Vonis Hukuman Masih Lemah, STFJ Sorot Kasus Kejahatan Satwa di Sumut dan Aceh
Merdeka.com - Maraknya kasus kejahatan satwa (wildlife crime) di Sumatra Utara dan Aceh sepanjang 2022 telah menyita perhatian Sumatera Tropical Forest Jurnalisme (STFJ). STFJ menyoroti ringannya vonis hukuman hingga melibatkan mantan Kepala Daerah.
Direktur Sumatera Tropical Forest Jurnalisme, Rahmad Suryadi mengungkapkan ringannya hukuman pelaku kejahatan satwa tidak memberikan efek jera. Ini memicu ancaman serius bagi kelangsungan satwa yang dilindungi.
Salah satu sorotan STFJ terkait kasus kejahatan satwa di tahun 2022 ini adalah perdagangan anka Orangutan Sumatra dengan terdakwa Thomas Raider Chaniago alias Thomas yang berumur 18 tahun.
Mirisnya, pelaku kejahatan satwa tersebut hanya dituntut dengan hukuman pidana penjara selama 1 tahun penjara dan denda Rp10 juta saja.
"Putusan ini jauh lebih ringan dan tuntutan JPU dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan," kata Rahmad Suryadi dilansir Liputan6, Kamis (29/12).
Masih Ada Kasus Lain
Kasus kejahatan satwa lainnya, menurut Rahmad, Pengadilan Negeri Kota Binjai menjatuhkan vonis ringan kepada pelaku bernama Edi AP, sindikat perdagangan Orangutan dengan hukuman 8 bulan penjara dan denda Rp100 juta.
Sorotan utama STFJ adalah keterlibatan mantan Bupati Bener Meriah, Aceh, bersama rekannya bernama Suryadi yang terlibat dalam perdagangan kulit harimau. STFJ menilai masih ada kejanggalan dalam penganan kasus ini.
"Sejumlah kasus persidangan tersebut, UU Nomor 5 tahun 1990 dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda 100 Juta rupiah tidak membuat efek jera kepada pelaku, karena masih terlalu ringan," ungkap Rahmad.
Revisi Undang-Undang
Kepala Divis SDA LBH Medan, Muhammad Alinafia Matondang mengatakan jika vonis hukuman para pelaku kejahatan satwa ini jauh dari Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dengan denda Rp100 juta.
STFJ menilai bahwa, dari deretan kasus kejahatan satwa di Sumatra Utara dan Aceh tidak sesuai dengan Undang-Undang yang ada dan tidak berjalan dengan maksimal.
"Ancaman hukuman Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 itu 5 tahun, kenapa tidak ada yang maksimal. Begitu juga dengan hukuman denda, kenapa hanya 100 juta saja. Ini yang menjadi pertanyaan," terang Muhammad Alinafia dilansir Liputan6, Kamis (29/12).
Muhammad Alinafia meminta agar regulasi Undang-Undang itu bisa segera direvisi dan harus dipraktekkan dengan maksimal.
"Regulasi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 harus direvisi, khususnya persoalan hukuman harus lebih dari 5 tahun dan denda lebih dari Rp100 juta," tegasnya.
(mdk/adj)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Orang Utan Sumatra ini lahir 63 tahun yang lalu. Kini ia tinggal di Kebun Binatang Hagenbeck, Hamburg, Jerman.
Baca SelengkapnyaKonon pulau ini tidak ditemukan, namun akibat sebuah peristiwa yang luar biasa, Pulau Si Kantan ini muncul.
Baca SelengkapnyaSalah satu masyarakat asli Sumatra Timur yang kesehariannya hidup di perairan ini berperan dalam melestarikan kehidupan bahari.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Tim SAR gabungan menemukan jasad korban banjir bandang di Kecamatan Suli, Kabupaten Luwu. Korban diidentifikasi sebagai Suardi (70) dan Mutmita (5).
Baca SelengkapnyaSelain alamnya yang indah, Fatumnasi juga dihuni oleh suku tertua di Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Baca SelengkapnyaPenetapan penahanan terdakwa saat ini berada di bawah wewenang majelis hakim
Baca SelengkapnyaKorban telah dievakuasi dari Puskesmas Jangga Baru ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Hamba Muara Bulian.
Baca SelengkapnyaDia merupakan salah satu dari "tujuh pendekar" Indonesia yang memenangi gelar Piala Thomas tiga kali berturut-turut
Baca SelengkapnyaKapolda Jatim Irjen Pol Imam Sugianto menaruh perhatian khusus pada kasus dugaan pencabulan anak tiri oleh anggota Kepolisian di Surabaya.
Baca Selengkapnya