4 Dampak Buruk Pada Iklim Investasi Jika Upah Minimum Naik Tiap Tahun
Merdeka.com - Kepala Lembaga Demografi Universitas Indonesia, Turro S Wongkeran, menilai kenaikan upah minimum bagi tenaga kerja atau buruh di setiap tahunnya akan berdampak buruk bagi iklim investasi dalam negeri. Setidaknya dia mencatat ada empat dampak buruk yang berpotensi membuat investor lari dari Indonesia.
"Upah minimum tenaga kerja yang terus meningkat tidak baik bagi iklim investasi Indonesia. Ada empat hal nantinya yang akan dilakukan pengusaha atau investor," kata dia dalam webinar bertajuk 'Kebijakan RUU Cipta Kerja Dalam Perspektif Teori Ekonomi', Jumat (11/10).
Pertama, memicu gelombang pemutusan hubungan kerja atau PHK. Menurutnya, PHK menjadi pilihan utama yang kerap dilakukan oleh investor apabila merasa kesulitan untuk memenuhi kewajiban upah.
Kedua, relokasi tempat usaha ke provinsi lain hingga luar negeri. Umumnya pelaku usaha akan memindahkan tempat bisnisnya apabila upah minimum di suatu provinsi terlampau tinggi. Bahkan, peluang untuk pindah usaha hingga keluar negeri menjadi paling besar.
"Nomor kedua biasanya pindah lokasi. Bisa dari provinsi lain yang lebih murah. Tapi bisa juga ke negara lain umumnya. Mereka memilih negara dengan upah minimum harga yang lebih murah," jelasnya.
Ketiga, mendorong digitalisasi. Melalui pemanfaatan teknologi canggih dalam kegiatan produksi otomatis membuat jumlah tenaga kerja menjadi berkurang. "Karena biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan akan jadi sedikit," imbuhnya.
Terakhir, tidak membuka lapangan pekerjaan baru. Adanya upah minimum yang tinggi dianggap sebagai suatu beban tersendiri oleh perusahaan. Alhasil pelaku usaha lebih memilih untuk tidak lagi membuka lapangan kerja baru.
"Sebab memindahkan ke divisi lain atau sektor usaha lain akan tidak mungkin dilakukan. Karena sudah ada penggunaan teknologi dalam sistem produksi," tutupnya.
Upah Buruh Indonesia Lebih Tinggi dari Malaysia dan Vietnam
Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahllil Lahadalia, menyebutkan upah buruh di Indonesia terlampau mahal. Hal itu mengakibatkan investor lebih memilih negara Asia Tenggara lainnya sebagai tempat berusaha.
Data BKPM mencatat upah buruh di Indonesia rata-rata mencapai Rp 3,93 juta per bulan. Sementara, rata-rata upah buruh di Malaysia sebesar Rp 3,89 juta. Sedangkan Vietnam, hanya membanderol upah buruhnya Rp 2,64 juta.
"Upah kita paling tinggi. Jadi, ini kondisi tidak terlalu baik bagi kita dalam melakukan persaingan untuk mengembangkan investasi," ujarnya dalam webinar di Jakarta, Rabu (12/8).
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Saat ini investor cenderung memperhatikan arah kebijakan, kemungkinan perubahan-perubahan di sisi pemerintah yang akan mempengaruhi bisnis.
Baca SelengkapnyaPekerja diharapkan dapat mendorong perekonomian bukan menimbulkan ketidakpastian
Baca SelengkapnyaPemilu 2024 diyakini tidak akan mengganggu investor yang masuk ke Indonesia.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Bahlil menilai kenaikan tarif pajak hiburan ini bisa berdampak terhadap perkembangan bisnis di Indonesia.
Baca SelengkapnyaPemerintah seharusnya mengevaluasi faktor penyebab kegagalan pencapaian target investasi energi terbarukan selama ini.
Baca SelengkapnyaDengan perputaran yang cukup besar tersebut, dipastikan ekonomi daerah akan produktif mendorong meningkatnya konsumsi rumah tangga.
Baca SelengkapnyaLanjut Mahfud, ada orang yang mau berinvestasi dengan prospek yang besar atau gede.
Baca SelengkapnyaPosisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali karen hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang.
Baca SelengkapnyaJokowi bersyukur karena pelaksanaan pemilihan umum 2024 berjalan lancar. Jokowi menargetkan arus modal masuk dan investasi kembali masuk ke Indonesia.
Baca Selengkapnya