Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Sidang Dugaan Korupsi PDAM Makassar, Adik Mentan Merasa Dijebak Auditor BPK

Sidang Dugaan Korupsi PDAM Makassar, Adik Mentan Merasa Dijebak Auditor BPK Sidang perkara dugaan korupsi PDAM Makassar. ©2023 Merdeka.com/Ihwan Fajar

Merdeka.com - Adik Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Haris Yasin Limpo, yang terjerat kasus dugaan korupsi di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar, membacakan eksepsi atau bantahan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel. Dia mengungkapkan temuan kelebihan bayar deviden, tantiem, dan bonus pegawai berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulsel.

Penasihat hukum Haris Yasin Limpo, Imran Eka Saputra membacakan eksepsi kliennya mengatakan masalah ini berawal dari adanya pemeriksaan BPK RI Sulsel tahun 2018. Saat itu, auditor BPK Sulsel, Wahid Ikhsan Wahyudin mempersoalkan pembayaran deviden, pembayaran tantiem, dan bonus pegawai, serta penggunaan kas PDAM untuk biaya pensiun.

"Saat itu, auditor BPK yang memeriksa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemkot Makassar menggunakan acuan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD, sama seperti pada Surat Dakwaan Penuntut Umum dalam perkara ini, sedangkan PDAM sendiri menggunakan acuan Perda Kotamadya Ujungpandang No 6 Tahun 1974," ujarnya saat sidang di Ruang Harifin Tumpa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar, Senin (22/5).

Imran memaparkan bahwa kliennya mencoba menjelaskan alasan perbedaan acuan aturan yang digunakan. "Legal standing PDAM Makassar saat itu belum berbentuk Perusahaan Umum Daerah atau Perusahaan Perseroan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), (4), dan (5) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017," bebernya.

"Rezim hukum yang mengikat PDAM Kota Makassar ketika itu adalah masih sebagai Perusahaan Daerah yang dibentuk berdasarkan UU No 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah Jo Perda Kotamadya Ujungpandang No 6 Tahun 1974," imbuhnya.

Meski telah dijelaskan, kata dia, mantan auditor BPK Sulsel Wahyu Ikhsan Wahyuddin, yang saat ini menjadi terpidana, tetap bersikeras. Bahkan, Wahyu disebutkan terkadang menanggapi secara lisan dengan berujar kata-kata aneh.

"Oleh karena kata-kata itu dianggap aneh dan bisa saja diartikan jebakan untuk melakukan gratifikasi, sehingga Direksi PDAM tidak menanggapi lebih lanjut. Sehingga tidak lama kemudian, keluarlah Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan yang pada pokoknya menyatakan adanya kelebihan pembayaran mengenai masalah tersebut," sebutnya.

Atas adanya LHP tersebut, maka terdakwa bersama Direksi PDAM lainnya melakukan konsultasi kepada pimpinan BPK RI di Jakarta, dengan kembali menjelaskan pemahaman mereka mengenai perbedaan rezim hukum yang mengikat PDAM. Konsultasi ini kemudian dipahami pimpinan BPK RI, yang selanjutnya hal-hal yang dimaksud dalam LHP BPK tersebut dicatatkan dalam kolom sebagai kategori Tidak Dapat Dilanjutkan dengan Alasan yang Sah.

"Ketika dalam perkara ini kembali dipermasalahkan dugaan kerugian negara yang sama berdasarkan PP No 54 Tahun 2017 tersebut, di mana dulu penyebabnya karena Direksi PDAM tidak mau 'mengerti', maka wajar jika kami tetap mewaspadai kemungkinan jika penyidik dan penuntut umum hanya terpukau setelah membaca dokumen 'sampah' yang berasal dari LHP BPK yang tujuan sebenarnya memaksa untuk dimengerti tersebut," tegasnya.

Ia menilai perkara ini sebagai ironi, di mana kliennya yang tegak pada aturan malah menjadi tersangka. Ia menegaskan kliennya melawan jebakan gratifikasi yang dibahasakan auditor BPK Sulsel.

Sekadar diketahui, Haris Yasin Limpo bersama Irawan Abadi menjalani sidang perdana pembacaan dakwaan kasus dugaan korupsi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar sebesar Rp20 miliar di Ruang Harifin Tumpa Pengadilan Tipikor Makassar, Senin (15/5). Dalam pembacaan tersebut Haris Yasin Limpo didakwa melakukan tindak pidana korupsi.

