Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Presiden miskin dan calon pemimpin nekat

Presiden miskin dan calon pemimpin nekat Presiden Uruguay Jose Mujica. infolatam.com

Merdeka.com - Apa yang Anda bayangkan dari seorang presiden? Pakai jas atau baju rapi, rumah di istana lengkap, kemana-mana naik mobil mewah, dikawal khusus, penjagaan tempat tinggal ketat, harta melimpah, keluarga sejahtera. Selanjutnya, bayangkan dan tambahkan sendiri ciri-ciri presiden sesuai pikiran Anda. Mungikin itu sebabnya, banyak yang ingin menjadi presiden.

Bayangan tadi tidak sepenuhnya salah, tapi belum tentu presiden adalah seperti itu. Hari-hari ini orang sedang menengok seorang presiden unik - karena tidak seperti gambaran orang kebanyakan - namanya Jose Alberto Mujica Cordano, presiden Uruguay.

Dia beda dengan yang ada dalam bayangan banyak orang. Bajunya sederhana. Mobilnya cuma VW kodok. Dia menolak tinggal di kediaman resmi kepresidenan di ibu kota, Montevideo. Pepe - begitu dia biasa dipanggil -  lebih memilih tinggal di tanah pertanian di luar ibu kota.

Bahkan, jalan menuju kediaman Mujica belum dilapisi aspal. Gajinya bernilai sekitar Rp 120 juta, disisihkan sebesar 90 persen untuk donasi. Dia cuma mengambil sisanya untuk hidup sehari-hari dan cukup. Ibu negara alias istrinya, masih jual tanaman bunga.

Oleh sebagian besar media internasional, dia pun disebut sebagai presiden termiskin di dunia. Tapi, benarkah dia miskin?

Ada dua jenis "kemiskinan" dalam hal ini. Kemiskinan secara statistik ekonomi adalah dihitung dari pendapatan dan harta yang dimilikinya. Namun, kemiskinan dan kekayaan dalam konteks lain adalah menyangkut jiwa (mental/karakter). Mujica merasa bahwa dia tidak miskin. Meski juga tidak mau disebut kaya.

"Saya disebut presiden termiskin di dunia, tetapi saya tak merasa miskin. Orang miskin adalah mereka yang bekerja hanya untuk menjaga gaya hidup mewahnya dan selalu menginginkan lebih," ujar Mujica berfilosofi. Tidak lebay punya mobil sampai 30-an unit, atau kebun binatang segala.

 

"Ini adalah masalah kebebasan. Jika Anda tak memiliki banyak barang maka Anda tak perlu bekerja keras untuk mempertahankannya dan bekerja seumur hidup layaknya budak. Dengan cara seperti ini, Anda memiliki lebih banyak waktu untuk diri sendiri," tambah dia.

Mujica mungkin sudah di atas rata-rata tingkat kematangan hidupnya. Sebagai mantan gerilyawan, dia memang memilih hidup tidak gampang. Dan dia, bisa membuktikan, bahwa dirinya kaya. Dalam arti, jiwanya kaya.

Bukan seperti seorang koruptor, yang kelihatan mewah, 180 derajat beda dengan gaya Mujica, tapi apa yang terjadi: Orang yang miskin hati selalu kurang, jiwanya keropos dan korup. Menjadi pejabat dengan jiwa yang keropos, selalu mencari waktu dan kesempatan untuk korupsi.

Di kehidupan kita, di Indonesia, tentu apa yang terjadi dengan Mujica bukan tidak ada, malah sebaliknya. Banyak orang punya sifat seperti sang presiden Urugay.

Anda tentu bisa memberikan contoh-contohnya, walaupun tidak sepenuhnya sama. Meski bukan sinetron, masyarakat kita masih butuh semacam contoh teladan. Dengan contoh presiden seperti Mujica itu, yang menjalani hidupnya secara alami, sederhana  - dan tidak pernah curhat kalau gajinya tidak naik - pasti masyarakat merasa tenang. Paling tidak yakin presidennya tidak korup.

Kita memang butuh panutan. Meski, untuk sebuah negara, contoh arif bijaksana nan sederhana, bukan segala-galanya. Ketegasan untuk menghentikan tindakan koruptif juga dibutuhkan. Dan, sebagai negara, tantangan lain adalah kesejahteraan. Mujica mendapat tekanan karena contoh kesederhanaannya dianggap tidak cukup untuk menyejahterakan rakyat. Dan, popularitasnya pun menurun.

