Ketidaktanggapan SBY jadi biang kerok gejolak ekonomi RI saat ini
Merdeka.com - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai karut marut kondisi ekonomi Indonesia saat ini tak lepas dari tidak tanggapnya pemerintahan lalu. Pemerintah era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) banyak disebut tidak memanfaatkan momentum quantitative easing (QE) yang sedang dilakukan oleh bank sentral Amerika Serikat atau The Fed.
Derasnya dana asing dari investor masuk Indonesia saat The Fed melakukan QE tidak dimanfaatkan pemerintahan SBY untuk menggenjot perekonomian. Kini saat The Fed mulai menaikkan suku bunganya, tak ayal dana asing tersebut perlahan mulai pergi meninggalkan Indonesia.
"Dana yang masuk itu sayangnya dalam bentuk 'hot money' bukan dalam bentuk investasi langsung. Oke dalam bentuk 'hot money', itu seharusnya segera digunakan untuk pembiayaan produktif. Karena ekonomi itu ada siklusnya, ketika siklus bisnis kita baru naik mestinya kita sudah menyiapkan bagaimana mengantisipasinya ketika nanti turun," papar Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati, di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (29/8).
Enny memaparkan, seharusnya Presiden SBY bisa menyiapkan langkah-langkah antisipasi saat kondisi perekonomian turun. Pertama percepat industri-industri subtitusi impor, percepat hilirisasi industri dan juga percepat energi alternatif.
"Tiga hal itu kan sebenarnya sudah menjadi program ketika era Pak SBY, tetapi kan itu tidak dijalankan," ungkap Enny.
Seandinya tiga program itu dilaksanakan secara serius oleh pemerintah di era Presiden SBY, Enny meyakini, mitigasi risiko ekonomi yang dihadapi Indonesia tidak akan separah saat ini.
"Tidak ada peristiwa ekonomi ini yang terjadi ujug-ujug. Jadi semua kinerja ekonomi itu pasti ada hubungan, kausalitas, hubungan sebab akibat, apa yang kita alami hari ini, tidak bisa dilepaskan dengan apa yang kita lakukan di tahun sebelumnya," ujar Enny.
Diakui Enny, era pemerintahan Presiden SBY terlena karena selain QE juga diuntungkan dengan harga komoditas yang bagus. "Dapat rejeki nomplok dari quantitatif easing Amerika, ada dana masuk yang luar biasa besar ke dalam perekonomian Indonesia," tutur Enny.
Oleh sebab itu, untuk pemerintahan Presiden Joko Widodo, Enny berpesan agar paket kebijakan ekonomi yang akan dikeluarkan pemerintah, harus berani dan aplikatif agar ekonomi Indonesia segera tertolong.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
tetap tingginya inflasi dan kuatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mendorong spekulasi penurunan Fed Funds Rate (FFR).
Baca SelengkapnyaMenurut Hasto, jika kedua utang itu digabung, Indonesia ke depan berpotensi menghadapi masalah serius.
Baca SelengkapnyaMenurutnya, optimisme swasta berperan untuk menggerakan ekonomi nasional.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Walau begitu, perekonomian Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan di angka 5,05 persen.
Baca SelengkapnyaADB mengingatkan kenaikan harga beras bisa mengganggu perekonomian Asia-Pasifik yang diramal mampu tumbuh 4,9 persen di 2024.
Baca SelengkapnyaDengan perputaran yang cukup besar tersebut, dipastikan ekonomi daerah akan produktif mendorong meningkatnya konsumsi rumah tangga.
Baca SelengkapnyaPerry mengatakan, keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global.
Baca SelengkapnyaKenaikan suku bunga dinilai upaya Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi.
Baca SelengkapnyaProyeksi ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2022 yang mencapai 5,31 persen (yoy).
Baca Selengkapnya