Pansus angket buka kemungkinan panggil paksa Miryam
Merdeka.com - Panitia Khusus (Pansus) hak angket membuka kemungkinan menggunakan mekanisme panggil paksa jika Komisi Pemberantasan Korupsi berkukuh menolak permintaan untuk menghadirkan tersangka pemberian keterangan palsu dalam sidang KTP elektronik (e-KTP) Miryam S Haryani. Perintah pemanggilan paksa selain diatur dalam konstitusi, juga tercantum di Pasal 204 UU no 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
"Kalaupun nanti terjadi pemanggilan paksa oleh Kepolisian untuk dihadirkan pada sidang Pansus Hak Angket, itu bukanlah keinginan Pansus DPR ataupun Polri tapi perintah UU," kata anggota Pansus Hak Angket KPK Bambang Soesatyo di Jakarta, seperti dilansir Antara, Minggu (18/6).
Bambang menuturkan, dalam pasal tersebut dinyatakan secara tegas bahwa Warga Negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara Asing (WNA) yang dipanggil panitia angket wajib memenuhi panggilan. "Jika tidak memenuhi panggilan tiga kali berturut-turut, maka Panitia Angket bisa meminta bantuan Polri untuk memanggil paksa," ujarnya.
Politisi Partai Golkar ini mengingatkan KPK sebagai pelaksana UU wajib menjalankan Tugas, Pokok, dan Fungsi (Tupoksi) berlandaskan aturan dan UU. "Sama dengan KPK, Kepolisian maupun Kejaksaan kalau mengirimkan surat panggilan," ujarnya.
Wakil Ketua Pansus angket Taufiqulhadi menyebut KPK diduga melanggar etika dan konstitusi jika menolak permintaan Pansus menghadirkan Miryam S Haryani dalam Rapat Pansus, Senin (19/6).
"KPK sama sekali tidak punya dasar untuk menolak permintaan Pansus Hak Angket. Jika menolak, itu melanggar etika dan konstitusi," kata Taufiqulhadi.
Menurut dia, secara etika timbul tanda tanya besar alasan KPK menolak menghadirkan Miryam. Politikus Partai Nasdem itu menjelaskan, Pansus tidak akan mempersoalkan urusan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) namun ingin mengonfirmasi surat terakhir Miryam yang menyebut tidak pernah ditekan anggota DPR.
"Dalam surat itu, Ibu Miryam mengatakan tidak pernah di tekan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR," ujarnya.
Dia menilai sikap KPK mudah ditebak jika ngotot menolak permintaan Pansus. Menurutnya, itu berarti KPK tidak memiliki rasa percaya diri. Lalu berkaitan dengan konstitusi, Taufik menegaskan bahwa hak angket merupakan amanah konstitusi bukan sekedar UU.
"Jika KPK menolak, berarti KPK menentang amanah konstitusi RI. Sebuah lembaga yang menentang konstitusi, sebetulnya lembaga tersebut tidak berhak hidup di Indonesia," katanya.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Muzzammil menyadari F-PKS tidak bisa sendiri dalam mengajukan hak angket karena terbentur dengan syarat pada UU Nomor 17 Tahun 2014.
Baca SelengkapnyaCak Imin memastikan partainya akan ikut mendukung hak angket kecurangan Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaGanjar mengajak sejumlah parpol untuk memperkuat hak angket.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Seluruh pimpinan dan anggota DPD yang menyetujui pembentukan pansus itu kecurangan pemilu harus diproses Badan Kehormatan DPD RI.
Baca SelengkapnyaPenyebutan istilah KKB menjadi OPM memiliki dampak politis serta konsekuensi pada cara menyelesaikan.
Baca SelengkapnyaMomen Panglima Perang Suku Dani bentak prajurit Kopassus lantaran tak bisa angkat kayu. Begini selengkapnya.
Baca SelengkapnyaMK: DPR Tak Boleh Lepas Tangan soal Masalah Pemilu, Harus Jalankan Fungsi Konstitusional seperti Hak Angket
Baca Selengkapnya