Kebutuhan masyarakat terhadap pemimpin (terutama presiden), memang tidak cukup gaya sinetron belaka. Selain sikap bijak, diperlukan juga kecakapan, ketegasan, ilmu pengetahuan, keluasan jaringan nasional-internasional, diplomasi luar negeri, mental pemimpin, tangguh, konseptual, dan lain-lain. Siapa yang bisa memenuhi banyak kriteria, barangkali kita bisa tenang dan bahagia memiliki pemimpin negeri ini.

Tidak harus memimpin menunggu sampai lama berkuasa tapi tak memberikan bekas. Kalau memang bisa menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, kenapa tidak. Lebih cepat tentu akan lebih bagus. Kenyataan mengajarkan, warisan positif (legacy) tidak selalu dibangun oleh kekuasaan yang lama. Dalam masa kekuasaan pendek pun, seorang pemimpin mumpuni bisa membuat legacy.

Dari kenyataan di atas, adalah tidak mudah menjadi calon pemimpin negeri. Tak cukup cuma modal gaya sinetron, apalagi cuma modal nekat. Duh, siapa ya?!

(mdk/tts)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Negara Miskin Bakal Menjadi Negara Kuat karena Hal Ini
Negara Miskin Bakal Menjadi Negara Kuat karena Hal Ini

Negara miskin diyakini memiliki kekuatan dalam bernegosiasi karena mereka merasakan dampaknya secara langsung.

Baca Selengkapnya
Muncul Gerakan Salam Empat Jari, Ini Respons Anies
Muncul Gerakan Salam Empat Jari, Ini Respons Anies

Calon Presiden nomor urut 1, Anies Baswedan menanggapi isu salam empat jari hingga gerakan tak memilih pasangan Capres nomer 2, Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya
Inilah Presiden Indonesia Usia Tertua saat Dilantik, Umurnya di Atas 60 Tahun
Inilah Presiden Indonesia Usia Tertua saat Dilantik, Umurnya di Atas 60 Tahun

Dari 7 Presiden yang memimpin Indonesia, BJ Habibie lah kepala negara RI tertua ketika dilantik yakni 61 tahun.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Jokowi Sebut Presiden Boleh Memihak, NasDem: Penyelenggara Negara Itu Harus Netral
Jokowi Sebut Presiden Boleh Memihak, NasDem: Penyelenggara Negara Itu Harus Netral

Jokowi Sebut Presiden Boleh Memihak, Nasdem: Penyelenggara Negara Itu Harus Netral

Baca Selengkapnya
Cak Imin: Jangan Biarkan Orang Tak Punya Etika Mengatur Negeri Seenaknya Udelnya!
Cak Imin: Jangan Biarkan Orang Tak Punya Etika Mengatur Negeri Seenaknya Udelnya!

Cak Imin dan Anies tidak ingin orang-orang tidak punya etika memimpin Indonesia.

Baca Selengkapnya
Arief Hidayat: Anggapan Presiden Boleh Berkampanye Tak Bisa Diterima Nalar Sehat
Arief Hidayat: Anggapan Presiden Boleh Berkampanye Tak Bisa Diterima Nalar Sehat

Arief Hidayat menyinggung anggapan presiden boleh berkampanye untuk salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Baca Selengkapnya
Presiden Jokowi Diseret Dalam Sidang Sengketa Pilpres, Istana Minta Pembuktian Tuduhan di MK
Presiden Jokowi Diseret Dalam Sidang Sengketa Pilpres, Istana Minta Pembuktian Tuduhan di MK

Pihak Istana masih menunggu pembuktian atas tuduhan yang disampaikan persidangan.

Baca Selengkapnya
Pidato Penutup Cak Imin: Tobat Dimulai dari Etika, Jangan Ugal-ugalan dan Mengangkangi Aturan
Pidato Penutup Cak Imin: Tobat Dimulai dari Etika, Jangan Ugal-ugalan dan Mengangkangi Aturan

Pidato Penutup Cak Imin: Tobat Dimulai dari Etika, Jangan Ugal-ugalan dan Mengangkangi Aturan

Baca Selengkapnya
Momen Dua Penembak Jitu Meminjam Rumah Warga untuk Pengamanan Presiden RI, Dibanjiri Pujian dari Warganet
Momen Dua Penembak Jitu Meminjam Rumah Warga untuk Pengamanan Presiden RI, Dibanjiri Pujian dari Warganet

Wanita ini didatangi langsung oleh sejumlah penembak jitu guna melakukan prosedur pengamanan Presiden RI.

Baca Selengkapnya