Kisah Tan Malaka dikhianati Alimin soal pemberontakan PKI 1926

Merdeka.com - Tan Malaka merupakan tokoh PKI yang menolak pemberontakan pada 1926-1927. Tan Malaka mendapat informasi soal rencana pemberontakan dari Alimin di Manila, Filipina.
Saat itu, Alimin melaporkan soal keputusan pertemuan di Prambanan kepada Tan Malaka sebagai wakil Komunis Internasional (Komintern) wilayah Asia Tenggara. Pertemuan yang digelar pada 25 Desember 1925 itu dihadiri oleh sejumlah pemimpin PKI di bawah Sardjono.
Dalam pertemuan itu disepakati PKI akan memberontak terhadap pemerintah Belanda pada Juli 1926 dimulai dengan pemogokan-pemogokan dan disambung aksi bersenjata.
Namun Tan Malaka tak setuju atas rencana itu. Tan Malaka menilai rencana pemberontakan masih mentah dan PKI belum siap untuk memberontak. Jika dipaksakan malah akan membahayakan gerakan di tanah air. Pemerintah Belanda pasti akan semakin memperketat ruang gerak dunia gerakan.
"Putusan itu saya anggap salah, karena diambil tergesa-gesa, kurang pertimbangan, harinya akibat provokasi lawan dan tidak seimbang dengan kekuatan diri sendiri, tidak bisa dipertanggungjawabkan kepada rakyat, tidak cocok dengan taktik strategi komunis, ialah massa aksi, akibatnya akan sangat banyak merugikan pergerakan di Indonesia dan lain sebagainya," kata Tan Malaka dalam biografinya 'Dari Penjara ke Penjara.'
Tan Malaka meminta agar keputusan tersebut dirundingkan kembali. Tan lantas memberi Alimin dokumen yang berisi alasan penolakan terhadap rencana pemberontakan. Dokumen itu harus diberikan kepada para elite PKI yang ada di Singapura, Sumatera dan Jawa.
Dokumen itu berisi berbagai ringkasan usul atau tuntutan terkait dengan massa aksi, seperti mogok umum tuntutan ekonomi, mengadakan majelis permusyawaratan rakyat, memproklamirkan kemerdekaan dan membentuk pemerintah sementara dll.
Bila semua tuntutan terlaksana, kata Tan, barulah pukulan terakhir dijalankan. Tan menilai PKI belum siap memberontak dalam waktu dekat.
"Kalau sudah siap, maka sewaktu-waktu cara massa aksi inilah yang harus dilakukan oleh suatu partai komunis," ucapnya.
Alimin pun berangkat menuju Singapura untuk merundingkan kembali rencana Prambanan dengan para tokoh PKI seperti Musso, Boedisoetjitro, Sugono, Subakat, Sanusi dan Winata. Alimin meyakinkan Tan Malaka , bahwa ia sanggup mengumpulkan tokoh PKI lainnya untuk kembali merundingkan rencana itu. Jika sudah siap, Alimin berjanji akan memberi kabar kepada Tan Malaka .
"Kami aturlah kode bersama-sama. Kalau setuju dengan usul saya apa kodenya, kalau tidak apa dan kalau setengah apa pula, dan lagi dengan pendek saya tuliskan saya atas keadaan di Indonesia, dan saya usulkan taktik yang harus dijalankan semuanya kode, tinjauan dan usul, diketik oleh Alimin sendiri," katanya.
Namun, setelah satu bulan pergi, tak juga ada kabar dari Alimin kepada Tan Malaka . Setelah diselidiki, ternyata Alimin tak pernah menyerahkan dokumen tersebut kepada para tokoh PKI di Singapura. Alimin malah pergi ke Moskow bersama Musso meminta restu untu menjalankan pemberontakan.
"Baru saya sadar kejujuran Alimin terhadap saya sendiri, selama ini. Teman yang selama ini saya anggap jujur terhadap saya dan amat saya hargai selama ini, hilang di hati saya sebagai teman seperjuangan," terangnya.
Meski Moskow tak merestui, pemberontakan PKI pada 1926-1927 tetap dilaksanakan. Hasilnya sesuai prediksi Tan Malaka . Pemberontakan di Banten pada 1926 dan Sumatera Barat pada 1927 gagal total.
Belanda dengan mudah dapat mematahkan pemberontakan yang tak terkoordinir dengan baik itu. 1.300 anggota PKI Banten ditangkap.
Dari jumlah tersebut, empat orang divonis mati, sembilan orang divonis seumur hidup, dan 99 orang dibuang ke Boven Digul, termasuk para ulama PKI Banten, seperti Tubagus KH Achmad Chatib, Tubagus H Abdulhamid, KH Mohammad Gozali, Tubagus KH Abdul Hadi, Puradisastra (kakak Sukaesih), Alirachman (Aliarcham), dan Tubagus Hilman.
Setelah pemberontakan itu, dunia pergerakan di Banten semakin sulit. Belanda semakin ketat mengawasi warga dan aktivitas sosial serta politik.
Meski telah dikhianati, Tan Malaka tetap menghargai Alimin. Namun, setelah peristiwa itu Tan Malaka hanya menganggap Alimin sebagai teman untuk bergembira dan bergaul.
"Alimin masih saya hargai. Tetapi sebagai teman seperjuangan saya sangsikan kejujurannya" pungkasnya.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya


