Indonesia Tolak Rencana WHO Soal Legalisasi Ganja

Merdeka.com - Pemerintah Indonesia telah menegaskan sikap tak setuju, atas rekomendasi World Health Organization (WHO) tentang legalisasi narkotika jenis ganja. Keputusan itu diambil untuk menepis isu yang beredar tentang rencana legalisasi itu.
Hal itu disampaikan Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Krisno H Siregar berdasarkan kesimpulan dari hasil rapat koordinasi (rakor) yang diprakarsai Badan Narkotika Nasional (BNN) RI bersama Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan beberapa pihak lainnya.
"Seluruh peserta rakor tidak menyetujui terhadap rekomendasi WHO tentang rencana legalisasi narkotika jenis ganja," kata Krisno pada keterangan tertulisnya, Sabtu (27/6).
-
Dari mana ganja yang dicampur kue itu berasal? Dari hasil kerja sama tersebut ditemukan ganja yang dicampur dengan kue seberat 278,2 gram dari Kota Medan, Sumatera Utara.
-
Mengapa obat ini dikembangkan? Kehilangan gigi sering kali menjadi masalah bagi orang-orang yang mengidap kondisi ini, mulai dari masalah penampilan hingga masalah fungsional, seperti berkurangnya kemampuan menggigit.
-
Kapan ganja mulai dilegalkan? Di berbagai belahan dunia, ganja dimanfaatkan untuk meredakan berbagai penyakit, seperti nyeri, peradangan, insomnia, dan depresi.
-
Siapa yang mengembangkan obat ini? Ahli biologi molekuler dan dokter gigi, Takahashi Katsu, telah mengembangkan obat sejenis ini untuk pertama kalinya setelah bekerja dalam bidang regenarasi gigi selama 20 tahun.
-
Apa jenis narkoba yang diproduksi? Saat diringkus, polisi menemukan berbagai macam alat yang digunakan memproduksi ekstasi tersebut dan siap untuk diedarkan. Salah satunya yakni 416 gram serbuk warna biru (Methafetamine)
-
Apa yang dilakukan CRISPR dalam pengobatan genetik? CRISPR telah muncul sebagai salah satu terobosan terpenting dalam pengobatan genetik, menawarkan metode baru yang efisien dan tepat untuk mengedit DNA. Teknologi ini memungkinkan para ilmuwan untuk secara langsung menargetkan dan memodifikasi gen yang berkaitan dengan berbagai penyakit, memberikan harapan baru bagi pengobatan kondisi genetik yang sebelumnya dianggap tidak mungkin diobati.
Menurutnya, alasan pemerintah untuk menolak legalisasi itu karena ganja atau cannabis yang tumbuh di alam Indonesia berbeda dengan yang tumbuh di Eropa atau Amerika.
"Perbedaannya dari hasil penelitian bahwa Ganja di Indonesia memiliki kandungan THC (Tetrahydrocannabinol) yang tinggi sampai 18 persen dan CBD (Cannabidiol) yang rendah hanya 1 persen. Kandungan THC itu kan sangat berbahaya bagi kesehatan karena bersifat psikoaktif," terangnya.
Sementara itu, Krisno menambahkan, untuk ganja yang digunakan untuk pengobatan seperti epilepsi adalah hasil dari budidaya rekayasa genetik yang memiliki kandungan CBD tinggi dan kandungan THC rendah.
Berdasarkan perbedaan kandungan tersebut, dia menuturkan, ganja yang berada di Indonesia bukanlah jenis yang dapat dipakai untuk pengobatan. Walaupun tumbuhan itu mudah berkembang di hutan pegunungan Indonesia.
Dilarang Undang-Undang
Selain kandungan zat, dia mengingatkan, di Indonesia masih berlaku UU Nomor 35 Tahun 2009 yang mengatur ganja sebagai narkotika golongan satu dan memiliki sanksi tegas bila disalahgunakan.
"Sehingga produk undang-undang tersebut harus dijunjung tinggi oleh seluruh Warga Negara Indonesia. Karena dapat berbahaya bagi kehidupan masyarakat dan masa depan bangsa," katanya.
Sedangkan, Krisno menyebut dari hasil data penegakan hukum Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri serta BNN terhadap kasus ganja cukup besar setiap tahunnya, itupun belum termasuk yang tak terungkap.
"Adanya aturan yang tegas saja banyak warga negara yang masih melanggar, apalagi jika ganja dilegalkan maka akan lebih banyak lagi penyalahguna ganja dengan dalih apapun. Juga lebih banyak lagi masyarakat yang menjadi korban dan terdampak oleh bahaya nantinya," ujarnya.
"Penyalahgunaan ganja juga memiliki kecenderungan digunakan orang untuk kebutuhan rekreasi ketimbang medis. Sehingga tanaman ganja yang ada di Indonesia mempunyai akibat yang lebih besar mudhoratnya ketimbang manfaatnya," tambah Krisno.
Dengan demikian, dia menegaskan, adanya rekomendasi legalisasi ganja oleh WHO justru akan menimbulkan permasalahan di Indonesia. Seperti peningkatan angka orang sakit dan kematian akibat maraknya penggunaan Ganja.
"Untuk itu, seluruh peserta sepakat untuk menolak rekomendasi WHO 5.4 dan 5.5 sebagai statement dan sikap Indonesia atas rekomendasi tersebut," pungkasnya.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Ganja mengalami penurunan klasifikasi dari obat terlarang untuk lebih dimanfaatkan secara medis.
Baca Selengkapnya
Pemerintah berharap ke depannya ada aturan soal jual beli kratom di toko-toko, usai hasil riset BRIN dan Kemenkes keluar.
Baca Selengkapnya
Efek samping dari penggunaan kratom cukup membahayakan bila tidak sesuai takaran.
Baca Selengkapnya
Daun kratom tengah menjadi pembicaraan karena disebut memiliki efek menenangkan.
Baca Selengkapnya
18.000 keluarga di Kalimantan Barat hidupnya bergantung pada tanaman kratom.
Baca Selengkapnya
WHO baru-baru ini mendesak negara-negara di dunia untuk menerbitkan aturan yang melarang rokok elektronik atau vape aneka rasa.
Baca Selengkapnya
Ulama Aceh Ingatkan Ganja Tanaman Ciptaan Allah yang Subur dan Tak Bisa Dilarang
Baca Selengkapnya
Industri tembakau telah berkontribusi kepada penerimaan negara sebesar ratusan triliun rupiah setiap tahunnya.
Baca Selengkapnya
Kratom memiliki manfaat kesehatan, seperti obat anti nyeri hingga penyakit kanker.
Baca Selengkapnya
Dengan disahkannya UU Kesehatan, Indonesia setara dengan negara lain yang juga memiliki payung hukum mengenai vape.
Baca Selengkapnya
Kratom dikelompokkan sebagai tanaman yang memiliki kandungan narkotika, layaknya ganja.
Baca Selengkapnya
Pemanfaatan produk tembakau alternatif juga dapat menjadi salah satu strategi untuk menurunkan prevalensi merokok.
Baca Selengkapnya