Golkar sebut kuota 30% pengurus parpol perempuan hanya di DPP sebuah kemunduran
Merdeka.com - Ketua DPP Golkar bidang Media dan Penggalangan Opini Nurul Arifin menyambut baik gugatan atas kuota 30 persen perempuan untuk pengurus partai politik yang hanya di level pusat tidak sampai ke daerah (provinsi, kabupaten/kota) seperti diatur dalam pasal 173 ayat (2) huruf E UU 7/2017 tentang Pemilu. Dia berharap gugatan tersebut dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"Memang saya menyadari ketika di pansus itu perempuan hanya berjumlah empat orang sementara kita harus beradu argumentasi dengan para pria akhirnya menangnya sampai di pengurusan partai itu 30 persen di pusat. Nah ini yang digugat oleh perempuan lainnya. Buat saya ini mudah-mudahan bisa dimenangkan karena memang harusnya seperti itu," katanya di The Sultan Hotel, Jakarta Selatan, Sabtu (26/8).
Menurutnya, di UU yang lama berlaku secara umum hingga ke daerah. Namun di UU yang baru menjadi berubah seperti sekarang. Dia menilai hal ini adalah sebuah kemunduran.
"Dulu juga di undang-undang yang lama ya berlaku secara umum sampai daerah ada kemudian berubah ini yang sebuah kemunduran," katanya.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Golkar, Hetifah Sjaifudian mengatakan, dari perspektif perempuan pasal 173 ayat (2) huruf e kurang mendukung upaya percepatan pemenuhan keterwakilan perempuan di politik, yaitu melalui kaderisasi parpol.
"Jadi, jika ada yang menguji materi pasal itu dan menuntut 30 persen keterwakilan perempuan hingga di tingkat provinsi dan kab/kota justru malah bagus. Artinya itu mendorong keterwakilan perempuan di semua level kepengurusan parpol, tidak hanya di pusat. Nah, sekarang kembali pada parpolnya, harus siap dan ada upaya ekstra terhadap peningkatan keterwakilan perempuan," katanya.
"Kalau Partai Golkar sejak awal selalu mendukung ketentuan yang mengatur peningkatan keterwakilan perempuan di semua level," tambahnya.
UU Pemilu pada pasal 173 ayat 2 huruf E yang mengatur keterwakilan perempuan digugat oleh PSI ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sebabnya syarat yang mewajibkan keterwakilan 30 persen perempuan hanya di kepengurusan pusat itu dinilai sebagai tindakan diskriminatif. Sebab, kans para 'srikandi' untuk terlibat aktif dalam kepengurusan di tingkat daerah menjadi terbatasi.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Perludem Tarik Permohonan Pengujian UU Pilkada
Banyaknya tahapan Pilkada 2024 yang akan bersinggungan dengan tahapan Pemilu nasional 2024.
Baca SelengkapnyaGerindra Belum Wacanakan Revisi UU MD3 Tentukan Kursi Ketua DPR
Gerindra menyebut mekanisme pemilihan ketua DPR masih sesuai UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3).
Baca SelengkapnyaLuhut di Depan Airlangga dan Ical: Jangan Mau Diatur Orang Lain, Golkar yang Ngatur!
Luhut meminta kepada para petinggi dan pengurus Partai Golkar jangan menciderai keberhasilan Partai Golkar di Pemilu 2024 ini.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pakar Nilai DPD RI Bentuk Pansus Kecurangan Pemilu Tak Memiliki Landasan Hukum, Ini Dalilnya
Rullyandi menilai, persetujuan pembentukan pansus oleh anggota dan pimpinan DPD RI ini pun melanggar UU MD3.
Baca SelengkapnyaSegini Pensiunan yang Bakal Diterima Anggota DPR Usai Menjabat 5 Tahun
Mantan anggota DPR-RI berhak mendapatkan uang pensiun saat periode jabatannya selesai.
Baca SelengkapnyaPakar Nilai Sanksi DKPP kepada Ketua KPU Tak Pengaruhi Pencalonan Gibran
Menurutnya, paslon 02 itu juga harus diakui memiliki dua titik noda soal etik.
Baca SelengkapnyaPeta Partai yang Mendukung dan Menolak Hak Angket Kecurangan Pemilu di DPR
Wacana hak angket untuk mengusut kecurangan Pemilu 2024 masih bergulir.
Baca SelengkapnyaGolkar Nomor Dua di Pileg 2024, Mungkinkah Jatah Menteri di Kabinet Prabowo Bertambah?
Airlangga ditanya apakah kursi menteri dari Partai Golkar pada pemerintahan Prabowo-Gibran bakal bertambah.
Baca SelengkapnyaSaingi Suara PDIP di Pileg, Golkar Bakal Rebut Kursi Ketua DPR?
Partai Golkar tidak pernah memiliki skenario untuk merebut kursi ketua DPR RI.
Baca Selengkapnya