Lepas tangan pemerintah saat rakyat tak mampu beli daging
Merdeka.com - Setiap Ramadan, masyarakat Indonesia selalu dihadapkan pada persoalan kenaikan harga bahan pangan. Salah satu komoditas yang harganya selalu meroket setiap jelang Lebaran adalah daging sapi.
Belakangan ini, harga daging sapi di sejumlah pasar masih bertahan tinggi di kisaran Rp 100.000 per kilogram. Padahal, Presiden Joko Widodo menginginkan harga daging hanya Rp 80.000 per kilogram saat bulan Ramadan dan jelang Lebaran tahun ini.
Beragam jurus diambil pemerintah. Seperti biasa, pemerintah tetap mengandalkan impor daging sapi beku dari beberapa negara seperti Australia, Selandia Baru dan India. Namun, impor daging beku ternyata belum ampuh menurunkan harga. Pemerintah juga mengandalkan operasi pasar untuk menekan harga daging segar. Tapi strategi ini juga belum ampuh.
Di saat strategi itu belum berhasil menurunkan harga daging, pemerintah justru seolah menggampangkan dengan jurus terakhir, diversifikasi pangan. Bukan hanya pemerintah pusat, pemerintah daerah mulai mengimbau rakyatnya untuk tidak makan daging. Berikut paparannya.
Beli tetelan saja
Gubernur Banten Rano Karno kaget harga daging sapi masih di angka Rp 130 ribu per Kg saat Sidak Pasar Modern BSD Serpong Kota Tangerang Selatan. Dia meminta warga untuk memilih alternatif lain pengganti daging sapi bila dirasa memberatkan.
"Harga daging ternyata variatif. Tertinggi itu daging kualitas bagus seharga Rp 130 ribu, ya kalau tidak mampu beli seharga itu, beli tetelannya saja," ujar Rano Karno, Selasa (21/6).
Makan ikan halal
Melonjaknya harga daging sapi membuat pemerintah kelimpungan. Bahkan Presiden Jokowi meminta kepada pada anak buahnya untuk bisa menekan harga daging sapi hingga Rp 85.000 per kilo.
Berbagai upaya seperti impor daging beku hingga menggelar operasi pasar dilakukan pemerintah untuk bisa menekan harga daging sapi. Namun hingga kini realisasi harga daging sapi Rp 85.000 masih sulit dicapai.
Tak mau kehabisan akal, presiden meminta kepada seluruh jajaran menteri Kabinet Kerja agar mulai mengkampanyekan makan ikan sebagai pengganti daging. Hal ini diungkapkan Presiden saat memimpin dua rapat terbatas sekaligus di Kantor Presiden.
Ratas pertama membahas Kebijakan Pembangunan Kelautan dan kedua membahas Pembangunan Industri Perikanan dan Kelautan.
"Presiden menyampaikan dalam ratas untuk kita mulai mengembangkan, mengkampanyekan memakan ikan sebagai pengganti daging karena kalau makan ikan itu tidak ada halal haram, semua ikan adalah halal," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung saat memberikan keterangan pers di Kantor Presiden, Rabu (16/6).
Ayam protein lebih banyak
Menteri Pertanian, Amran Sulaiman menyarankan agar masyarakat beralih dari yang mengonsumsi daging sapi menjadi mengonsumsi daging ayam. Sebab, daging ayam lebih banyak proteinnya di bandingkan sapi.
"Daging ayam itu proteinnya mencapai 24 persen sedangkan daging sapi hanya 22 persen, artinya apa, banyak sumber protein lain selain sapi kan," ujar Amran.
Â
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kenaikan harga beras saat ini telah memecahkan rekor tertinggi di era pemerintahan Jokowi.
Baca SelengkapnyaGanjar pun membeli beberapa sayuran untuk dibawa pulang. Sontak itu membuat pedagang antusias melayaninya.
Baca SelengkapnyaKenaikan harga beras sekarang telah memecahkan rekor tertinggi di era pemerintahan Jokowi.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pemerintah sedang mencari formula terkait kenaikan harga beras di pasaran.
Baca SelengkapnyaJokowi menemukan harga beras di Pasar Sungai Ringin berada pada tingkat yang wajar.
Baca SelengkapnyaHarapannya, langkah itu bisa menambah suplai untuk memenuhi permintaan masyarakat.
Baca SelengkapnyaBanyak negara kini memilih berjaga untuk kepentingan dalam negeri dengan cara menutup keran ekspor pangannya,
Baca SelengkapnyaDia mengatakan, bantuan pangan yang diberikan pemerintah ke masyarakat mampu menahan harga beras agar tidak naik.
Baca SelengkapnyaMeskipun harga beras saat ini mahal dan langka, Pemerintah tidak akan mengubah Harga Eceran Tertinggi (HET).
Baca Selengkapnya