Keseruan Mengikuti Tradisi Timba Laor Kala Purnama di Ambon
Merdeka.com - Tua, muda, remaja, bahkan anak-anak berduyun-duyun menuju laut di malam hari. Gelap gulita, dipandu dengan obor dengan api yang menerangi. Mereka bukanlah mencari ikan laut, melainkan cacing laut. Orang Ambon menyebutnya Laor, moluska panjang menggeliat yang bagi sebagian orang menjijikkan. Namun punya protein yang melimpah dibandingkan ikan laut pada umumnya.
Jika obor dan lampu dipadamkan, sinar bulan purnama menjadi pembimbingnya. Baik masyarakat Ambon maupun bagi cacing laut berenang. Kemunculan laor memang beriringan dengan fenomena bulan purnama. Sinarnya yang begitu terang, menembus gelap gulitanya malam di lautan. Mencari mangsa binatang tak bertulang di sela-sela karang. Tradisi tahunan ini selalu dinanti, rela berbasah-basahan dan diselimuti dinginnya malam.
Kemunculan laor atau cacing laut hanya satu kali dalam satu tahun. Yakni pada bulan purnama Maret atau April. Kedua bulan tersebut sering terjadi purnama penuh atau biasa disebut Supermoon.
Tradisi Timba Laor ©2021 Merdeka.com/Eddie Likumahua
Saat purnama muncul, masyarakat Ambon segera merapat ke tepian pantai Nusaiwe dan Leitimur Selatan, Ambon, Maluku. Berbekal jaring tradisional yang disebut dengan nyiru-nyiru. Jaring bulat dengan gagang panjang sebagai pegangan. Lubang jaring yang kecil dipilih agar laor tidak mudah lepas kembali setelah ditangkap. Tak lupa baskom berisi sedikit air untuk menampung hasil tangkapan laor.
Jika tanpa alat bantu penerangan, mereka kesulitan mencari laor. Pasalnya obor, lampu, hingga petromaks akan menjadi pemandu cacing-cacing untuk berkumpul. Di bawah sinar benderang cacing laut yang sudah berkumpul segera dikeruk. Seketika jaring penuh dengan laor yang berenang mencari jalan keluar.
Tradisi Timba Laor ©2021 Merdeka.com/Eddie Likumahua
Beginilah penampakan laor atau cacing laut hasil tangkapan tradisi Timba Laor. Cacing dengan nama ilmiah Polychaeta yang tergolong pada filum Annelida. Cacing ini berasal dari zaman kambrium. Tepat dengan adanya fosil Polychaeta yang berumur 530 juta tahun yang lalu. Tubuhnya berwarna warni, mulai dari hitam, merah, hijau, cokelat, dan kuning.
Rata-rata panjang laor 3-5cm dan dengan kemunculan yang sangat jarang. Tampak menggeliat dan berenang mencari celah saat berada di dalam jaring. Jika dipegang, teksturnya licin, kenyal dan bagi yang tidak terbiasa akan meraasa geli. Cacing-cacing inilah nantinya akan diolah menjadi santapan yang kaya nutrisi.
Tradisi Timba Laor ©2021 Merdeka.com/Eddie Likumahua
Sebelum terjun ke laut, dilakukan doa dan ritual para pemangku adat. Tujuannya ialah agar hasil tangkapan laor melimpah. Pasalnya kekhawatiran selalu melanda, ada kemungkinan laor tidak muncul ke perairan dangkal. Tak hanya dikonsumsi, jika tangkapan melimpah masyarakat Ambon juga akan menjualnya ke pasar.
Memang susah-susah gampang saat menggiring laor. Jika tak jeli, laor akan memanfaatkan bebatuan karang untuk bersembunyi. Dalam satu kali jaring, setidaknya ada ratusan laor yang terperangkap. Tentu saja bumbu khas Ambon telah menanti, menyulap laor menjadi kudapan penggoyang lidah.
Tradisi Timba Laor ©2021 Merdeka.com/Eddie Likumahua
Cacing laut atau laor dipercaya memiliki kandungan protein 3x lipat lebih tinggi dibanding ikan laut. Kandungan vitamin B12 juga melimpah pada tubuh laor. Hanya dengan membersihkan kotoran pada tubuh laor. Kemudian memasaknya dengan bumbu yang kaya akan rempah.
Meski hanya satu tahun sekali namun keberuntungan berpihak pada masyarakat Ambon. Pada tahu 2018, laor muncul 2 kali pada bulan Maret. Selama 2 hari, mereka merayakan tradisi Timba Laor.
Tradisi Timba Laor saat ini menjadi festival resmi yang menggandeng dinas pariwisata. Mengemasnya menjadi acara tahunan untuk menarik animo wisatawan. Di Indonesia, tradisi serupa juga ditemukan di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Mereka menyebutnya dengan Nyale.
(mdk/Ibr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Perahu Bidar, Tradisi Lomba Perahu di Sungai Musi yang Sudah Ada sejak 1898
Tradisi lomba Perahu Bidar ini sudah berlangsung sejak Kesultanan Palembang tepatnya pada tahun 1898. Lomba ini juga dikenal dengan istilah Kenceran.
Baca SelengkapnyaUniknya Cara Warga Cirebon Sambut Malam Takbiran, Arak Patung Raksasa Berhiaskan Lampu dan Bendera
Tradisi ini menarik, karena karakter yang diarak merupakan hewan raksasa dan diiringi lampion serta obor bersama gema takbir
Baca SelengkapnyaMengenal Maapam, Tradisi Memasak Apam Khas Pasaman Barat Sambut Bulan Ramadan
Dalam menyambut bulan penuh berkah, masyarakat Pasaman Barat memiliki salah satu tradisi unik yang sudah diwariskan secara turun-temurun.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Begini Awal Mula Tradisi Mudik Jelang Lebaran di Indonesia, Sudah Ada Sejak Kerajaaan Majapahit
Tradisi ini telah menjadi fenomena sosial yang besar di Indonesia, di mana jutaan orang memilih untuk meninggalkan kota.
Baca SelengkapnyaMengenal Tradisi Bodho Kupat, Satu Kampung di Lumajang Kompak Jadi Pedagang Janur dan Ketupat
Bodho Kupat sendiri merupakan tradisi yang rutin diselenggarakan masyarakat Lumajang ketika memasuki hari ketujuh Lebaran Idulfitri.
Baca SelengkapnyaUniknya Tradisi Sambut Lebaran di Bengkulu, Bakar Batok Kelapa dengan Penuh Sukacita
Tradisi ini biasa dilakukan oleh masyarakat Suku Serawai yang ada di Bengkulu yang dilaksanakan pada malam menjelang Idulfitri.
Baca SelengkapnyaMengenal Tradisi Adang yang Sakral, Ritual Memasak Warga Serang Sambut Hari Besar Keagamaan
Kabupaten Serang memiliki kearifan lokal yang hampir punah bernama Adang.
Baca SelengkapnyaApakah Opor Ayam Bisa Dipanaskan? Berikut Penjelasannya
Opor ayam memiliki makna mendalam dalam tradisi sajian Lebaran di Indonesia.
Baca SelengkapnyaSerunya Kerapan Kerbau Tradisi Petani di Lumajang Jelang Masa Tanam
Selain sebagai hiburan, menyaksikan keseruan kerbau beradu kecepatan, kultur ini juga sebagai simbol rasa syukur dan doa para petani,
Baca Selengkapnya