Izinkan impor beras, Jokowi tak konsisten dan cuma gagah-gagahan
Merdeka.com - Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla punya pekerjaan rumah besar di sektor pangan. Data terbaru soal indeks ketahanan pangan 109 negara yang dilansir DuPont dan the Economist Intelligence Unit (EIU) memaparkan, tahun lalu Indonesia berada di peringkat 72 dengan skor 46,5.
Soal ketahanan pangan, Indonesia jauh tertinggal dibandingkan negara tetangga Singapura. Negara-kota seluas DKI Jakarta itu ada di peringkat 5 dengan skor 84,3. Bahkan, Indonesia masih kalah dibanding negara ASEAN lainnya semisal Malaysia di posisi 34 (skor 68), Thailand di peringkat 49 (skor 59,9), Filipina di peringkat 65 (skor 49,4), dan Vietnam di peringkat 67 (skor 49,1). Untuk kelompok negara berpendapatan menengah-bawah (pendapatan sekitar USD 1.063-USD 4.058 per kapita) Indonesia berada di posisi 13.
Fakta ini semakin memberatkan ambisi pemerintahan Jokowi-JK untuk swasembada pangan dalam waktu 3-4 tahun kepemimpinan mereka. Target yang dinilai beberapa pihak, cukup ambisius. Untuk mewujudkan swasembada pangan, Indonesia harus menutup rapat-rapat keran impor bahan pangan. Seperti yang diungkapkan Presiden Jokowi akhir Januari lalu.
Belum lepas dari ingatan kita saat Presiden Joko Widodo mengatakan, "Kita punya sawah yang luas. Saya malu waktu ketemu Presiden Vietnam, saya ditanya kapan impor lagi dari Vietnam." Pernyataan itu sekaligus menegaskan janji Jokowi untuk tidak mendatangkan beras dari negara lain.
Anehnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno justru memberi restu pada Bulog untuk mengimpor bahan pangan. "Bulog diharapkan dapat melakukan impor jika memang dibutuhkan," kata Rini.
Keanehan itu akhirnya terjawab sudah. Pekan lalu keluar Instruksi Presiden Nomor 5/2015 yang didalamnya menginstruksikan impor beras diperbolehkan bila ketersediaan beras dalam negeri tidak mencukupi. Inpres itu seolah memberi gambaran menyerahnya Jokowi pada hasutan untuk impor beras.
Impor dilakukan untuk memenuhi kebutuhan stok dan/atau cadangan beras pemerintah, sekaligus menjaga stabilitas harga dalam negeri. Presiden mengingatkan, impor beras dilakukan harus mengedepankan kepentingan petani dan konsumen.
"Pelaksanaan kebijakan pengadaan beras dari luar negeri dilakukan oleh Perum BULOG," tegas diktum KETUJUH poin 3 (tiga) Inpres yang ditandatangani pada 17 Maret 2015 tersebut.
Kritik bermunculan seiring keluarnya inpres tersebut. Konsistensi Jokowi dipertanyakan. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini dituding hanya mencari popularitas dengan mengumbar janji menolak impor beras. Merdeka.com mencatat kritik dan serangan yang ditujukan ke Jokowi akibat kebijakan membuka keran impor beras. Berikut paparannya.
Jokowi dapat bisikan
Anggota Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia Suharyadi menyesalkan keputusan itu. Dia yakin ada 'bisikan' pihak lain di balik terbitnya Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah.
"Saya kira tergantung yang memberikan masukan beliau. Tetapi itu tentu menurut data, stabilitas harga barang dan ditambah sekarang lagi musim paceklik," kata Suharyadi di Jakarta, Jumat (27/3).
Jokowi tak konsisten
Keputusan membuka keran impor beras menggambarkan Jokowi tidak konsisten dengan pernyataannya untuk mewujudkan swasembada pangan.
"Dua hari setelah panen raya, dia malah memberikan kebijakan impor beras. Ini kebijakan kontradiktif," ucapnya.
Jangan umbar janji
Bukan hanya menuding tidak konsisten, Anggota Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia Suharyadi juga menuding Presiden Jokowi masih terbawa suasana kampanye pilpres. Banyak menebar janji demi memenangkan hati rakyat, tapi pada kenyataannya tidak sesuai dengan kenyataan.
"Kalau masa kampanye boleh umbar janji. Kalau larangan impor ya jangan tiba-tiba diubah," sindirnya.
Jokowi gagah-gagahan malah disikat pedagang
Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kamar Dagang dan Industri ( Kadin) Indonesia, Didik J Rachbini berpandangan, Presiden Jokowi terlalu ambisius menetapkan target swasembada pangan dalam waktu 3-4 tahun kepemimpinannya. Berulang kali Jokowi mengaku malu tiap kali bertemu Presiden Vietnam selalu ditanya terkait rencana impor beras Indonesia. Padahal, menurut dia, impor bukan hal tabu untuk menjaga keamanan pangan.
Lantaran ogah melakukan impor, pemerintah justru langsung 'disikat' pedagang dengan menahan stok beras. Akibatnya, harga beras melonjak tajam beberapa waktu lalu.
"Dia (Jokowi) gagah bilang tidak impor beras, akhirnya disikat pedagang. Ditahan (beras) sama pedagang, 9 hari saja sudah naik harga beras," kata Didik di Jakarta, Jumat (27/3).
Jokowi jangan gagah-gagahan lagi
Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kamar Dagang dan Industri ( Kadin) Indonesia, Didik J Rachbini menyarankan pemerintah lebih berhati-hati mengambil keputusan dan tidak lagi 'gagah-gagahan'. Terlebih kebijakan itu langsung bersinggungan dengan pangan.
"Kita tidak usah lagi gagah-gagahan tidak impor," terangnya.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jokowi bersyukur karena pelaksanaan pemilihan umum 2024 berjalan lancar. Jokowi menargetkan arus modal masuk dan investasi kembali masuk ke Indonesia.
Baca SelengkapnyaJokowi mengapresiasi kemitraan strategis kedua negara yang menghasilkan kerja sama konkret.
Baca SelengkapnyaJokowi mengaku tak mudah bagi pemerintah mengelola pangan untuk masyarakat Indonesia yang jumlah penduduknya mebcapai 270 juta orang.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Istana menegaskan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi tak terganggu dengan munculnya wacana pemakzulan Jokowi.
Baca SelengkapnyaImpor beras dari Kamboja untuk memenuhi kebutuhan stok beras menjelang Idul Fitri 1445H.
Baca SelengkapnyaJokowi menyebut tiga bidang kerja sama yang akan diperkuat oleh kedua negara.
Baca SelengkapnyaJokowi Siap Pindah ke IKN Juli 2024, Tapi Istana Wapres Baru Mau Dibangun
Baca Selengkapnya"Cek di pasar Johar naik atau tidak, turun atau tidak, cek, sudah turun," kata Jokowi
Baca Selengkapnya