Mengulas Kandungan Gas Air Mata, Efek hingga Masa Kedaluwarsa

Merdeka.com - Gas air mata menjadi salah satu topik yang dibahas dalam tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan. Efek asap yang keluarga dari senjata pengurai massa ini beragam. Mulai mata perih, kemerahan hingga pandangan kabur.

Mengulas gas air mata, Direktur Utama PT Pindad, Abraham Mose mengatakan ada dua jenis gas air mata yang beredar dan kerap digunakan untuk anti huru hara. Yakni jenis powder yang meledak saat di ketinggian, dan smoke yang meledak di bawah setelah dilontarkan. Waktu meledak atau mengeluarkan asap sudah diatur sedemikian rupa.

Abraham menuturkan, isian produk gas air mata yang diproduksi sama dengan yang digunakan dan diproduksi di negara lain, yaitu di Amerika Serikat dan Korea Selatan.

Anak perusahaan PT LEN ini memproduksi gas air mata untuk kebutuhan di dalam negeri sejak tahun 1996. Saat ini kapasitas produksinya bisa mencapai 250 ribu per tahun. Pada tahun 2006 hingga 2022, produk yang dihasilkan sudah diekspor ke berbagai negara seperti Australia, Philipina, Thailand, Timor Leste, Malaysia dan Bangladesh.

"Produk itu sudah sesuai standar yang betul-betul disesuaikan dengan kebutuhan dan tentunya sebelum kita delivery ada pemeriksaan mutu, ada pengujian setelah (lolos uji mutu) itu baru kita kirimkan," kata Abraham, Jumat (14/10).

VP Penjaminan Mutu K3LH PT Pindad Prima Kharisma menjelaskan, gas air mata yang diproduksi harus melalui beragam ujian sertifikasi agar bisa digunakan untuk anti huru-hara.

Munisi gas air mata atau biasa juga disebut dengan riot control catridge merupakan munisi yang ketika ditambahkan, dilemparkan atau disemprotkan mengandung lacrimator chemical substance atau zat kimia yang menyebabkan iritasi.

Efek yang ditimbulkan adalah iritasi, perih, rasa terbakar pada mata, kulit, hidung, mulut dan saluran pernapasan.

Bahan kimia yang digunakan pada munisi gas air mata produksi Pindad seluruhnya menggunakan isian CS (2-Chlorobenzalmalononitrile, C10H5CIN2) baik yang berbentuk serbuk maupun asap. Bahan itu aman digunakan dan sudah menjadi standar pada Gas Air Mata di dunia.

Ia menjelaskan ada bahan lain yang bisa digunakan namun tidak dipakai oleh Pindad, yakni isian bahan CN (2-Chloroacetophenone, C8H7CIO). Semua itu berdasarkan berbagai masukan dan pengujian. Artinya, isian CS lebih diutamakan dari sisi keamanan.

"Untuk desain gas air mata (produk Pindad) adalah bersifat CS, senyawa yang menyebabkan iritasi. Berdasarkan dari pengalaman, pengujian dengan tim pengguna jadi ada efeknya kulit merah kemudian gatal kemudian mata berair itu yang terjadi dan itu uji dilakukan di ruang terbuka dan efeknya itu hilang berangsur-angsur setelah 20 hingga 30 menit," kata Prima.

"Untuk di ruang tertutup sendiri kami belum pernah melakukan pengujiannya yang kami lakukan selama ini adalah di ruang terbuka. Tapi di sini yang perlu dipahami adalah berapa banyaknya, karena itu ada yang berpengaruh, pertama durasinya kemudian konsentrasinya. Maka jika semakin lama itu akan semakin parah," ia melanjutkan.

Dia meluruskan beberapa pemberitaan yang tersebar di media sosial mengenai adanya kandungan gas beracun hingga sianida.

"Produk dari Pindad menggunakan CS dan tidak ada gas beracun seperti sianida yang diberitakan di beberapa media, dan kemudian gas CN dan gas yang lain itu tidak ada kami hanya menggunakan senyawa CS," ucap dia.

"CN gas air mata itu berbeda dengan cN-nya sianida dan kami pastikan kami dari Pindad hanya menggunakan CS. Untuk efeknya CS sendiri hanya iritasi dan itu dilakukan pengujiannya di ruang terbuka ini juga akan menimbulkan efek paling lama 30 menit dan berangsur-angsur hilang," ia melanjutkan.

Prima mengatakan bahwa gas air mata ini memiliki rataan masa kedaluwarsa selama dua sampai sampai tiga tahun. Ketika sudah melewati masa kedaluwarsa, fungsi dan efek gas air mata akan berkurang.

Pengurangan performa mencakup efek asap hingga jarak lontar saat gas air mata dilemparkan, atau bahkan gas air mata tidak berfungsi sama sekali.

"(Saat memasuki masa kedaluwarsa) performanya akan mengalami penurunan sehingga saat mengalami penurunan misalkan tadi, tidak menyala atau misal pendorongnya menurun jadi jaraknya (saat dilontarkan) jadi kurang," ucap dia.

"Dari desain gas air mata itu setelah tiga tahun setelah performance pasti akan menurun. Jadi sebenarnya gas air mata itu emisinya hanya 20 detik di ruang terbuka, jadi dia pada saat lebih dari 20 detik harusnya itu konsentrasinya sudah jauh menurun jadi pada saat eksposur sudah turun," jelas dia.

Sesuai prosedur, gas air mata yang sudah memasuki masa kedaluwarsa harus dimusnahkan.

Disinggung mengenai gas air mata yang digunakan saat tragedi di Kanjuruhan, Prima mengaku belum bisa menjelaskan secara rinci, karena semua masih dalam penyelidikan.

Dia memastikan bahwa produksi gas air mata dari Pindad sudah melalui proses yang ketat hingga digunakan oleh berbagai negara. Pun demikian saat ditanya mengenai mata merah yang dialami sejumlah korban di Kanjuruhan.

"Nah kalau untuk itu akan lebih bijak dari tim medis yang mungkin lebih paham gejalanya terhadap manusia seperti apa, karena bisa berbeda-beda," ucap dia.