunakan hidrolik. Jadi, ketika ada kapal lewat, maka jembatan akan naik ke atas dan terbuka sehingga kapal bisa lewat. Tetapi setelah kapal lewat, jembatan kembali turun atau ditutup sehingga bisa dilalui orang untuk menyeberang.

"Zaman Belanda itu (Jembatan Kota Intan) menjadi lalu lintas perdagangan ketika kapal besar Belanda berlabuh, bersandar di Sunda Kelapa," ujar Kepala Unit Pelaksana Kawasan (UPK) Kota Tua, Novriadi S Husodo saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa (25/7).

Dia menceritakan, saat zaman Belanda dulu, kapal-kapal kecil seperti tongkang dan perahu, melewati Jembatan Kota Intan menelusuri Kali Besar hingga ke Sunda Kelapa.

"Nah ketika jual beli, dari titik di Asemka di pintu kecil, terus bawa lagi kapalnya ke Sunda Kelapa dibongkar muat masuk kapal besar, baru kembali ke negaranya," ucapnya.

Novriadi memastikan, pembangunan Jembatan Kota Intan dilakukan pada masa kolonial Belanda. Namun seiring berjalannya waktu, sudah banyak jembatan yang dibangun menggunakan beton di kanan kirinya hingga kapal-kapal pun tidak bisa lewat.

"Ketika arus lalu lintas kapal-kapal itu enggak bisa lewat lagi, ada jembatan di sisi utaranya, terus di sisi selatannya juga banyak jembatan, udah enggak ada lalu lintas kapal, jadi jungkat-jungkitnya sudah tidak berfungsi secara original untuk pintu lalu lintas," kata dia.

Selain itu, ada pula rel kereta di dekat lokasi Jembatan Kota Intan. Hal ini pula yang membuat Jembatan Kota Intan tidak bisa berfungsi normal lagi. Dengan banyaknya jembatan dan adanya rel kereta sejak puluhan tahun lalu atau usai masa kemerdekaan, maka Jembatan Kota Intan juga tidak berfungsi lagi.

Jadi monumen

Dikarenakan sudah tidak difungsikan sebagai jembatan, kini Jembatan Kota Intan hanya dijadikan sebagai monumen saja. Meski begitu, tempat ini masih dibuka untuk umum.

Hanya saja, jembatan tersebut dibatasi jika ada orang yang ingin merasakan sensasi menyeberang di jembatan hidrolik. Alasannya tidak lain mengingat kayu jembatan yang memang sudah terlihat rapuh.

"Nah sekarang jadi monumen saja. Monumen itu ya seperti yang kondisi sekarang. Hidroliknya tidak bisa difungsikan, tetapi menjadi monumen. Kalau terbuka untuk umum, jumlahnya banyak, kita khawatir di sana terjadi sesuatu tidak diinginkan, makanya selektif, jumlahnya sehari mungkin maksimal 20 itu bisa berkunjung," paparnya.

Ajukan perbaikan

Melihat kondisi Jembatan Kota Intan yang memiliki nilai sejarah tetapi kondisinya mengkhawatirkan, maka Novriadi pun mengaku pihaknya mengganggarkan untuk perbaikan.

"Karena rapuh, kita coba usulkan perbaikan dulu. Sedang kita usulkan untuk anggaran perbaikan, di 2019 sepertinya dinas akan melakukan perbaikan itu. Ketika sudah diperbaiki secara maksimal, bisa dikunjungi lagi, baru kita buka secara untuk umum," jelas Novriadi.

Pantauan di lokasi, Jembatan Kota Intan memang tampak layuh. Kayu-kayunya pun terlihat sudah lapuk. Cat pada pegangan jembatan juga mengelupas.

Jembatan Kota Intan pun dipagari. Hal ini untuk mencegah agar tidak ada tangan-tangan usil yang mencoba merusak. Selain itu juga agar jembatan tidak dinaiki langsung secara bersama-sama. Terdapat petugas yang menjaga di pagar pintu masuk.

Penamaan Jembatan Kota Intan

Berdasarkan informasi yang dihimpun, Jembatan Kota Intan dibangun masa pemerintah Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC atau persekutuan dagang asal Belanda pada 1628.

Nama jembatan ini pun sempat berganti-ganti. Awalnya dinamai Engelse Brug atau Jembatan Inggris, kemudian diubah menjadi de Hoenderpasar Brug (Jembatan Pasar Ayam). Hal ini lantaran di sekitarnya terdapat penjual ayam.

25 kemudian atau tepatnya 1655, jembatan ini lagi-lagi mengalami kerusakan dan perbaikan. Pasca-perbaikan, namanya pun kembali berganti menjadi Jembatan Het Midd.

Pada 1938 fungsi jembatan diubah menjadi jembatan gantung. Tujuannya agar dapat diangkat untuk lalu lintas perahu dan mencegah kerusakan akibat banjir, namun bentuk dan gayanya tidak pernah diubah.

