Komnas HAM sebut dokumen AS bisa jadi petunjuk baru ungkap peristiwa 1965
Merdeka.com - Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yakin dokumen yang dirilis Amerika Serikat tentang peristiwa 1965 di Tanah Air, dapat menjadi petunjuk baru untuk mengungkap kebenaran yang ada. Salah satu pihak AS yang merilis dokumen itu ialah National Declassification Center (NDC).
"Dengan dokumen yang ada disebutkan di-declassified, banyak memberikan petunjuk misalnya keterlibatan Soeharto. Itu kan jadi petunjuk, tapi untuk membuktikan Soeharto terlibat kan kita harus mencari dokumen yang sesungguhnya, dokumen tentang surat perintahnya, komandonya," ungkap Komisioner Komnas HAM Muhammad Nurkhoiron di Jakarta, Selasa kemarin.
Namun Nurkhoiron menegaskan, baginya hal tersebut hanya sebatas petunjuk, dan belum dianggap sebagai bukti dan fakta.
"Dokumen itu harus otentik, otentik itu kan berdasarkan kalau bisa menunjukkan bahwa ini kejahatan yang sistematis harus ditunjukkan. Misalnya ada perintah kalau disebutkan di informasi CIA, atau Pemerintah USA, Soeharto terlibat. Tapi terlibatnya seperti apa kan kita enggak tahu," lanjutnya.
Sementara lain, Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965, Bedjo Untung menyatakan bahwa dokumen rilisan AS tersebut merupakan data yang akurat. Ia juga menilai, sejarah saat ini tak seperti fakta yang sebenarnya.
"Ada publikasi dokumen Amerika Serikat yang dipublikasikan untuk umum, ternyata di dalam dokumen itu sangat jelas ada keterlibatan militer ketika itu," jelas Bedjo.
"Nah artinya apa, itu terbantahkanlah sudah, ternyata orang yang melakukan kudeta bukan orang yang distigma sebagai PKI, itu semuanya rekayasa. Rekayasa intel Amerika Serikat berkerja sama dengan Angkatan Darat untuk menggulingkan Bung Karno," sebut Bedjo.
Untuk menuntaskan persoalan HAM di masa lalu dan saat ini, Komnas HAM berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung. Nurkhoiron menilai, koordinasi dengan Kejagung lebih baik ketimbang dengan Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam).
"Kalau sekarang Komnas HAM sudah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk memperbaiki (masalah HAM) kan gitu, tapi kan Kemenkopolhukam juga bisa berbuat banyak di luar itu. Lebih baik (Kejaksaan Agung) dibandingkan Kemenkopolhukam," jelas Nurkhoiron.
Dari hal tersebut, Nurkhoiron mencontohkan, Kemenkopolhukam tak berkoordinasi dengan Komnas HAM terkait wacana pembentukan Dewan Kerukunan Nasional sebagai wadah penyelesaian konflik di masyarakat. Komnas HAM pun tak diberitahu secara jelas tujuan konkret dari rencana tersebut.
"Dia ingin membikin dewan kerukunan nasional itu kan kita enggak tahu, dan dia tidak mau membuka kepada Komnas HAM, apa isu dewan kerukunan nasional yang kemudian bergulir di media massa dikaitkan dengan model penyelesaian pelanggaran HAM. Kita enggak tahu itu seperti apa," papar Nurkhoiron.
Lanjutnya, Nurkhoiron mengaku bertemu dengan Menkopolhukam Wiranto hanya sekali, Itu pun setahun lalu. Dalam pertemuan itu, kata dia, Menkopolhukam menjelaskan beberapa agenda tentang penyelesaian pelanggaran HAM berat dan agenda khusus penyelesaian pelanggaran HAM di Papua.
"Tapi sampai sekarang enggak jelas sampai mana, kita enggak tahu kemajuannya seperti apa pelanggaran HAM yang berat mau diselesaikan dengan mekanisme apa, caranya bagaimana, saya sendiri juga belum begitu jelas," paparnya.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai situasi konflik dan kekerasan di Papua semakin mencederai HAM.
Baca SelengkapnyaSalah satu yang disorot soal netralitas aparat selama mengawal jalannya Pemilu tahun ini.
Baca SelengkapnyaAparatur Sipil Negara atau biasa disingkat ASN adalah pilar utama dalam menjalankan roda pemerintahan di Indonesia.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Bukan hanya manusia, ini sosok binatang paling berjasa dalam kemerdekaan Indonesia. Siapa yang dimaksud?
Baca SelengkapnyaPemilu 1955 memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia karena hasil pemilu tersebut menjadi dasar pembentukan negara Kesatuan Republik Indonesia.
Baca SelengkapnyaKonvensi ini lahir sebagai tanggapan terhadap tantangan yang dihadapi oleh banyak negara yang berjuang untuk melawan diskriminasi rasial.
Baca SelengkapnyaAwan gelap demokrasi tetap terjadi dan mengganggu seluruh legitimasi dari proses demokrasi di Indonesia.
Baca SelengkapnyaKaesang berharap pers Indonesia semakin independen dalam mengedukasi masyarakat dengan beragam pemberitaan.
Baca SelengkapnyaKeberadaan organisasi kepanduan di Indonesia sudah lahir sejak tahun 1912
Baca Selengkapnya