Tanggapi permohonan PK Sanusi, jaksa KPK nilai tidak ada dasar kuat
Merdeka.com - Jaksa penuntut umum pada KPK memberikan tanggapan terhadap permohonan Peninjauan Kembali (PK) oleh terpidana penerima suap terkait pembahasan raperda reklamasi teluk Jakarta, Mohammad Sanusi. Tanggapan yang dibacakan jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berisikan tidak ada landasan kuat bagi pemohon PK, Sanusi, untuk mengajukan langkah hukum terakhir itu.
Di antara poin pertimbangan Sanusi mengajukan PK karena adanya kekhilafan hakim pada putusan tingkat banding. Menanggapi hal itu, jaksa Budhi sarumpaet menilai alasan dari kubu Sanusi tidak dapat diterima dengan pertimbangan majelis hakim tingkat banding menjatuhkan putusan berdasarkan keterangan para saksi yang bersesuaian di tingkat pertama.
"Kesimpulan bahwa majelis hakim telah memutus perkara dari keterangan saksi-saksi yang bersesuaian sehingga majelis hakim memiliki keyakinan bahwa perbuatan pemohon PK terbukti telah melanggar Pasal 12 a undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 KUHP," ujar Budhi, Rabu (1/8).
Selain itu, jaksa tidak menanggapi alasan adik kandung dari Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, M Taufik, perihal adanya novum atau bukti baru mengenai segala kepemilikan asetnya dalam perkara itu. Jaksa menilai, tanggapan akan disampaikan saat pihak pemohon PK menghadirkan saksi-saksi.
Di sisi lain, pihak pemohon PK bakal menghadiri dua orang saksi dan satu ahli dalam sidang nanti. Namun tidak dijelaskan ahli yang akan didatangkan mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta itu.
"Saksi kemungkinan dua orang dan kami minta waktu dua minggu. Karena kita mesti berkirim surat. Ada bukti tertulis juga ditambah dengan ahli kemungkinan satu," ujar Sansusi.
Diketahui, pengajuan PK oleh Sanusi dilakukan setelah vonis 10 tahun pidana penjara dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Vonis di tingkat kedua itu lebih berat dari vonis tingkat pertama di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat yang memvonis Sanusi tujuh tahun pidana penjara.
Ia dinyatakan terbukti bersalah menerima suap Rp 2 miliar dari Ariesman Wijaya, Direktur Utama PT Agung Podomoro Land. Vonis tersebut juga mencakup TPPU yang dilakukan Sanusi. Ia juga divonis pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun setelah menjalani pidana pokok.
Sementara itu aset yang disita atas TPPU Sanusi meliputi Mobil Audi, Mobil Jaguar, lima rumah/apartemen mewah di berbagai tempat, seperti di Thamrin Executive Residence, tanah dan bangunan di Perumahan Vimala Hills Villa and Resort Cluster Alpen, serta sebuah apartemen di Soho Pancoran, dan uang tunai miliaran rupiah.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ganjar mengajak sejumlah parpol untuk memperkuat hak angket.
Baca SelengkapnyaMK bakal menggelar Rapat Permusyawakaratan Hakim untuk membahas posisi Arsul Sani.
Baca SelengkapnyaKeberadaan fungsi pengawasan ini untuk memastikan kekuasaan tidak disalahgunakan dan berjalan sesuai dengan konstitusi dan undang-undang.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Menurutnya penyimpangan itu harus diusut karena KPK merupakan harapan dalam menegakan hukum.
Baca SelengkapnyaGathan sebelumnya mengaku usai menembak membuang senpi ke Kali Ciliwung.
Baca SelengkapnyaRespon KPK soal Tuntutan Hasbi Hasan 'Disunat' Hakim jadi 6 Tahun Penjara
Baca SelengkapnyaPPP harus percaya dengan diri mereka sendiri melalui data serta bukti-bukti yang akan diajukan ke MK.
Baca Selengkapnya78 Pegawai KPK itu sebelumnya meminta maaf secara terbuka telah melakukan pungli di Rutan KPK.
Baca SelengkapnyaPermintaan maaf tersebut dibacakan langsung oleh para pegawai yang dijatuhi sanksi berat oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Baca Selengkapnya