Nama jembatan kembali berubah menjadi Jembatan Phalsbrug Juliana atau Juliana Bernhard karena waktu itu Ratu Juliana yang menjadi ratu di Belanda.

Sebelumnya, jembatan juga diberi nama Jembatan Wilhemina (Wilhemina brug), ibu dari Juliana. Kemudian pascaproklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, nama jembatan kembali berubah hingga seperti saat ini yaitu Jembatan Kota Intan.

Jembatan kayu ini memiliki panjang 30 dan lebar 4,43 meter. Jembatan Kota Intan menjadi satu-satunya yang tersisa dari jembatan sejenis yang pernah dibangun Belanda.

Reporter: Devira Prastiwi

(mdk/cob)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Melihat Menara Air Peninggalan Kolonial di Kota Tegal, Bukti Kecanggihan Belanda dalam Mengelola Air Tanpa Mesin

Melihat Menara Air Peninggalan Kolonial di Kota Tegal, Bukti Kecanggihan Belanda dalam Mengelola Air Tanpa Mesin

Jalur airnya dibuat menggunakan pipa dari baja yang didatangkan langsung dari negeri Belanda.

Baca Selengkapnya
Sejarah Padang Mangateh, Peternakan Tertua dan Terbesar di Sumatra Barat Warisan Kolonial

Sejarah Padang Mangateh, Peternakan Tertua dan Terbesar di Sumatra Barat Warisan Kolonial

Sebuah daerah khusus peternakan ini dikenal mirip seperti padang rumput yang berada di Selandia Baru dan didirikan langsung oleh Pemerintah Hinda Belanda.

Baca Selengkapnya
Tabrakan dengan KA Lokal Bandung, Begini Sejarah Kereta Turangga Namanya dari Hewan Tunggangan Bangsawan

Tabrakan dengan KA Lokal Bandung, Begini Sejarah Kereta Turangga Namanya dari Hewan Tunggangan Bangsawan

Kereta api Turangga adalah salah satu kereta api yang memiliki sejarah panjang, nama kereta ini diambil dari kendaraan mitologi tunggangan para bangsawan Jawa.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Menilik Sejarah Stasiun Medan, Peninggalan Perusahaan Kereta Api Milik Kolonial Belanda

Menilik Sejarah Stasiun Medan, Peninggalan Perusahaan Kereta Api Milik Kolonial Belanda

Salah satu bangunan peninggalan DSM yang sampai sekarang masih berdiri kokoh adalah Stasiun Medan

Baca Selengkapnya
Menyusuri Sejarah Kereta Api di Padang Panjang, Awalnya Untuk Distribusi Kopi dari Desa ke Kota

Menyusuri Sejarah Kereta Api di Padang Panjang, Awalnya Untuk Distribusi Kopi dari Desa ke Kota

Perkembangan jalur kereta api di Pulau Sumatera sudah mulai dibangun sejak zaman kolonial Belanda untuk mempermudah akses pengiriman logistik dari Desa ke Kota.

Baca Selengkapnya
Ridwan Kamil Sebut Jakarta Tak Pernah Didesain untuk Jadi Ibu Kota Negara, Dipilih karena Terpaksa

Ridwan Kamil Sebut Jakarta Tak Pernah Didesain untuk Jadi Ibu Kota Negara, Dipilih karena Terpaksa

Kebijakan untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta sudah ada sejak zaman kolonial Belanda.

Baca Selengkapnya
Mengunjungi Petilasan Mbah Joget Penari pada Masa Kolonial Belanda,  Ada di Puncak Bukit Kota Semarang

Mengunjungi Petilasan Mbah Joget Penari pada Masa Kolonial Belanda, Ada di Puncak Bukit Kota Semarang

Tempat itu biasa digunakan orang untuk bersemedi dan menenangkan diri.

Baca Selengkapnya
Gagasan 40 Kota Selevel Jakarta ala Cak Imin, Timnas AMIN Beberkan Sumber Anggarannya

Gagasan 40 Kota Selevel Jakarta ala Cak Imin, Timnas AMIN Beberkan Sumber Anggarannya

Timnas Amin menilai kota selevel Jakarta baru ada lima sehingga kota-kota lain perlu diprioritaskan pembangunannya daripada anggaran dihabiskan untuk IKN.

Baca Selengkapnya
Jejak Sejarah Kelapa Sawit di Indonesia, Berawal dari Perusahaan Besar Milik Belanda di Pantai Timur Sumatra

Jejak Sejarah Kelapa Sawit di Indonesia, Berawal dari Perusahaan Besar Milik Belanda di Pantai Timur Sumatra

Tanaman ini dibawa oleh orang-orang Belanda ke Nusantara.

Baca Selengkapnya