Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kegagapan Pemerintah Hadapi Lonjakan Tajam Covid-19

Kegagapan Pemerintah Hadapi Lonjakan Tajam Covid-19 Pasien Covid-19 dirawat di tenda darurat RSUD Bekasi. ©2021 Merdeka.com/Arie Basuki

Merdeka.com - Satu tahun lebih pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Pelbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menekan penyebaran virus mematikan berasal dari Wuhan, China, tersebut.

Mulai dari membentuk gugus tugas hingga Satgas Covid-19 yang tertuang dalam Keppres. Mendorong masyarakat menerapkan protokol kesehatan dengan pola 5M yaitu memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilisasi dan interaksi.

Kemudian mempercepat 3T yakni Testing, Tracing, dan Treatment sebagai upaya menekan penyebaran Covid-19. Hingga menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) lalu bermetamorfosis menjadi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Setahun lebih berjalan penyebaran Covid-19 justru semakin mengganas. Lonjakan terbesar ketika Satgas Covid-19 melaporkan terjadi 20 ribu kasus per tanggal 24 Juni. Kasus itu menjadi rekor penambahan Covid-19 harian sejak melanda tanah air pada Maret 2020. Lonjakan kasus Covid-19 ini membuat pelayanan seluruh rumah sakit nyaris tumbang.

Pemerintah pun kembali mengatur strategi untuk menekan laju Covid-19 dengan menerapkan PPKM dimulai 3 Juli hingga 20 Juli 2021 mendatang.

"Saya memutuskan untuk membelakuan 3-20 Juli khusus di Jawa dan Bali," kata Jokowi dalam akun Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (1/7).

Sejumlah pengetatan aktivitas dilakukan dalam PPKM Darurat tersebut. Di antaranya, seluruh pegawai kantor yang tidak masuk dalam kategori sektor essential bekerja dari rumah 100 persen.

Bagi pekerjaan yang masuk dalam kategori essential, diberlakukan bekerja di kantor dengan kapasitas 50 persen saja. Sektor essential adalah keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non penanganan karantina Covid-19, serta industri orientasi ekspor.

Sementara untuk pekerjaan kategori kritikal, diperbolehkan masuk 100 persen. Kategori ini di antaranya, energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan, minuman dan penunjangnya, petrokimia, semen, objek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi, utilitas dasar (seperti listrik dan air), serta industri pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari.

Dalam PPKM Darurat ini, seluruh kegiatan belajar mengajar tatap muka juga ditiadakan. Seluruhnya dilakukan secara online atau daring.

Di satu sisi, rumah sakit tak mampu lagi menampung pasien Covid-19. Mereka harus rela mengantre karena kondisinya benar-benar dipenuhi pasien terpapar Covid-19. Sejumlah rumah sakit rujukan bahkan harus mendirikan tenda darurat untuk menampung pasien Covid-19. Sementara pasien yang mengalami gejala ringan harus menjalani isolasi mandiri di rumah.

Sejumlah rumah sakit juga kekurangan oksigen untuk pasien Covid-19. Salah satunya terjadi di RSUP Dr Sardjito, Sleman, Yogyakarta. Pihak RSUP Dr Sardjito melaporkan 63 pasien meninggal dunia dalam dua hari terakhir sejak Sabtu (3/7) malam hingga Minggu (4/7) pagi. Bahkan 33 pasien dilaporkan meninggal dunia akibat krisis oksigen.

"Sedangkan yang meninggal pasca oksigen central habis pukul 20.00 WIB maka kami sampaikan jumlahnya 33 pasien," kata Direktur RSUP Dr Sardjito Rukmono Siswishasto, Minggu (4/7).

Krisis oksigen juga menimpa rumah sakit rujukan penanganan Covid-19 lainnya. Pasokan oksigen yang dibutuhkan bagi pasien isolasi mandiri di rumah membuat sejumlah orang berbondong-bondong memburu barang tersebut. Hal ini memicu kelangkaan oksigen. Pemerintah pun membentuk Tim Satuan Tugas (Satgas) Oksigen untuk memastikan kebutuhan oksigen di tengah lonjakan pasien Covid-19 di setiap provinsi dapat tercukupi.

"Kalau misalnya ternyata terjadi kekurangan, Kementerian Perindustrian tinggal mengkonversikan oksigen yang tadinya dialokasikan ke industri menjadi dialokasikan ke rumah sakit dan kalau perlu mengimpor oksigen," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers virtual Layanan Telemedicine bagi Pasien Isolasi Mandiri dan dipantau dari Jakarta, Senin (5/7).

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan memastikan hingga saat ini pasokan obat maupun oksigen menuju rumah sakit masih terkendali. Luhut menambahkan, kebutuhan oksigen juga akan dipasok oleh lima produsen berskala besar untuk menangani permasalahan kesehatan yang terjadi sekarang.

"Pemerintah meminta lima produsen oksigen agar 100 persen produksi mereka dikasih ke masalah kesehatan," kata Luhut.

Paralel Mengatasi Covid-19

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra melihat sejak awal pemerintah gagap dalam upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Dia menyoroti pemerintah yang terlihat hanya mengandalkan perilaku kedisiplinan masyarakat dalam mengantisipasi penyebaran Covid-19.

Padahal cara tersebut dinilainya sulit diterapkan lantaran perbedaan latar belakang ekonoimi, pendidikan, sosial budaya masyarakat di Indonesia. Sehingga upaya memutus mata rantai Covid-19 dilakukan pemerintah dalam 16 bulan belum terlihat jelas.

