Ini alasan isi ulang uang elektronik tak pantas dikenai biaya
Merdeka.com - Pengacara perlindungan konsumen sekaligus anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional RI, David Maruhum L. Tobing, melaporkan Gubernur Bank Indonesia ke Ombudsman Republik Indonesia atas dugaan adanya maladministrasi dalam penyusunan peraturan soal biaya isi ulang (top up) uang elektronik. Rencananya BI akan mengenakan biaya sebesar Rp 1.500 sampai Rp 2.000 tiap masyarakat mengisi ulang uang elektronik.
David menilai tidak tepat alasan bahwa biaya top up tersebut nanti digunakan salah satunya untuk proses perawatan peralatan. Sebab, menurutnya, perbaikan dan perawatan alat merupakan tanggung jawab bank.
"Kalau memang dia mau berusaha dia harus punya modal. Kalau pemeliharaan itu konsekuensi pemilik alat. Kalau tidak sanggup untuk usaha itu. Jangan lakukan. Jangan dimodali sama konsumen," tegasnya di Kantor Ombudsman, Jakarta Selatan, Senin (18/9).
Oleh karena itulah, dia berharap Ombudsman memberikan rekomendasi kepada Bank Indonesia untuk membatalkan rencana penerbitan kebijakan pengenaan biaya untuk isi ulang kartu elektronik dan melindungi hak konsumen untuk melakukan pembayaran dengan menggunakan Rupiah kertas maupun logam dalam bertransaksi.
Selain itu, menurutnya, aturan kewajiban penggunaan uang elektronik juga bakal membuat masyarakat sangat bergantung dan tak berdaya di hadapan kebijakan perbankan. "Kalau semua pakai uang elektronik ini bahaya. Semua akan pasrah saja pada kebijakan bank. Bank mau naikan biaya berapa saja, pasti akan pasrah," ungkapnya.
Menanggapi hal ini, Anggota Ombudsman Bidang Ekonomi I, Dadan S Suharmawijaya, mengatakan pihaknya telah menerima laporan dari David dan akan segera memprosesnya.
"Ombudsman dalam hal ini menerima laporan tersebut dan akan melakukan penelaahan apakah terjadi maladministrasi. Tentu setelah itu baru bisa diketahui dengan melakukan proses lanjutan berupa klarifikasi," kata dia.
"Kita akan telaah Undang-Undangnya seperti apa, juga kenapa biaya top up ini jadi beban konsumen padahal upaya ini untuk memperlancar bentuk layanan, meminimalisir kemacetan," tutup Dadan.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
QRIS akan tetap menjadi pilihan masyarakat dalam bertransaksi, karena biayanya masih relatif lebih murah.
Baca SelengkapnyaSaat ini banyak modus penipuan yang dilakukan di bidang keuangan dengan memanfaatkan media sosial.
Baca SelengkapnyaTernyata uang yang salah transfer dari orang lain harus dikembalikan ke pemiliknya karena jika tidak bisa dipidana dan denda Rp5 miliar.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Demi Bantu Kesusahan Warga Soal Ekonomi, Pelda TNI Indro Rela Pinjamkan Uang Tanpa Bunga.
Baca SelengkapnyaMahasiswa ITB mengeluhkan pembayaran UKT yang bisa melalui layanan pinjaman online namun dengan bunga tinggi.
Baca SelengkapnyaMelakukan penukaran di layanan resmi dijamin keaslian uangnya.
Baca SelengkapnyaBagi masyarakat yang ingin menukarkan uang melalui pelayanan tersebut harus membawa indentitas seperti kartu tanda penduduk (KTP).
Baca SelengkapnyaPelaku memiliki utang sebesar Rp1,2 juta, saat ditagih dia gelap mata dan menusuk temannya.
Baca SelengkapnyaAwal merintis bisnisnya, Sueb mendapat omzet puluhan juta. Kini Sueb mampu meraih omzet hingga miliaran rupiah.
Baca Selengkapnya