Pernah Terapkan Hukum Pancung, Ini Kisah di Balik Desa Kanibal di Pulau Samosir
Merdeka.com - Saat berkunjung ke Sumatra Utara, tidak ada salahnya untuk mengunjungi Danau Toba sekaligus mampir ke Pulau Samosir. Pulau yang berada di tengah-tengah danau ini memang menyimpan banyak destinasi wisata yang unik dan eksotis.
Ada satu desa di Pulau Samosir yang masih kental dengan budaya Batak, yakni Desa Huta Siallagan. Di desa ini, wisatawan akan disambut oleh keramahan masyarakat lokal dan pesona desa yang begitu indah.
Desa ini terkenal akan kisahnya sebagai desa kanibal. Cerita ini sudah ada sejak zaman leluhur Suku Batak dan masih fenomenal sampai sekarang. Ternyata ada kisah di balik julukan desa kanibal ini yang tak banyak orang tahu. Dilansir dari laman resmi Pemerintah Indonesia, berikut kisah selengkapnya:
Terdapat Batu Parsidangan
Sumber: backpackerjakarta.com ©2020 Merdeka.com
Di desa ini ada sebuah batu besar yang dibentuk menjadi kursi dan meja, yang dikenal dengan Batu Parsidangan. Batu ini menjadi saksi bisu persidangan untuk orang di desa yang berbuat kejahatan.
Tindak kejahatan tersebut bisa berupa mencuri, membunuh, memperkosa, dan menjadi mata-mata musuh. Hukumannya tidak main-main. Jika kejahatannya kecil, maka akan diberikan hukuman pasung. Namun, jika kejahatannya berat, maka pelaku akan dijatuhi hukuman pancung alias potong kepala.
Prosesi Pemancungan
Sumber: pedomanwisata.com ©2020 Merdeka.com
Masyarakat desa ini meyakini bahwa orang yang melakukan kejahatan memiliki ilmu hitam. Pada hari pemancungan, pelaku kejahatan akan ditempatkan di sebuah meja batu dengan mata tertutup kain ulos. Penjahat tersebut akan diberi makan yang berisi ramuan dukun untuk melemahkan ilmu hitam. Kemudian, pelanggar akan dipukul menggunakan tongkat tunggal panaluan, yaitu tongkat magis dari kayu berukir gambar kepala manusia dan binatang, dengan bagian atas berupa rambut panjang.
Tubuh Disayat-sayat
Sebelumnya, pakaian penjahat terlebih dahulu akan dilepaskan untuk memastikan tidak ada jimat yang masih tersisa. Dilansir dari laman Indonesia.go.id, setelah proses itu, seluruh bagian tubuh akan disayat-sayat untuk dipastikan ilmu hitam yang ada telah hilang.Setelah itu, tubuh penjahat akan disiram dengan air asam agar semakin lemah dan hukum pancung baru dilakukan.
Jantung dan Hati Dimakan
Setelah prosesi pemancungan selesai, konon jantung dan hati penjahat tersebut biasanya akan dimakan agar menambah kekuatan sang raja. Sementara, kepala yang sudah terpisah dari badan akan diletakkan di meja berbentuk bulat, sementara badannya akan diletak di meja berbentuk persegi.Kemudian, badan pelaku akan dibuang ke Danau Toba selama tujuh hari tujuh malam. Sedangkan, kepalanya akan diletakkan di depan gerbang masuk Huta Siallagan, sebagai pemberi peringatan kepada raja lain atau rakyat agar tidak melakukan perbuatan yang sama.
Berakhir di Abad ke-19
Kisah penghukuman “sadis” ini berakhir pada abad ke-19, saat agama Kristen mulai masuk dan diperkenalkan oleh misionaris asal Jerman, yaitu Ludwig Ingwer Nommensen ke kawasan Danau Toba.Kini, hukum pancung tersebut sudah tak berlaku dan kisah kanibal tersebut hanya tinggal cerita. Saat ini Hutan Siallagan sudah menjelma sebagai desa wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan.
(mdk/far)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Batu peninggalan di Pulau Samosir ini memiliki bentuk yang unik.
Baca SelengkapnyaSilat Perisai di Kabupaten Kampar kini dibawakan sebatas kesenian pertunjukan untuk menyambut tamu penting dan juga sebagai hiburan masyarakat.
Baca SelengkapnyaKapsul waktu ini berasal dari Zaman Neolitikum dan Zaman Perunggu.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Temuan ini berasal dari Zaman Neolitikum dan Zaman Perunggu.
Baca SelengkapnyaBasrizal Koto dikenal sebagai sosok pengusaha besar di Sumatera.
Baca SelengkapnyaCerita sosok makhluk halus yang satu ini cukup populer di lapisan masyarakat Batak.
Baca SelengkapnyaBayu menegaskan tidak ada alasan bansos pangan menyebabkan stok beras di ritel modern menjadi lebih sulit.
Baca SelengkapnyaTopeng-topeng ini sudah ada sejak zaman Kesultanan Banten ketika menguasai wilayah Sumatra.
Baca SelengkapnyaSalah satu wilayah di Sumatra Barat ini memiliki beragam tempat wisata dan ragam kuliner yang menarik untuk dicoba sekaligus penghasil beras unggulan.
Baca Selengkapnya