Demokrat ibaratkan presidential threshold seperti karcis sobek
Merdeka.com - Revisi Undang-Undang Pemilu akan diputuskan hari ini di dalam paripurna DPR, Kamis (20/7). Hingga kini, belum ada titik temu antar fraksi terkait ambang batas pencalonan presiden alias presidential threshold. Ada yang ingin 20-25 persen dan ada yang ingin nol persen.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Agus Hermanto menegaskan, partainya sampai saat ini ingin presidential threshold dihapuskan. Sebab, sudah tidak relevan lagi untuk digunakan ketika pemilu presiden dan pemilu legislatif dilakukan berbarengan.
"Partai Demokrat masih menginginkan 0 persen. Dalam artian karena memang untuk presidential threshold untuk pemilu kali ini, karena pemilu presiden dan wapres itu berbarengan, tentunya secara logika, logika politik kita tidak mungkin menggunakan presidential threshold di tahun 2014," kata Agus di Gedung DPR, Jakarta.
Agus mengibaratkan parliamentary threshold ini seperti karcis saat ingin nonton bola. Menurut dia, tak mungkin menggunakan hasil Pemilu Legislatif 2014 untuk digunakan lagi sebagai acuan mengajukan capres di Pemilu 2019, jika masih ada presidential threshold.
"Ibaratnya nonton bola, nonton bola kan pakai karcis, karcisnya adalah parliamentary threshold atau perolehan suara di masing-masing parlemen untuk mengusung presiden dan wapres. Kalau kita mau nonton bola kan dapat karcis. Lah karcisnya ini sekarang sudah disobek, masa mau dipakai lagi untuk nonton bola berikutnya. Kan nggak logis. Sehinga logika berpikir kita, tentunya yang paling logis adalah kita tidak bisa menggunakan presidential threshold," jelas Agus.
Pada Pemilu 2014 masih menggunakan presidential threshold karena Pemilu legislatif digelar lebih dulu dari pemilu presiden. Sehingga, hasil pemilu legislatif dijadikan acuan syarat mencalonkan presiden yang dinamakan presidential threshold.
Agus mengingatkan kembali, Demokrat ingin presidential threshold dihapuskan karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa Pemilu harus digelar serentak. Kalau berbarengan, kata dia, tentunya tidak mungkin menggunakan perolehan suara parlemen di saat yang bersamaan.
"Dan satu lagi logika kita kan harus memberikan kewenangan atau kebebasan kepada seluruh warga negara Indonesia untuk dipilih dan memilih di dalam pemilu. Dengan adanya parliamentary threshold dan presidential threshold tentunya akan membatasi dari pada keinginan keinginan seseorang yang ingin megabdikan dirinya secara demokratis," tutup Agus.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
JK menyebut, presidential Threshold (PT) atau ambang batas seharusnya tidak 20%.
Baca SelengkapnyaDengan diterapkannya parliamentary threshold sebesar 4%, berdampak kepada banyak suara rakyat tidak dipakai.
Baca SelengkapnyaMahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian gugatan tentang ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4 persen.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Cak Imin belum bisa memastikan apakah tamu yang menjanjikan akan bersilaturahmi benar datang atau tidak.
Baca SelengkapnyaSaat ini Ketum Demokrat AHY fokus menjalankan tugasnya sebagai Menteri ATR/BPN.
Baca SelengkapnyaPartai Gerindra tengah fokus mengawal perhitungan suara pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan legislatif (Pileg) 2024.
Baca SelengkapnyaPotret lawas Presiden SBY saat hadir di Hari Pramuka beberapa tahun lalu sempat mencuri perhatian, terlebih ada sosok Presiden Jokowi yang menerima penghargaan.
Baca SelengkapnyaPertemuan keduanya dilakukan secara tertutup selama satu setengah jam yang didampingi oleh jjaran petinggi masing-masing partai politik.
Baca Selengkapnya