Tradisi Masyarakat Sunda saat Musim Kemarau, Pasang Kincir Angin dari Bambu
Semaking bising suaranya, semakin senang warga.
Semaking bising suaranya, semakin senang warga.
Memasang kincir angin menjadi tradisi masyarakat Sunda saat musim kemarau. Permainan tradisional yang kerap disebut kolecer itu akan dipasang di halaman rumah hingga di pinggir-pinggir jalan desa setempat. Suara nyaring kemudian akan muncul dan menambah kemeriahan kampung.
Merujuk laman warisanbudaya.kemdikbud.go.id, Kamis (19/10), warga yang memasang kincir angin berbahan bambu ini akan membuatnya semenarik mungkin.
Pada bagian ujung kincir angin akan diberi hiasan warna-warni dari kertas minyak, kain, maupun bendera.
Hiasan tersebut akan sangat indah jika dipandang dari bawah, dan saat tiang kincir angin memutar dari kanan ke kiri.
Memasang kolecer atau kincir angin sudah menjadi tradisi turun temurun di perdesaan Sunda.
Jika berkesempatan mampir ke wilayah dataran tinggi Sumedang, Garut, Bandung, Tasikmalaya, Ciamis dan sekitarnya, kolecer bisa terlihat bahkan hingga ke atas-atas bukit.
Anak-anak hingga orang dewasa masih memasang kolecer atau kincir angin sampai sekarang setiap musim kemarau sampai musim angin tiba.
Kincir angin tersebut umumnya terbuat dari batang pohon bambu yang dibuat menyerupai kipas angin. Setiap kolecer memiliki baling-baling yang bisa memutar cepat sesuai embusan angin.
Bagian kincir yang berada di paling atas bisa memutar ke kiri dan ke kanan mengikuti arah angin.
Kemudian kincir angin akan dipasang di atas tiang bambu setinggi 3 sampai 5 meter, bahkan tak jarang lebih.
Terdapat hal unik dari tradisi memasang kincir angin, yakni semakin bising suara baling-baling akan semakin digemari dan membuat pemiliknya bangga.
Dalam satu kincir angin biasanya memiliki suara “wuuk” atau yang biasa disebut oleh warga setempat dengan Nyeguk.
Jika diartikan dalam bahasa Indonesia, Nyeguk artinya tekanan angin kuat dari angin yang berperan memutarkan kincir angin sampai berbelok ke kanan dan kiri.
Sementara itu, kincir angin juga dipakai kalangan petani Sunda untuk melindungi pertaniannya.
Dikutip dari ANTARA, kincir angin tersebut akan dipasang di area-area yang terdapat kebun palawija dan berfungsi mengusir burung dan pemangsa tanaman lainnya.
Beberapa daerah yang menggunakan kincir angin untuk melindungi pertaniannya adalah Desa Cisayong Kabupaten Tasikmalaya lalu di Kabupaten Subang.
Nirok Nanggok, tradisi masyarakat Belitung saat menangkap ikan ketika musim kemarau telah tiba.
Baca SelengkapnyaTradisi nadran yang dilakukan masyarakat pesisir Indramayu menyimpan makna khusus.
Baca SelengkapnyaTradisi ini terus dilestarikan masyarakat Sedulur Sikep agar tidak punah
Baca SelengkapnyaTradisi ini digelar para petani saat memasuki musim tanam padi. Seperti halnya para petani di Desa Selokgondang, Kecamatan Sukodono, Lumajang.
Baca SelengkapnyaMauludan merupakan perayaan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kemuja, Kabupaten Mendo Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Baca SelengkapnyaTradisi ini sudah sangat melekat di masyarakat Nias hingga sudah menjadi simbol dan budaya yang dihadirkan dalam acara-acara adat.
Baca SelengkapnyaUniknya, tradisi ini hanya satu-satunya di Indonesia. Bahkan etnis Tionghoa di daerah lain tidak ada pelaksanaan tradisi yang serupa.
Baca SelengkapnyaMasyarakat Sunda di Jawa Barat masih melestarikan kegiatan melepas burung merpati sebagai satu rangkaian pernikahan yang sakral.
Baca SelengkapnyaPanitia menyiapkan 9 ton nasi, 14 ekor kerbau, dan 80 ekor kambing untuk tradisi Buka Luwur.
Baca Selengkapnya