Jaksa Penuntut Umum Kejati Sulsel, Kamaria yang membacakan dakwaan mengatakan Haris Yasin Limpo dan Irawan Abadi didakwa pasal primer 2 ayat 1 junto pasal 12 huruf a UU RI nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Selain dakwaan primair, Haris juga didakwa subsidair yakni Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

"Didakwa pasal 2 dan 3 soal pemberantasan tindak pidana korupsi," ujarnya.

(mdk/yan)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Sosok 3 Hakim yang Adili Kasus Syahrul Yasin Limpo
Sosok 3 Hakim yang Adili Kasus Syahrul Yasin Limpo

Limpo diduga melakukan pemerasan terhadap pegawai Kementan dan melakukan gratifikasi senilai Rp44,5 miliar.

Baca Selengkapnya
Usut Korupsi Pemotongan Dana Insentif ASN, KPK Sita Uang Asing Saat Geledah Rumah Pejabat BPPD Sidoarjo
Usut Korupsi Pemotongan Dana Insentif ASN, KPK Sita Uang Asing Saat Geledah Rumah Pejabat BPPD Sidoarjo

KPK telah menetapkan SW sebagai tersangka korupsi pemotongan dana insentif ASN Sidoarjo sebesar Rp2,7 miliar.

Baca Selengkapnya
Dipanggil Terkait Kasus Korupsi Eks Mentan SYL, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Tak Penuhi Panggilan KPK
Dipanggil Terkait Kasus Korupsi Eks Mentan SYL, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Tak Penuhi Panggilan KPK

Arief Prasetyo meminta penjadwalan ulang. Ali menjamin, KPK akan menginformasikan jadwal pemeriksaan berikutnya.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Pledoi Eks Sekretaris MA Hasbi Hasan: Bantah Terima Suap Rp3 Miliar Hingga Tiga Tas Mewah
Pledoi Eks Sekretaris MA Hasbi Hasan: Bantah Terima Suap Rp3 Miliar Hingga Tiga Tas Mewah

Hasbi Hasan dituntut hukuman 13 tahun dan 8 bulan penjara serta denda Rp1 miliar subsider kurungan pengganti selama 6 bulan.

Baca Selengkapnya
Terpidana Mardani Maming Plesiran, KPK Ingatkan Risiko Korupsi di Lapas Sukamiskin
Terpidana Mardani Maming Plesiran, KPK Ingatkan Risiko Korupsi di Lapas Sukamiskin

Komisi antirasuah itupun mengingatkan bahwa dugaan korupsi di lapas juga dapat terjadi.

Baca Selengkapnya
Kejagung Periksa Empat Direktur Perusahaan Sebagai Saksi Kasus Korupsi Jalur Kereta Api Medan
Kejagung Periksa Empat Direktur Perusahaan Sebagai Saksi Kasus Korupsi Jalur Kereta Api Medan

Empat direktur perusahaan itu diperiksa sebagai saksi untuk tujuh tersangka.

Baca Selengkapnya
Empat Terdakwa Dugaan Korupsi Pemanfaatan Aset Pemprov NTT di Labuan Bajo Divonis Bebas, Ini Alasan Hakim
Empat Terdakwa Dugaan Korupsi Pemanfaatan Aset Pemprov NTT di Labuan Bajo Divonis Bebas, Ini Alasan Hakim

Empat terdakwa kasus dugaan korupsi pemanfaatan aset milik pemerintah provinsi NTT di Labuan Bajo divonis bebas.

Baca Selengkapnya
DPR Apresiasi Langkah Kejagung Masukkan Kerugian Ekonomi Negara dalam Kasus Korupsi
DPR Apresiasi Langkah Kejagung Masukkan Kerugian Ekonomi Negara dalam Kasus Korupsi

Penghitungan kerugian ekonomi negara bisa menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara korupsi.

Baca Selengkapnya
Usut Dugaan Korupsi Dana Hibah Rp60 Miliar, Kejari Periksa Ketua KONI dan Mantan Kadispora Makassar
Usut Dugaan Korupsi Dana Hibah Rp60 Miliar, Kejari Periksa Ketua KONI dan Mantan Kadispora Makassar

Setidaknya anggaran sekira Rp60 miliar diselidiki Kejari Makassar tahun anggaran 2022 sampai 2023.

Baca Selengkapnya