Cerita Masa Lalu Sungai Cibanten, Pernah Jadi Jalur Kapal Rempah di Zamah Kolonial
Sungai Cibanten dulu menjadi tonggak kehidupan sosial masyarakat di Banten
Sungai Cibanten dulu menjadi tonggak kehidupan sosial masyarakat di Banten
Sungai Cibanten yang membentang dari Gunung Karang sampai kawasan hilir di Kasemen, Kota Serang, telah menjadi saksi bisu dari perjalanan panjang sejarah dan kehidupan masyarakat di provinsi tersebut.
Dahulu, sungai sepanjang 35,9 KM ini menyimpan cerita yang menarik tentang peradaban dan kehidupan selama berabad-abad.
Ini dibuktikan dengan ditemukannya sejumlah situs bersejarah sejak zaman purba, hingga bangunan kuna peninggalan era kolonial Belanda.
Kemudian, Sungai Cibanten juga menjadi jalur perdagangan rempah oleh kapal-kapal berukuran sedang hingga kecil sejak abad ke-16.
Ini terkait fungsi aliran yang tak hanya pengendali banjir, namun sebagai jalur alternatif dari dan menuju kerajaan Banten yang berkuasa sampai pertengahan abad ke-19.
Seiring dengan perkembangan zaman, Sungai Cibanten tetap memegang peran penting dalam pembangunan dan kehidupan masyarakat di era sekarang.
Selain itu, sungai ini juga difungsikan sebagai saluran irigasi pertanian hingga penyediaan air bagi masyarakat karena melimpahnya air baku yang melintas.
Terdapat sejumlah situs bersejarah yang ada di kawasan Sungai Cibanten, dan tersebar mulai dari hulu hingga hilir.
Salah satu di antaranya ialah situs Odel yang letaknya 2 KM, sisi selatan Cibanten.
Merujuk laman Pemprov Banten, situs Odel diklaim sebagai situ tertua dengan bentuk peninggalan berupa batu serpih, batu bilah, inti, beliung sampai manik-manik yang diduga pernah digunakan oleh masyarakat di zaman purba.
Lalu, ada juga situs Banten Girang yang berbentuk gua dan merupakan peninggalan Kerajaan Sunda saat masih menguasai Banten, sebelum berdirinya Kesultanan Surosowan tahun 932 dan 1030 masehi.
Lalu, ditemukan juga arca Dwarapala di lokasi yang tak jauh dari situs Banten Girang.
Arca ini mempunyai atribut layaknya seorang penjaga bangunan suci, dengan perawakan yang menyeramkan.
Berdasarkan informasi yang tertulis, arca ini merupakan penjaga yang diletakkan di luar pintu gerbang candi Buddha, untuk melindungi dari serangan musuh.
Kemudian ada juga bangunan peninggalan zaman kolonial di sekiran Sungai Cibanten yang dibangun untuk sarana menyebarkan agama Islam, yakni Masjid Kuno Kaujon, Masjid Kenari dan Masjid Agung Banten Lama.
Bangunan peninggalan perjuangan bangsa juga ditemukan di sekitar aliran Sungai Cibanten, di antaranya Gedung Joeang 45, Gedung Negara atau Gedung Karesidenan. Bangunan-bangunan itu sampai sekarang masih terawatt dengan baik.
Disampaikan Staf Balai Pelestarian Kebudayaan VII, Yanuar Mandiri, Sungai Cibanten sejak dulu merupakan urat nadi kehidupan masyarakat.
“Cibanten ini sangat vital pada masanya, karena sebagai rute transportasi, juga sebagai pertahanan di masa Kerajaan Banten Girang,” terangnya.
Berbeda dengan kawasan DAS hingga hilir yang kotor, penyempitan dan pendangkalan, di wilayah hulu sungai terdapat sumber mata air di Gunung Karang wilayah Ciomas yang syahdu sekaligus memiliki air yang jernih.
Terpantau di kanal Youtube Bayu Samudra Oxone, banyak remaja dan anak muda setempat menjadikan kawasan tersebut sebagai lokasi untuk berenang.
Pepohonan yang rindang di kawasan itu membuat areanya jauh dari terik panas matahari.
Kemudian di pinggir titik nol Cibanten juga tersedia lapak-lapak pegadang yang menjual aneka makanan dan minuman ringan.
Kebakaran Gudang Munisi Daerah (Gudmurah) Kodam Jaya di Desa Ciangsana, Kabupaten Bogor, Jawa Barat berdampak pada pemukiman warga sekitar.
Baca SelengkapnyaCerita rakyat pendek bisa Anda berikan kepada si kecil sebagai dongeng pengantar tidur.
Baca SelengkapnyaWilayah Kelenteng Sam Poo Kong dulunya berada di pinggir laut. Kini jaraknya sekitar 7 km dari bibir pantai
Baca SelengkapnyaSyawalan itu digelar di puncak bukit. Puluhan ribu warga hadir dalam acara itu
Baca SelengkapnyaSantet Banyuwangi punya sejarah panjang sejak zaman kerajaan.
Baca SelengkapnyaSang Jenderal kerap menyapa masyarakat yang kembali dari kampung halaman menuju Kota Pekanbaru
Baca SelengkapnyaJembatan yang satu ini konon menjadi jembatan tertua yang ada di Pulau Sumatera.
Baca SelengkapnyaPihak kolonial enggan membiarkan keturunan Suropati hidup tenang
Baca SelengkapnyaRengginang sudah ada sejak puluhan tahun silam di tanah Priangan
Baca Selengkapnya