Munarman Baca Pleidoi: Perkara Ini Direkayasa untuk Tutupi Kematian 6 Pengawal HRS
Merdeka.com - Mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), Munarman mengklaim jika perkara tindak pidana terorisme yang menjeratnya, dibentuk hanya untuk menutupi kasus pembunuhan di luar hukum terhadap enam Laskar FPI yang merupakan pengawal Habib Rizieq Syihab.
Menurutnya, dalam nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan delapan tahun penjara Jaksa Penuntut Umum (JPU), kasus ini seperti sengaja direkayasa untuk dikonstruksikan bahwa seolah-olah FPI mendukung ISIS adalah benar.
"Perkara ini memang direkayasa untuk menutupi dan menjustifikasi extra judicial killing terhadap enam orang pengawal HRS," kata Munarman dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (21/3).
Hal itu didasari, lanjut Munarman, karena dirinya sempat diinterogasi di luar hukum acara dan ditanya soal tentang Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3). Bahkan, ditanya juga soal advokasi kasus peristiwa KM 50 tersebut yang berujung tewasnya enam laskar FPI.
Tidak hanya itu, eks Sekretaris Umum FPI itu mengatakan, dokumen laporan pemantauan dari Komnas HAM tentang peristiwa KM 50 ikut disita saat penggeledahan di rumahnya. Saat itu, dokumen tersebut juga diminta untuk dimusnahkan.
"Padahal kalau akal sehat digunakan, dan perkara ini adalah murni perkara hukum terorisme yang terjadi dalam rentan waktu 2014-2015, apa hubungan antara tuduhan dan dakwaan dalam perkara ini dengan peristiwa KM 50 yang terjadi pada Desember 2020?" tanya Munarman.
"Dan apa hubungan dokumen Komnas HAM yang adalah merupakan lembaga Negara yang memang berwenang membuat Laporan, malah dijadikan barang sitaan dan dituntut untuk dimusnahkan?" sambungnya.
Di sisi lain, Munarman juga turut menyinggung soal proses persidangan Unlawful Killing di PN Jakarta Selatan. Dimana dalam vonis kepada dua terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella telah diputuskan bebas.
"Bahwa pembunuhan di luar proses hukum terhadap kelompok yang dilabel teroris, walau tidak ada bukti hukum, adalah sebuah tindakan yang dibenarkan, dibolehkan dan sah secara moral," katanya.
Munarman menilai jika alasan itu bisa dikatakan tidak bersalah seperti ada rekayasa seolah-olah jika yang dibunuh adalah teroris hanya berdasarkan labeling dan framing semata.
"Dengan upaya merekayasa agar saya dinyatakan bersalah melalui rangkaian proses yang juga penuh rekayasa, maka extra judicial killing terhadap 6 orang pengawal HRS menjadi sah secara hukum dan tidak boleh dipersoalkan. Saya hanya bisa menyerahkan sepenuhnya kepada Allah takdir yang akan saya jalani," katanya.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Para purnawirawan TNI dan sejumlah tokoh tergabung dalam F-PDR menilai pelaksanaan pemilu 2024 merusak iklim sehat demokrasi di Indonesia.
Baca SelengkapnyaMereka menilai iklim demokrasi yang sudah berjalan rusak akibat proses Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaSuara PDIP pada pemilu ini turun dibanding raihan 2019 yaitu 27.053.961 atau 19,33 persen dari total 139.971.260 suara sah.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
446.219 prajurit TNI secara serentak di seluruh Indonesia dikerahkan untuk mendukung kelancaran pesta demokrasi jelang hari pencoblosan 14 Februari.
Baca SelengkapnyaMuhaimin atau Cak Imin pada siang harinya juga mencuitkan soal slepet.
Baca SelengkapnyaPada 26 Februari lalu, partai yang diketuai oleh putra bungsu Presiden Jokowi itu hanya memperoleh 2.001.493 suara atau 2,68 persen.
Baca SelengkapnyaMendorong Heru Budi untuk turun langsung ke masyarakat supaya tak tidak terlalu kaku
Baca SelengkapnyaDKPP menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari melanggar etik.
Baca SelengkapnyaTim kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempertanyakan dalil-dalil kubu Anies-Imin soal pencalonan Prabowo-Gibran tidak memenuhi syarat formil.
Baca Selengkapnya