Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Perakit bom yang jadi pahlawan nasional

Perakit bom yang jadi pahlawan nasional Herman_Johannes. merdeka.com/istimewa

Merdeka.com - Meski namanya lebih dikenal sebagai seorang pendidik dan ilmuwan, Prof. Dr. Ir. Herman Johannes juga tercatat berjasa dalam perang revolusi kemerdekaan RI. Berkat sumbangsihnya membantu Tentara Keamanan Rakyat (TKR), mantan Rektor UGM itu mendapat gelar Pahlawan Nasional pada 2009.

Prof Johannes lahir di Rote, NTT, pada 28 Mei 1912 dan meninggal di Yogyakarta, 17 Oktober 1992 pada umur 80 tahun. Hari ini, Senin (28/5), adalah seratus tahun hari lahir Prof Johannes, suami dari Annie Marie Gilbertine Amalo dan ayah dari Helmi Johannes, presenter berita televisi di VOA.

Dalam 'Herman Johannes: Tokoh yang Konsisten dalam Sikap dan Perbuatan', dikisahkan sang profesor pada 4 November 1946 pernah menerima Surat Perintah yang ditadatangani Kapten (Kavaleri) Soerjosoemarno.

Surat itu mengatasnamakan Kepala Staf Umum Kementerian Keamanan Rakyat Letjen Urip Sumohardjo. Isinya agar Prof Johannes segera hadir dan melapor ke Markas Tertinggi Tentara di Yogyakarta.

Setelah memenuhi panggilan tersebut, Prof Johannes mengerti bahwa ia diminta membangun sebuah laboratorium persenjataan bagi TNI, karena pemerintah Indonesia saat itu sedang mengalami krisis persenjataan.

Permintaan ini diterimanya dengan satu syarat, yakni jika laboratorium itu sudah bisa berdiri dan berproduksi, maka penanganannya harus dilanjutkan orang lain. Herman Johannes tetap ingin melanjutkan kariernya di bidang pendidikan.

Di bawah pimpinan Prof Johannes, laboratorium persenjataan yang terletak di bangunan Sekolah Menengah Tinggi (SMT) Kotabaru ini selama perang kemerdekaan berhasil memproduksi bermacam bahan peledak, seperti bom asap dan granat tangan. Atas perannya itu, Prof Johannes diberi pangkat mayor oleh TKR.

Keahlian Prof Johannes sebagai fisikawan dan kimiawan ternyata berguna untuk memblokade gerak pasukan Belanda selama Agresi Militer I dan II. Bulan Desember 1948, Letkol Soeharto sebagai Komandan Resimen XXII TNI yang membawahi daerah Yogyakarta meminta Prof Johannes memasang bom di jembatan kereta api Sungai Progo.

Karena ia menguasai teori jembatan saat bersekolah di THS Bandung, Prof Johannes bisa membantu pasukan Resimen XXII membom jembatan tersebut. Januari 1949, Kolonel GPH Djatikoesoemo meminta Prof Johannes bergabung dengan pasukan Akademi Militer di sektor Sub-Wehrkreise 104 Yogyakarta.

Dengan markas komando di Desa Kringinan dekat Candi Kalasan, lagi-lagi Prof Johannes diminta meledakkan Jembatan Bogem yang membentang di atas Sungai Opak. Jembatan akhirnya hancur dan satu persatu jembatan antara Yogya-Solo dan Yogya-Kaliurang berhasil dihancurkan Johannes bersama para taruna Akademi Militer.

Aksi gerilya ini melumpuhkan aktivitas pasukan Belanda sebab mereka harus memutar jauh mengelilingi Gunung Merapi dan Gunung Merbabu melewati Magelang dan Salatiga untuk bisa masuk ke wilayah Yogyakarta.

Pengalamannya bergerilya membuat Prof Johannes juga ikut serta dalam Serangan Oemoem 1 Maret 1949 yang menyerbu kota Yogyakarta di pagi buta dan bisa menduduki ibukota Republik selama enam jam.