"Sementara di sisi lain pemerintah untuk memastikan 3T itu masih sangat lemah. Buktinya seluruh rumah sakit rujukan Covid sudah over capacity itu fakta. Kemduian terjadi pemeriksaan yang sangat rendah terkait dengan testing nah hal hal ini seharusnya sudah dipersiapkan jauh hari gitu tetapi memang inilah yang kurang persiapan serius sekali di saat saat sakarang ini varian Delta yang kecepatan menularnya tinggi,' kata Hermawan saat dihubungi merdeka.com, Selasa (6/7).

Hermawan mengatakan, sejak awal kebijakan yang diambil pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 yakni dengan menerapkan lockdown regional. Sebab kebijakan PPKM Darurat lebih cenderung menunda atau meminimalisir laju sementara kasus Covid-19.

"Kalau kita mau memutus mata rantai. Kalau kita mau keluar dari pandemi dan bisa mengendalikan dengan baik harusnya lockdown supaya tidak ada lagi subjektivitas di lapangan. Semua orang merasa adil. Kalau sekarang kan sekat-sekat seperti ini tidak merata seluruh wilayah jadi sebagian orang merasa kok ini bisa, kok ini tidak, kok kami begini, kami begitu, kok yang ini tidak. Seharusnya hal-hal ini tidak ada lagi kalau kita mau memutus mata rantai," kata dia.

Menurut dia, kebijakan pemerintah yang berubah-ubah dalam menangani Covid-19 membuat ketidakpercayaan publik. Dia mengatakan, butuh saling menguatkan antara pemerintah dan masyarakat agar bisa lepas dari pandemi Covid-19 berkepanjangan.

"Sebenarnya baik pemerintah masyarakat punya sama-sama kewajiban agar bahu membahu keluar dari pandemi Covid tetapi kan tidak hanya masyarakat yang disalahkan seharusnya pemerintah juga punya tangung jawab berkaitan dengan 3T itu. Jadi kalau dianggap perilaku masyarakat lemah tapi juga pemerintah lemah dalam testing maka dari itu sembari mengevaluasi masing-masing harusnya bisa saling paralel dan saling menguatkan dari aspek kebijakan termauk testing tracing dan treatmen," tandasnya.

(mdk/gil)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kasus Covid-19 Muncul lagi, Sekda Jateng Sebut yang Terpapar Karena Belum Booster
Kasus Covid-19 Muncul lagi, Sekda Jateng Sebut yang Terpapar Karena Belum Booster

Terkait mobilisasi orang yang banyak berpotensi terjadi pada liburan Natal dan Tahun Baru, pemerintah belum mengeluarkan kebijakan pembatasan perjalanan.

Baca Selengkapnya
Menkes Budi: Kasus Covid-19 di Indonesia Jelang Natal dan Tahun Baru 2024 Tak Mengkhawatirkan
Menkes Budi: Kasus Covid-19 di Indonesia Jelang Natal dan Tahun Baru 2024 Tak Mengkhawatirkan

Budi juga menganjurkan masyarakat untuk kembali menggunakan masker saat mengakses tempat-tempat yang rawan.

Baca Selengkapnya
Penyebab Selesma dan Gejalanya yang Perlu Diwaspadai, Kenali Cara Mencegahnya
Penyebab Selesma dan Gejalanya yang Perlu Diwaspadai, Kenali Cara Mencegahnya

Selesma adalah infeksi virus yang menyerang saluran pernapasan bagian atas, seperti hidung dan tenggorokan.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Covid-19 Naik Lagi, Menkes Minta Masyarakat Pakai Masker Selama Libur Akhir Tahun
Covid-19 Naik Lagi, Menkes Minta Masyarakat Pakai Masker Selama Libur Akhir Tahun

Imbauan ini mengingat penularan Covid-19 dilaporkan kembali meningkat dalam beberapa waktu terakhir.

Baca Selengkapnya
Pasien Covid-19 yang Dirawat di Rumah Sakit RI Naik 255 Persen
Pasien Covid-19 yang Dirawat di Rumah Sakit RI Naik 255 Persen

Tjandra mengatakan, data WHO menunjukkan, ada kenaikan 255 persen perawatan Covid-19 di rumah sakit Indonesia.

Baca Selengkapnya
Sampah Sisa Perayaan Tahun Baru di Jakarta Capai 130 Ton, Terbesar setelah Pandemi Covid
Sampah Sisa Perayaan Tahun Baru di Jakarta Capai 130 Ton, Terbesar setelah Pandemi Covid

jumlah sampah yang terkumpul selama malam perayaan tahun baru 2024 di Jakarta mencapai 130 ton.

Baca Selengkapnya
Kemenkes Temukan Kasus Covid-19 Varian JN.1 di Jakarta dan Batam
Kemenkes Temukan Kasus Covid-19 Varian JN.1 di Jakarta dan Batam

Covid-19 varian JN.1 dilaporkan berkaitan erat dengan varian BA.2.86 dan dikhawatirkan dapat mempengaruhi pola penularan dan tingkat keparahan penyakit.

Baca Selengkapnya
Kasus Covid-19 Ditemukan pada 11 Daerah di Jateng
Kasus Covid-19 Ditemukan pada 11 Daerah di Jateng

Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) mengungkapkan kenaikan kasus Covid-19 di wilayahnya.

Baca Selengkapnya
Sejarah 2 Maret: Kasus Pertama Virus Covid-19 di Indonesia
Sejarah 2 Maret: Kasus Pertama Virus Covid-19 di Indonesia

Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.

Baca Selengkapnya