Komnas HAM Minta Polri Antisipasi Perubahan Kronologi Kasus Brigadir J di Persidangan
Merdeka.com - Skenario pembunuhan Brigadir J atau Nofryansyah Yoshua Hutabarat di Rumah Dinas Irjen Ferdy Sambo Duren Tiga, Jakarta Selatan sementara telah membuktikan adanya penembakan, bukan baku tembak sebagaimana kronologi awalnya. Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ahmad Taufan Damanik mewanti-wanti Polri untuk mengantisipasi adanya 'tikungan tajam' atau perubahan kembali atas kronologi yang saat ini.
"Oh, tikungan tajam. Menurut saya, pandangan saya ya, masih sangat bergantung dengan pengakuan. Kan pengakuan riskan, kalau besok dia cabut pengakuan bagaimana," kata Taufan kepada wartawan, Senin (29/8).
Menurut Taufan, peringatan itu disampaikan untuk penyidik bisa mengantisipasi apabila ada perubahan kronologi yang ada ketika di persidangan. Dengan tidak mengandalkan hanya sekedar keterangan terkait kejadian.
"Tapi saya berharap penyidik bisa cari barang bukti lain, bukti pendukung begitu. Jadi misalkan dia buat konstruksi hukum, yang terjadi ada penembakan saudara A melakukan penembakan, saudara B melakukan penembakan dia nanti didukung bukti yang kuat selain pengakuan jadi jangan mengandalkan hanya pengakuan," beber Taufan.
"Jadi begitu pengakuan mereka, katakanlah cabut pengakuannya di atau BAP istilahnya di persidangan kan bisa repot persidangannya. Kita akan dorong mereka untuk bisa dari barbuk yang lebih kuat," tambah dia.
Dilanjutkan Taufan, padahal inti pembuktian kasus ada di persidangan ketika di hadapan majelis hakim untuk menentukan penjatuhan hukuman kepada para tersangka.
"Iya kan memang mereka pernah melakukan perubahan keterangannya . Jadi kita hanya mewanti-wanti penyidik supaya, semaksimal mungkin mencari barbuk lain jangan terlalu bergantung kepada pengakuan. Karena pengakuan bisa dicabut," tuturnya.
Taufan menegaskan bahwa apa yang disampaikannya adalah sebuah peringatan kepada penyidik agar dapat mencari barang bukti yang lebih kuat ketika disodorkan oleh jaksa penuntut umum ke hakim.
"Tidak ada indikasi, itu hanya warning, dari Komnas HAM sebagai lembaga pengawas. Kita ingatkan, hei kalian jangan terlalu mengandalkan pengakuan. Cari bukti-bukti lain, seperti alat komunikasi yang belum ketemu itu cari. Bisa-bisanya," tuturnya.
Walaupun, Taufan menilai jika hasil barang bukti yang sudah ada terkait autopsi, balistik, dan digital forensik sebagai sandingan data. Namun keterangan-keterangan para tersangka atas penembakan bisa berganti.
"Sekarang si Richard bilang selain saya Pak Sambo. Nah Sambo bilang Richard yang nembak atas perintah saya. Nah keterangan kan, sekarang bagaimana memastikan bahwa Richard nembak di bagian mana Sambo menembak bagian mana berapa kali. Kan itu penting," kata dia.
"Jangan nanti dibawa ke pengadilan Richard cabut pengakuannya semuanya. Jadi kalau cabut keterangan kalau ada barang bukti lain tidak bisa melenceng di persidangan, hakim itu lebih enak membuat keputusan," sambungnya.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Salah satu anggota KKB yang melakukan penyerangan Pos TNI tersebut adalah Melkias Matani sebagai Komandan perang Batalyon Wabu.
Baca SelengkapnyaSeorang anggota polisi melepaskan tembakan usai diancam golok orang tak dikenal. Ini kronologinya.
Baca SelengkapnyaKejadian bermula ketika rombongan massa pengantar jenazah melintas di Lampu Merah Waena.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Tahun baru, dua warga Blitar ditemukan membusuk dengan kondisi bersimbah darah
Baca SelengkapnyaKecelakaan beruntun terjadi di Gerbang Tol Halim Utama diduga akibat Truk Engkel ugal-ugalan.
Baca SelengkapnyaPolisi memastikan penganiayaan itu tak berkaitan dengan kontestasi politik yang sedang dijalani korban.
Baca SelengkapnyaMalang betul nasib Muhyani, niat membela diri malah jadi tersangka
Baca SelengkapnyaSementara dari 14 Tahanan yang melarikan diri telah 8 Tersangka telah diamankan kembali.
Baca SelengkapnyaKedua pelaku dikenakan pasal 340 KUHP dengan ancaman 20 tahun penjara atau seumur hidup.
Baca Selengkapnya