Kemenkes Sebut 62 Persen Anak Alami Kekerasan Verbal Selama Pandemi
Merdeka.com - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kementerian Kesehatan RI, Fidiansjah menyampaikan bahwa 62 persen anak Indonesia mengalami kekerasan verbal selama pandemi Covid-19. Sedangkan 11 persennya mengalami kekerasan fisik. Data ini dikeluarkan oleh Wahana Visi Indonesia pada Mei 2020.
Studi Penilaian Cepat Dampak Covid-19 dan Pengaruhnya Terhadap Anak Indonesia ini dilakukan pada bulan juga menunjukkan bahwa 47 persen anak merasa bosan belajar di rumah, 35 persen anak merasa khawatir ketinggalan pelajaran, 34 persen anak merasa takut terkena penyakit, termasuk Covid-19.
Kemudian 20 persen anak merindukan teman-temannya, 15 persen anak merasa tidak aman, dan 10 persen anak ikut merasa khawatir tentang penghasilan orangtua.
"Iya jadi mereka juga memikirkan penghasilan orangtua mereka selama pandemi, bahkan sampai ke ketersediaan makanannya," kata Fidiansjah dalam talkshow 'Status Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja di Masa Pandemi' di Gedung Graha BNPB, Jakarta (20/7).
Berdasarkan data sensus penduduk terakhir, jumlah anak Indonesia berjumlah 79,5 juta jiwa. Sekitar 30,1 persen dari seluruh jumlah penduduk di Indonesia. Yang masuk ke dalam kategori anak adalah yang usianya di bawah 18 tahun.
Angka-angka di atas hanya menunjukkan persentase saja. Jika dikalkulasikan menjadi ke dalam bentuk jiwa, maka 11 persen dari seluruh anak Indonesia adalah 8.745.000. Berarti jumlah anak yang mengalami kekerasan fisik sebanyak 8,7 juta. Sedangkan jumlah anak yang mengalami kekerasan verbal sebanyak 49,2 juta jiwa.
Orangtua Tanpa Sadar Melakukan
Kekerasan verbal sebenarnya secara tidak sadar sering dilakukan oleh para orangtua di rumah. Apalagi di masa pandemi ini, di mana anak hanya di rumah saja. Tentunya kekerasan verbal itu menyakitkan sang anak. Fidiansjah memberikan contoh bentuk kekerasan verbal yang orangtua kerap lakukan tanpa sadar.
"Misalnya menjelek-jelekkan sang anak. Kamu kok bodoh sekali, kamu kok tidak bisa menyalakan komputer. Nah itu merendahkan si anak, termasuk kekerasan emosional," katanya.
Kemudian contoh kekerasan fisik yang juga sering dilakukan oleh mayoritas orangtua di Indonesia. Dengan dalih menjadi orangtua yang tegas dan bisa mendidik sang anak, banyak orangtua di Indonesia yang tidak segan-segan mencubit atau memukul anaknya. Fidi sangat menyayangkan hal ini.
"Kita berpikir cuma mencubit anak untuk mendidik. Lalu kemudian habis dicubit, dipukul, dimarahi ‘Kamu kok mengerjakan tugas seperti itu saja tidak bisa?’ dan lain sebagainya. Itu harus kita perhatikan dan kita cegah,” ujarnya
Dalam diskusi yang sama, Pemerhati Kesehatan Jiwa Anak UNICEF, Ali Aulia Ramly membenarkan bila angka kekerasan terhadap anak selama pandemi Covid-19 terus naik secara signifikan. Kekerasannya meliputi fisik maupun verbal. Ia juga ikut membandingkan dengan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan.
"Saya memang tidak bisa membandingkan dengan situasi sebelum Covid-19. Pada dasarnya, jumlah kekerasan terhadap anak itu tinggi. Sangat mengkhawatirkan. Studi LSM lainnya juga melihat ada peningkatan yang sangat tinggi. 300 dari 1000 responden anak mengalami kekerasan secara daring. Berarti sekitar 30 persennya," ungkap Aulia.
Aulia juga menambahkan bila kekerasan verbal dan fisik yang anak terima bisa berdampak pada kesehatan jiwanya. Seperti yang sudah dikatakan oleh dr. Fidi, kekerasan verbal yang orangtua lakukan merupakan bentuk kekerasan emosional pula.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pada saat anak sedang sakit, orangtua biasanya akan mengalami sejumlah kebingungan. Penting bagi orangtua untuk memerhatikan sejumlah hal.
Baca SelengkapnyaAnak memiliki rasa penasaran yang tinggi sehingga mereka bisa melontarkan banyak pertanyaan.
Baca SelengkapnyaKebiasaan memukul merupakan suatu hal yang kerap dilakukan anak. Hal ini perlu diperhatikan dan dihindari oleh orangtua.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Menurut Budi, syarat untuk mencapai generasi emas 2045 ialah harus sehat dan pintar.
Baca SelengkapnyaMasalah selesma yang memicu batuk pilek pada anak bisa sembuh sendiri dalam 7-10 hari sehingga tidak perlu terlalu dikhawatirkan orangtua.
Baca SelengkapnyaOrangtua memiliki peran yang besar dalam membentuk kecerdasan anak terutama sejak usia anak masih dini.
Baca SelengkapnyaPenyakit menular disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit yang dapat menyebar dari satu orang ke lainnya, termasuk anak-anak.
Baca SelengkapnyaRasa kesepian bisa kita alami secara tiba-tiba, penting untuk mengenalinya secara tepat walau kadang kondisi ini tidak disadari.
Baca SelengkapnyaBagi orangtua yang ingin mengajak anaknya melakukan perjalanan mudik secara cukup jauh, terdapat sejumlah hal yang harus diperhatikan.
Baca Selengkapnya