Besarnya Biaya yang Wajib Disiapkan Perusahaan Jika Sistemnya Kebobolan Hacker
Merdeka.com - Edwin Lim, Country Director Fortinet Indonesia menyebut kebutuhan menjadikan keamanan siber sebagai perhatian di level direksi semakin mendesak. Pasalnya, lebih dari 66 persen organisasi atau perusahaan di Indonesia telah melaporkan penerobosan keamanan siber pelanggaran dunia maya dalam satu tahun terakhir. Biaya pemulihannya pun tak tanggung-tanggung.
"Menghabiskan hingga lebih dari USD1 juta," kata dia dalam keterangannya, Sabtu (29/4).
Jika dirupiahkan, USD 1 juta setara dengan Rp 14 miliar. Maka itu, kata dia, para pemimpin organisasi di Indonesia memprioritaskan perekrutan staf keamanan TI, terlihat dari 87 persen yang menganjurkan keberadaan mereka dalam organisasi.
"Untuk memperkuat postur keamanan siber negara dan mengatasi kesenjangan keterampilan, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) telah memperbarui Konsep Strategi Keamanan Siber Nasional sebagai komponen penting keamanan nasional dalam merespons kemajuan teknologi. Fortinet, sebagai penyedia solusi keamanan siber terkemuka, berkomitmen untuk bekerja sama secara erat dengan BSSN dan lembaga pemerintah lainnya untuk meningkatkan ketangguhan keamanan siber Indonesia," terang dia.
John Maddison, EVP Produk dan CMO di Fortinet mengatakan, kekurangan ahli keamanan siber adalah salah satu tantangan utama bagi sebuah organisasi atau perusahaan.
"Ini menempatkan organisasi dalam risiko, seperti yang ditunjukkan dengan jelas oleh hasil Laporan Kesenjangan Keterampilan Keamanan Siber Global terbaru dari Fortinet," ungkap dia.
Secara global diperkirakan dibutuhkan sebanyak 3.4 juta profesional untuk mengisi kesenjangan tenaga kerja keamanan siber. Pada saat yang sama, Laporan Kesenjangan Keterampilan Keamanan Siber Global 2023 menemukan bahwa antara 2021 hingga 2022 jumlah organisasi Indonesia yang mengalami lima atau lebih penerobosan meningkat sebesar 48 persen.
Jumlah ini lebih rendah dibandingkan dengan angka secara global yaitu 53 persen organisasi. Salah satu sebabnya adalah banyak tim keamanan siber dengan jumlah staf terbatas, terbebani dan tegang saat mereka mencoba untuk memantau ribuan peringatan ancaman setiap hari dan mencoba mengelola solusi yang berbeda untuk melindungi perangkat dan data organisasi mereka dengan benar.
Selain itu, sebagai akibat dari tidak terisinya jabatan di bidang TI karena kekurangan keterampilan siber, laporan tersebut juga menemukan bahwa 82 persen organisasi di Indonesia mengindikasikan bahwa mereka menghadapi risiko siber tambahan.
(mdk/faz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Maraknya aksi peretasan dipicu belum maksimalnya penerapan hukum khususnya UU ITE.
Baca SelengkapnyaBatas pembayaran THR pegawai maksimal pada H-7 lebaran.
Baca SelengkapnyaWanita ini menceritakan pengalaman akun bank dibobol hingga rugi jutaan rupiah akibat nomor HPnya dijual provider ke hacker.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Prabowo mengingatkan, pengadaan teknologi bukan menjadi kunci. Karena yang terpenting adalah SDM.
Baca SelengkapnyaPara peretas memanipulasi daftar harga di toko penjara, menurunkan harga barang menjadi jauh di bawah nilai normalnya.
Baca SelengkapnyaDepartemen Kehakiman AS merilis laporan terbaru tentang dugaan skandal suap yang dilakukan perusahaan software asal Jerman, SAP.
Baca SelengkapnyaSelesma adalah infeksi virus yang menyerang saluran pernapasan bagian atas, seperti hidung dan tenggorokan.
Baca SelengkapnyaBerikut daftar negara-negara yang dianggap kuat terhadap serangan siber.
Baca SelengkapnyaAsosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) merilis hasil survey internet Indonesia 2024.
Baca Selengkapnya