Tak penuhi panggilan KPK, Jonan bisa dihadirkan di sidang eks Dirjen Hubla
Merdeka.com - Menteri ESDM Ignasius Jonan tak penuhi panggilan KPK terkait kasus suap Dirjen Hubla Kemenhub, Antonius Tonny Budiono pada 4 Desember 2017 lalu. Meski KPK menyatakan pemeriksaan Jonan akan dijadwalkan ulang, berkas Antonius tetap dilimpahkan ke pengadilan tanpa adanya kesaksian mantan Menteri Perhubungan itu.
Pengamat hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir, mengatakan, seharusnya KPK memanggil ulang Jonan sebelum berkas Tonny dilimpahkan ke pengadilan. Sebab, pada saat waktu kasus suap terjadi, Jonan yang saat itu menjabat Menhub, merupakan atasan langsung Toni.
"Seharusnya orang menjadi saksi harus hadir dulu, karena bagaimana pun juga Pak Jonan pada saat itu pimpinannya. Ya pimpinan membuat kebijakan dan keputusan, sementara yang bersangkutan melakukan operasional dalam pelaksanaannya. Pada umumnya kebijakan itu seperti itu," kata Mudzakir saat dihubungi, Senin (22/1).
Sebelumnya, KPK juga hendak memeriksa stafsus Jonan, Hadi Mustofa pad 5 Desember lalu. Namun Hadi juga tak penuhi panggilan KPK karena ada agenda lain.
Kendati Jonan tidak jadi memberikan kesaksian pada KPK, sambung Mudzakir, mantan Dirut PT KAI itu tetap bisa dipanggil oleh hakim untuk memberikan kesaksian terhadap kasus suap tersebut.
"Ya mestinya kalau tidak begitu tetap menjadi saksi. Maksudnya menjadi saksi (di pengadilan) walaupun tidak pernah diberkas," ujarnya.
Lebih jauh, Mudzakir menyampaikan, karena proses pembuktian di pengadilan memerlukan keterangan Jonan, maka yang bersangkutan wajib hadir walaupun tidak pernah di-BAP oleh KPK.
"Karena ini upaya untuk mencari kebenaran materil dan hakiki, apakah perbuatan yang bersangkutan tanpa sepengetahuan menteri atau malah justru mendiamkan saja," ungkapnya.
Untuk diketahui, kasus yang melibatkan Tonny bermula saat dia ditangkap di Mess Perwira Dirjen Perhubungan Laut di Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat, pada 23 Agustus 2017. Dalam operasi tangkap tangan itu, KPK menemukan uang lebih dari Rp 20 miliar lebih yang tercecer di kasur dan toilet.
Tonny diduga menerima suap dari PT Adhi Guna Keruktama untuk proyek pekerjaan pengerukan alur Pelabuhan Pulang Pisau Kalimantan Tengah tahun 2016 dan pekerjaan pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Samarinda Kalimantan Timur tahun 2016. Kasus suap ini terjadi saat Jonan masih menjabat Menteri Perhubungan.
Selain itu, uang diberikan karena Tonny telah menyetujui penerbitan surat izin kerja keruk (SIKK) untuk PT Indominco Mandiri, PT Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan (UJP) PLTU Banten. Kemudian, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Tanjung Emas Semarang, yang pengerukannya dilakukan oleh PT Adhiguna Keruktama.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kepala LKPP Hendrar Prihadi menyebut alokasi anggaran pada rencana umum pengadaan barang dan jasa setiap tahunnya mencapai Rp1.200 triliun.
Baca SelengkapnyaJokowi membimbing sembilan anggota KPPU mengucapkan sumpah jabatan
Baca SelengkapnyaUsulan kenaikan pangkat Prabowo ini merupakan usulan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Arief Prasetyo meminta penjadwalan ulang. Ali menjamin, KPK akan menginformasikan jadwal pemeriksaan berikutnya.
Baca SelengkapnyaKabarnya, AHY akan menggantikan Hadi Tjahjanto sebagai Menteri ATR/BPN.
Baca SelengkapnyaGus Mudhlor ditetapkan KPK sebagai tersangka seteah diduga terlibat melakukan pemotongan dana insentif ASN.
Baca SelengkapnyaPenetapan Eddy Hiariej sebagai tersangka oleh KPK dinyatakan gugur setelah praperadilan guru besar Ilmu Hukum Pidana itu dikabulkan Pengadilan Negeri Jaksel.
Baca SelengkapnyaPerusahaan asal Jerman dikabarkan menyuap pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan pada periode 2014-2018.
Baca Selengkapnya