Merdeka.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang maish menyimpan harapan pada Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk membatalkan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Menurutnya, situasi saat ini cukup relevan bagi Jokowi menerbitkan perppu KPK.
"Masih ditunggu sampai kapanpun atau kalau tidak sejarah akan mencatat seperti apa situasi kebatinan state capture negeri ini dari waktu ke waktu," kata Saut saat dikonfirmasi, Minggu (1/12).
Saut menuturkan, saat ini publik dikondisikan memandang bahwa KPK hanya getol melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dan tak mampu melakukan penindakan serta pencegahan. Padahal, menurut Saut, selama ini lembaga antirasuah sangat intens melakukan pencegahan.
Untuk itu, dia berharap Jokowi mengeluarkan perppu KPK. Saut khawatir UU KPK hasil revisi dapat membuat pencegahan dan penindakan KPK menjadi longgar.
"Jadi sekali lagi sudi apalah kiranya untuk dikeluarkan saja Perppu guna menyelamatkan negeri ini," ucap Saut.
Uji Materi Ditolak MK
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi UU KPK hasil revisi. Uji materi dengan nomor perkara 57/PUU-XVII-2019, diajukan oleh 18 mahasiswa dari berbagai universitas.
alasan tidak diterima karena pemohon salah objek. Sehingga permohonan tidak dipertimbangkan lebih lanjut. Anggota Majelis Hakim Enny Nurbaningsih, keputusan itu diambil, saat menerima salinan perbaikan dari pemohon 14 Oktober 2019 usai melaksanakan sidang pendahuluan.
Dari salinan perbaikan tersebut, Pemohon menuliskan UU yang diuji materi adalah UU Nomor 16 tahun 2019, bukan UU Nomor 19 tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Pemohon lewat kuasa hukumnya, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, merasa proses persidangan yang berjalan hingga diputus hakim telah merugikan mereka.
Kerugian yang dimaksud bermula dari kesalahan nomor UU KPK yang akan didaftarkan untuk diuji materi. Dalam gugatannya, pemohon menuliskan UU Nomor 16 Tahun 2019. Padahal saat itu, UU belum dilakukan penomoran dan belum juga diregistrasi oleh Kementerian Hukum dan HAM. Namun belakangan, terbitlah UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang KPK. Penomoran itu setelah dilakukan revisi.
Sebenarnya, pemohon sudah berniat melakukan perbaikan. Apalagi jika mengacu pada jadwal sidang perbaikan digelar 23 Oktober. Namun tiba-tiba, pihaknya mendapat kabar bahwa sidang dimajukan menjadi 14 Oktober. Padahal saat itu, penomoran resmi belum keluar dan baru terbit tiga hari setelah sidang yakni 17 Oktober 2019.
Istana Tutup Pintu Perppu
Juru Bicara Kepresidenan, Fadjroel Rachman menyarankan agar pemohon mengambil langkah hukum lanjutan.
"Jadi kalau Istana, mengimbau, kalaupun masih ada upaya untuk mengajukan, uji yudisial terhadap UU KPK, lakukan dengan sebaik-baiknya," ujar Fadjroel di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat 29 November 2019.
Dengan adanya penolakan uji materi UU KPK, dia memastikan Presiden Joko Widodo tak akan menerbitkan Perppu.
"Tidak ada dong, kan Perppu tidak diperlukan lagi. Sudah ada Undang-undang, yaitu Nomor 19 tahun 2019. Tidak diperlukan lagi Perppu," jelasnya.
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami