Kemenkeu Sebut Penurunan Penerimaan Pajak Bukan Karena Pemberian Insentif
Merdeka.com - Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan, berbagai insentif yang selama ini diberikan tidak akan mengganggu target penerimaan perpajakan. Sebab menurutnya, komponen insentif sebetulnya tak terlalu besar.
Dia menjelaskan, yang mempengaruhi penerimaan pajak adalah kondisi ekonomi. Beberapa hal dalam ekonomi makro khususnya impor, penjualan sektor manufaktur, dan penerimaan pertambangan lah yang kemudian membuat penerimaan pajak meleset dari target.
"Yang mengganggu (faktor) ekonomi, sektor manufacturing dan perdagangan," kata dia, dalam Media Gathering, di Bali, Jumat (2/8).
Menurutnya, insentif pajak yang diberikan pemerintah disadarkan pada perhitungan jangka panjang. Karena itu, diharapkan insentif-insentif tersebut dapat berdampak pada tahun-tahun berikutnya.
"Mari kita coba menghitung tidak terpaku jangka pendek, loss segini (karena insentif), tetapi dampak ikutannya itu setelah dua atau tiga tahun itu dampaknya bisa lebih bagus," tegas Robert.
Hingga semester I tahun 2019, penerimaan pajak diketahui hanya mencapai Rp603,3 triliun atau hanya tumbuh 3,75 persen dari tahun lalu. Penerimaan pajak tertekan khususnya dari industri pengolahan dan pertambangan, akibat adanya penurunan harga komoditas tambang di pasar global.
Pada periode Januari-Juni 2019, pertumbuhan sektor pertambangan tumbuh minus sebesar 14,0 persen jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun 2018 yang mencapai 80,3 persen.
Selain itu, dia menjelaskan, faktor yang mempengaruhi kinerja sektor Pertambangan ialah pertumbuhan restitusi yang mencapai 11,0 persen atau adanya pengembalian pajak akibat putusan pengadilan yang memenangkan Wajib Pajak (WP).
Sementara itu, pada periode Januari-Juni 2019, pertumbuhan sektor Transportasi dan Pergudangan sebesar 23,1 persen atau melampaui kinerja periode yang sama tahun 2018 atau tumbuh 10,7 persen. Adapun kondisi ini didukung oleh masifnya pembangunan infrastruktur pendukung.
Penerimaan pajak yang berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) hingga semester I 2019, tercatat baru mencapai Rp376,32 triliun atau tumbuh 4,71 persen dari tahun lalu. Rinciannya, PPh Migas baru mencapai Rp30,16 triliun atau tumbuh 0,31 persen, serta PPh Non-Migas Rp346,16 triliun atau 5,11 persen.
Sementara Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) baru mencapai Rp212,32 triliun dengan pertumbuhan negatif 2,66 persen dari tahun lalu. Adapun untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan lainnya baru mencapai Rp14,7 triliun atau tumbuh 265,81 persen.
Reporter: Bawono Yadika
Sumber: Liputan6.com
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mayoritas jenis pajak utama tumbuh positif sejalan dengan ekonomi nasional yang stabil.
Baca SelengkapnyaJika dilihat dalam perjalanannya, penerimaan pajak sempat mengalami penurunan yang signifikan yakni pada tahun 2020.
Baca SelengkapnyaIndustri pembiayaan diprediksi akan terus meningkat tahun ini.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Dengan perputaran yang cukup besar tersebut, dipastikan ekonomi daerah akan produktif mendorong meningkatnya konsumsi rumah tangga.
Baca SelengkapnyaKabupaten Penajam Paser Utara menjadi salah satu contoh perkembangan yang sangat cepat di bidang ekonomi salah satunya UMKM.
Baca SelengkapnyaPerusahaan asal Jerman dikabarkan menyuap pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan pada periode 2014-2018.
Baca SelengkapnyaPadahal ekonom memprediksi angka PDB Jepang kali ini jauh di bawah perkiraan median pertumbuhan sebesar 1,4 persen.
Baca SelengkapnyaPemerintah telah menghitung sedemikian rupa agar terjadi keseimbangan antara insentif yang diberikan dengan penerimaan negara.
Baca SelengkapnyaKebijakan pemutihan tidak efektif, masyarakat cenderung menunda pembayaran pajak karena menunggu pemutihan.
Baca Selengkapnya