Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Jejak Soegijapranata dalam pertempuran 5 hari di Semarang

Jejak Soegijapranata dalam pertempuran 5 hari di Semarang Jejak pahlawan Mgr Soegijapranata. ©2013 merdeka.com/parwito

Merdeka.com - Peran serta Mgr Soegijapranata dalam pembentukan bangsa dan negara ini dicatat khusus oleh sejarawan Anhar Gonggong dalam bukunya berjudul Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ-Antara Gereja dan Negara (Jakarta: Grasindo, 1993). Walaupun pada 17 Agustus 1945 Indonesia telah memproklamirkan kemerdekannya melalui Soekarno-Hatta, namun ada beberapa pihak yang tidak mau menerima kenyataan jika bangsa Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya.

Pihak-pihak yang tidak mau menerima kenyataan adalah pihak Belanda dan pihak Jepang. Pihak Jepang bahkan enggan untuk menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada pemerintah Indonesia.

Para pemimpin pemerintahan dan generasi muda akhirnya memutuskan untuk mengambil alih pemerintahan dari tangan tentara Jepang. Namun, tentara Jepang mengancam akan melakukan tindakan kekerasan jika para pemimpin bangsa dan generasi muda terus melanjutkan niatnya. Walaupun diancam, tetapi pihak pemerintahan dan pemuda Indonesia selalu berusaha untuk dapat mengambil alih pemerintahan dari tangan Jepang. Kemudian, muncul pertentangan yang mengakibatkan pertikaian dan pertumpahan darah antara pihak Jepang dan Indonesia.

Jepang sebagai negara yang kalah perang wajib untuk mematuhi peraturan yang telah ditentukan oleh pihak pemenang dalam hal ini adalah pihak sekutu.

Pada September 1945, pasukan sekutu berangsur-angsur menginjakan kakinya di Indonesia dan mengambil alih kekuasaan dari Jepang. Setibanya di Indonesia pasukan sekutu langsung menguasai kota-kota besar yang ada di Indonesia. Mereka juga berusaha untuk memperkuat kedudukannya di Indonesia, mereka juga melakukan tindakan-tindakan provokasi dengan tujuan untuk memancing kerusuhan di kota-kota yang ada di Indonesia dan sesuai dengan tugasnya pada 20 Oktober 1945.

Akhirnya, pasukan sekutu mendarat di Semarang. Seperti di tempat-tempat lain kedatangan pasukan sekutu juga diboncengi oleh pasukan Belanda NICA. Hal itu akhirnya diketahui oleh para pemuda Indonesia hal ini menjelma menjadi sebuah suasana yang tegang yang menyulut pertempuran antara kedua belah pihak.

Suasana dan kondisi yang sulit juga menjadi perhatian Mgr. Soegijapranata sebagai warga negara sekaligus kepala hierarki gereja Vikariat Semarang. Mgr. Soegijapranata berusaha untuk mengambil bagian guna menciptakan suasana yang menguntungkan bagi pejuang Indonesia.

Setelah mendengar bahwa bangsa Indonesia telah merdeka, beliau mengibarkan bendera merah putih di depan gedung pastoran Gedagang, Semarang. Sejak saat itu Pastoran Gedawang selalu dihiasi dengan bendera merah putih. Mgr. Soegijapranata tak jarang mendapatkan teguran dari pimpinan NICA karen mengibarkan bendera merah putih itu.

Teguran itu dijawab bahwa pimpinan NICA tidak pernah mengeluarkan larangan pengibaran bendera merah putih. Mgr. Soegijapranata juga menantang kepada pimpinan NICA dengan mengatakan bahwa kalau kamu ingin bendera itu turun, coba datanglah kembali dan rebutlah kekuasaan di sini.

Dalam pertempuran 5 Hari di Semarang, Mgr Soegijapranata mendapatkan kabar dari para pemuda bahwa kondisi rakyat di medan pertempuran sangat menyedihkan. Seperti, bayi-bayi yang menderita karena air susu ibunya sudah mengering, mereka sudah beberapa hari tidak makan. Oleh Mgr Soegijapranata, penderitaan ini kemudian dikabarkan kepada komandan-komandan pasukan yang hadir di pastoran Gedagang-Semarang.

Soegija juga mendesak kepada para kepada kedua belah pihak untuk menghentikan pertempuran yang telah menimbulkan penderitaan. Karena desakan tersebut maka dilakukannya perundingan dan akhirnya tercapai kesepakatan banwa dihentikan tembak-menembak anata kedua belah pihak.

Pertempuran membawa penderitaan bagi kehidupan rakyat dalam kondisi yang buruk ini. Kekurangan pangan muncul, orang-orang melakukan perampokan dan berbagai kejahatan lainnya. Melihat situasi yang tidak tentu ini maka muncullah insiatif dari Mgr. Soegijapranata untuk mengirimkan utusanya ke Jakarta menemui pemerintahan Indonesia diantaranya Perdana Menteri Sultan Sjahrir.

Melalui utusanya, Mgr. Soegijapranata menjelaskan kondisi yang sebenarnya tentang penderitaan rakyat di Semarang. Usaha-usaha Mgr Soegijapranata ini membawa dampak positif dan akhirnya pemerintah pusat mengirimkan utusannya untuk meninjau keadaan kota Semarang serta mengembalikan kondisi pemerintahan yang teratur.

Walaupun kota Semarang memiliki pemerintahan yang telah dibangun, tetapi pasukan Sekutu juga tidak henti-hentinya melakukan tindakan intimidasi, terror dan pembunuhan keji. Kondisi ini yang sama juga dihadapi oleh pemerintahan di Jakarta. Situasi yang penuh dengan teror ini menyebabkan terganggunya pemerintahan yang telah dibangun di Jakarta. Oleh karena Jakarta tidak dapat dipertahankan sebagai ibukota Negara Republik Indonesia maka Ibukota negara dipindah ke Yogyakarta. Masyarakat Yogyakarta menyambut hangat pemindahan ini.

