Batik buatan Indonesia laris manis hingga ke Eropa dan Amerika
Merdeka.com - Menteri Perindustrian Saleh Husin mendampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) membuka perhelatan Gelar Batik Nusantara 2015 di Jakarta Convention Centre (JCC), Senayan, Jakarta, Rabu (24/6).
Saleh menjelaskan, batik merupakan wujud dari hasil cipta dan karya seni anak bangsa yang diekspresikan pada disain motif kain, pakaian, sarung, dan kain dekoratif lainnya. Dari tahun ke tahun, batik Indonesia semakin berkembang dan menjelma menjadi kekayaan nasional bernilai tinggi.
Industri batik nasional dan daerah, diakui sudah memberikan kontribusi positif dalam ekspor nonmigas. "Dalam jangka panjang tantangan yang dihadapi adalah perlunya melestarikan dan meningkatkan nilai tambah batik Indonesia yang merupakan potensi kekayaan nasional," ujar Saleh Husin.
Dari data Kemenperin, usaha batik skala Industri Kecil dan Menengah (IKM) di Indonesia sampai saat ini berjumlah 39.641 unit usaha dengan penyerapan tenaga kerja 916.783 orang. Nilai produksi batik nasional mencapai USD 39,4 Juta dengan nilai ekspor USD 4,1 Juta.
Ekspor batik juga selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2010 nilai ekspor batik hanya USD 22 juta. Empat tahun kemudian melonjak menjadi USD 340 juta. Batik nasional laris manis di Amerika, Korea Selatan, Jepang, Belanda, Jerman, hingga Inggris.
Sebagai bagian dari pengembangan industri bisnis, Saleh mengklaim pihaknya ikut fasilitasi di tingkat IKM. MUlai dari pelatihan teknis produksi, desain, dan manajemen produksi hingga pemasaran. Termasuk bimbingan teknis terhadap IKM Batik secara intensif dengan tujuan memberikan masukan dan solusi terhadap produk yang dihasilkan IKM agar lebih baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Selain itu, lanjut Saleh, Kementerian Perindustrian memberikan bantuan alat untuk menunjang produksi batik di tingkat IKM. Untuk bantuan pemasaran, Kemenperin mengklaim mengikutsertakan IKM Batik pada pameran berskala nasional maupun internasional.
Dalam laporan tahunan World Economic Forum 2014, yang dirilis akhir 2014, Indonesia menempati peringkat 34 dari 144 negara berdasarkan indikator 12 pilar daya saing, yaitu institusi, infrastruktur, kondisi makroekonomi, kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan tinggi dan pelatihan, efisiensi pasar, efisiensi pasar tenaga kerja, perkembangan pasar keuangan, kesiapan teknologi, ukuran pasar (market size), kemutakhiran bisnis, dan inovasi.
"Kondisi Ini tentu boleh kita merasa bangga, namun kita tidak boleh berhenti untuk berusaha menggenjot daya saing kita, mengingat juga saat ini ASEAN telah menjadi Pasar Tunggal yang berarti bebasnya keluar masuk arus modal, barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terampil di antara sesama negara ASEAN," imbuh Saleh.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Produk kerajinan batik kayu di Krebet telah menjangkau pasar nasional maupun internasional
Baca SelengkapnyaBatik tulis khas Bayat itu unik karena memakai pewarna alami. Pelaku usahanya juga memiliki misi pelestarian lingkungan.
Baca SelengkapnyaGanjar meyakini, hasil produksi pengrajin batik Sukoharjo bila dibawa ke tempat yang lebih baik pemasarannya maka nilai jual ekonominya akan bertambah.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Batik-batik ini juga sudah tercatat dalam Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kemenkumham RI.
Baca SelengkapnyaPresiden SBY ajak keluarga belanja batik sampai temukan motif spesial kesukaan Ibu Ani.
Baca SelengkapnyaKementerian Agam merilis batik haji Indonesia setelah 12 tahun tidak diganti.
Baca SelengkapnyaJamur ini mahal, langka dan harus menunggu sambaran petir untuk dipanen.
Baca SelengkapnyaDalam selembar batik khas Ciwaringin terdapat perjuangan rakyat melawan penjajahan.
Baca SelengkapnyaDaging sapi di pasaran langka hingga sebabkan kenaikan harga, hal ini jadi biang keladinya.
Baca Selengkapnya