Momen Mantan Panglima TNI Nyinden di Depan Sinden Asli, Warga Sampai Melongo Mendengarnya
Berikut aksi mantan Panglima TNI nyinden di depan sinden asli yang bikin warga melongo mendengarnya.
Baca Selengkapnya


Jenderal Polisi Anak Eks Panglima ABRI Pensiun, Sosok ini Ngaku Sedih 'Tongkatnya Ada di Ruangan Saya'
Berikut momen sosok berpengaruh yang sedih saat Jenderal Polisi anak eks Panglima ABRI pensiun.
Baca Selengkapnya


Ayu Ting Ting Pamer Foto Mesra Bareng Boy William, Pelukan Kaya 'Teletubies' Bikin Baper
Bukan seperti sahabat, tapi foto mesra itu layaknya sepasang kekasih.
Baca Selengkapnya


Cerita Sekpri Iriana Jokowi Awal Mula Ditugaskan ke Istana 'Saya Ada Kesalahan Apa ini'
Berikut cerita Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi saat awal mula ditugaskan ke Istana.
Baca Selengkapnya


Jabatan Baru Kombes Budhi Herdi dari Kapolri, Setahun Lalu Dicopot Sebagai Kapolres Terseret Kasus Ferdy Sambo
Berikut jabatan baru Kombes Budhi Herdi dari Kapolri usai terseret kasus Ferdy Sambo.
Baca Selengkapnya

Tak Hanya di Pidie, 135 Pengungsi Rohingya Juga Mendarat di Aceh Besar Hari Ini
Di hari yang sama, sekitar pukul 01.30 WIB dini hari, sebanyak 180 pengungsi Rohingya juga berlabuh di Gampong Blang Raya.
Baca Selengkapnya

Polisi Berhasil Gali Keterangan D Istri Panca, Untuk Bongkar Motif Pembunuhan 4 Anak di Jagakarsa
“Hari ini kami berhasil untuk meminta keterangan dari ibu D selaku ibu korban,” kata AKBP Bintoro
Baca Selengkapnya

FOTO: Tangis Ibu Pecah Peluk Boneka Saat Antar Empat Jenazah Anaknya yang Dibunuh Sadis Ayahnya di Jagakarsa ke Pemakaman TPU Perigi
Ibu korban menangis tiada henti saat mengantarkan empat peti jenazah anaknya ke TPU Perigi, Sawangan, Depok.
Baca Selengkapnya

VIDEO: Mulai Terkuak Misteri Motif Ayah Bunuh 4 Anaknya, Istri Masih Trauma
Polisi memastikan, pembunuhan dilakukan saat korban dalam kondisi sadar.
Baca Selengkapnya

Prabowo: Ada Fenomena Gemoy, Emak-emak Cubit Pipi Saya, Sakit Lagi!
"Apalagi ada fenomena gemoy itu loh, ada emak-emak yang cubit pipi saya, sakit lagi!" kata Prabowo.
Baca Selengkapnya

Jasad 4 Anak Dibunuh Ayahnya Dimakamkan di Sawangan Depok
Polisi sudah memeriksa ibu korban untuk menggali motif pelaku.
Baca Selengkapnya

Prabowo: Jangan Panggil Saya Eyang atau Mbah, Mas Bowo Gitu Dong
Prabowo menolak untuk dipanggil eyang atau kakek oleh para pendukungnya. Tapi ingin dipanggil Mas Bowo
Baca Selengkapnya