Sejalan dengan itu maka pada tanggal 4 Januari 1946 tibalah Bung Karno dan Bung Hatta di Yogyakarta. Sementara itu keadaan di kota Semarang menjadi semakin genting menghadapi situasi yang tidak menentu. Mgr Soegijapranata tidak menyingkir namun ia berusaha untuk menentramkan kondisi di Semarang. Ia tidak menghiraukan adanya tuduhan pengkhianatan terhadap mereka yang tidak mau menyingkir.

Mgr. Soegijapranata mengatakan bahwa mereka yang meninggalkan kota adalah mereka yang penghianat. Alasannya untuk tidak meninggalkan kota karena adanya tanggungjawab yang ia emban. Namun dalam perkembangannya selanjutnya, keinginan untuk tetap tinggal di Semarang tidak dapat ia pertahankan.

Pada tahun 1946 sebagai tahun kepindahan pusat pemerintahan Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta diikuti juga oleh Mgr Soegijapranata dengan ikut berpindah ke Yogyakarta. Anhar Gongong dalam bukunya menyebutkan bahwa sebagai seorang nasionalis, Mgr.

Soegijapranata telah mengambil keputusan yang menguntungkan bangsa dan tanah airnya. Keuntungan kepindahannya ke Yogyakarta adalah Mgr Soegijapranata akan dapat berkomunikasi dengan para pemimpin yang ada di Yogyakarta.

Dengan mengikuti kepindahan Ibukota negara, Mgr. Soegijapranata tetap dapat menjalin komunikasi dengan Presiden Soekarno. Pertentangan antara Republik Indonesia dan Belanda semakin meruncing bahkan sampai ke agresi militer Belanda pertama. Tindakan agresor Belanda menimbulkan reasi yang keras baik di dalam dan di luar negeri.

(mdk/did)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Jejak Peninggalan Pertempuran Tengaran di Semarang, Melihat Tempat Ibadah Para Pejuang hingga Markas Belanda
Jejak Peninggalan Pertempuran Tengaran di Semarang, Melihat Tempat Ibadah Para Pejuang hingga Markas Belanda

Pertempuran Tengaran terjadi pada masa Agresi Militer II, tepatnya sekitar tanggal 25 Mei 1947

Baca Selengkapnya
Penuh Rintangan Berat, Begini Detik-Detik Penyerbuan Tentara Belanda dari Salatiga ke Yogyakarta pada Agresi Militer II
Penuh Rintangan Berat, Begini Detik-Detik Penyerbuan Tentara Belanda dari Salatiga ke Yogyakarta pada Agresi Militer II

Masyarakat setempat bersikap wajar dalam bereaksi terkait adanya konvoi itu.

Baca Selengkapnya
Sejarah Pertempuran Lima Hari Lima Malam, Perang Tiada Henti Pasukan TRI Melawan NICA di Kota Palembang
Sejarah Pertempuran Lima Hari Lima Malam, Perang Tiada Henti Pasukan TRI Melawan NICA di Kota Palembang

Perjuangan dan semangat yang dimiliki pasukan tentara Indonesia melawan Belanda demi mempertahankan kemerdekaan begitu besar dalam peristiwa ini.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, Ini Sejarah dan Para Tokoh Penggagasnya
Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, Ini Sejarah dan Para Tokoh Penggagasnya

Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah sebuah upaya besar dalam perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda.

Baca Selengkapnya
Sosok Guru Somalaing Pardede, Panglima Perang Sisingamangaraja XII yang Terkuat
Sosok Guru Somalaing Pardede, Panglima Perang Sisingamangaraja XII yang Terkuat

Pria panglima perang ini dianggap penjajah Belanda sangat berbahaya dan kuat dibandingkan dengan pemimpinnya sendiri.

Baca Selengkapnya
22 Desember 1948: Sjafruddin Prawiranegara Mendirikan Pemerintahan Darurat RI di Sumatra Barat
22 Desember 1948: Sjafruddin Prawiranegara Mendirikan Pemerintahan Darurat RI di Sumatra Barat

Berawal dari Agresi Militer Belanda Kedua pada 19 Desember 1948, PDRI pun didirikan di Sumbar.

Baca Selengkapnya
Kata Bijak Soekarno tentang Perjuangan, Bakar Semangat Jiwa Muda di Bulan Kemerdekaan
Kata Bijak Soekarno tentang Perjuangan, Bakar Semangat Jiwa Muda di Bulan Kemerdekaan

Merdeka.com merangkum informasi tentang kata-kata bijak Soekarno tentang perjuangan yang perlu Anda ketahui.

Baca Selengkapnya
Sosok Nyi Mas Gamparan, Panglima Muslimah Asal Serang yang Tolak Keberadaan Belanda di Banten
Sosok Nyi Mas Gamparan, Panglima Muslimah Asal Serang yang Tolak Keberadaan Belanda di Banten

Wanita ini memimpin 30 perempuan dalam pertempuran melawan Belanda.

Baca Selengkapnya
Sejarah Terbentuknya BUMN, Ternyata Awalnya Sengketa dengan Belanda
Sejarah Terbentuknya BUMN, Ternyata Awalnya Sengketa dengan Belanda

Kolonel Soeprayogi, diangkat sebagai menteri urusan stabilisasi ekonomi oleh Presiden Sukarno, memainkan peran kunci dalam peraturan untuk pengambilan keputusan

Baca Selengkapnya