(mdk/ren)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Jokowi Resmikan Jembatan Otista di Bogor, Habiskan Anggaran Rp50 Miliar
Jokowi Resmikan Jembatan Otista di Bogor, Habiskan Anggaran Rp50 Miliar

Revitalisasi membuat kondisi jembatan kini lebih lebar dari sebelumnya.

Baca Selengkapnya
Lutung Jawa Lifa dan Tingting Dilepasliarkan di Hutan Kawasan Bromo
Lutung Jawa Lifa dan Tingting Dilepasliarkan di Hutan Kawasan Bromo

Dua ekor lutung jawa dilepasliarkan di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru wilayah Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Jumat (23/2).

Baca Selengkapnya
Penjahat ini Ngaku Nyesal Membunuh, Jenderal Bintang 2 'Ngegas': Kapok Opo?
Penjahat ini Ngaku Nyesal Membunuh, Jenderal Bintang 2 'Ngegas': Kapok Opo?

Seorang penjahat kasus pembunuhan di Jawa Tengah mengaku menyesal telah melakukan pembunuhan, namun ia terpaksa karena keadaan.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Heboh Gundukan bak Gunung Baru Muncul Usai Gempa Bawean Jatim, Ini Penjelasan Ahli
Heboh Gundukan bak Gunung Baru Muncul Usai Gempa Bawean Jatim, Ini Penjelasan Ahli

Gundukan yang diduga gunung berapi itu beberapa kali diunggah di media sosial dan diberi nama Bledug Kramesan.

Baca Selengkapnya
Fakta-Fakta Jembatan Otista di Bogor Telan Anggaran Rp50 Miliar yang Diresmikan Presiden Jokowi
Fakta-Fakta Jembatan Otista di Bogor Telan Anggaran Rp50 Miliar yang Diresmikan Presiden Jokowi

Revitalisasi jembatan Otista ini memakan waktu selama 7,5 bulan dan menelan biaya perbaikan hingga Rp50 miliar.

Baca Selengkapnya
Menguak Jejak Kejayaan Perkebunan Kapuk di Tanah Jawa, Dulu Mampu Memenuhi 85 Persen Kebutuhan Kapuk Dunia
Menguak Jejak Kejayaan Perkebunan Kapuk di Tanah Jawa, Dulu Mampu Memenuhi 85 Persen Kebutuhan Kapuk Dunia

Industri kapuk mengalami kemunduran karena masyarakat lebih suka memakai Kasur dengan bahan dasar busa dan pegas.

Baca Selengkapnya
Aksi Jokowi dan AHY Tangkap Ikan Bersama saat Resmikan Bendungan Lolak
Aksi Jokowi dan AHY Tangkap Ikan Bersama saat Resmikan Bendungan Lolak

Pembangunan Bendungan Lolak memakan anggaran mencapai Rp 2,02 triliun.

Baca Selengkapnya
Jenguk Lansia Sebatang Kara, Bupati Ipuk: Terima Kasih Orang-Orang Baik
Jenguk Lansia Sebatang Kara, Bupati Ipuk: Terima Kasih Orang-Orang Baik

Jumhari, yang sakit dan tinggal sebatang kara, di Kecamatan Genteng, Selasa (26/3).

Baca Selengkapnya
Mengunjungi Api Tak Kunjung Padam di Pamekasan, Bakar Jagung hingga Sosis di Tanah Berapi yang Sudah Ada sejak Ratusan Tahun Silam
Mengunjungi Api Tak Kunjung Padam di Pamekasan, Bakar Jagung hingga Sosis di Tanah Berapi yang Sudah Ada sejak Ratusan Tahun Silam

Sejak ratusan tahun lalu, setiap kali tanah di kawasan ini digali, selalu muncul api.

Baca Selengkapnya