ICW Ragukan Kelengkapan Dakwaan Pinangki: Bertindak Sendiri atau Dibantu Jaksa
Merdeka.com - Peneliti ICW Kurnia Ramadhana meragukan kelengkapan berkas Kejaksaan Agung ketika melimpahkan perkara yang melibatkan jaksa Pinangki Sirna Malasari ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Setidaknya, kata dia, ada empat hal yang terlihat hilang dalam penanganan perkara tersebut.
"Pertama, Jaksa Penuntut Umum tidak menjelaskan, apa yang disampaikan atau dilakukan oleh Pinangki Sirna Malasari ketika bertemu dengan Djoko S Tjandra, sehingga membuat buronan kasus korupsi itu dapat percaya terhadap Jaksa tersebut," kata Kurnia.
Hal ini penting, kata dia, sebab secara kasat mata, tidak mungkin seorang buronan kelas kakap seperti Djoko S Tjandra dapat menaruh kepercayaan tinggi kepada Pinangki. Terlebih yang bersangkutan juga tidak memiliki jabatan penting di Kejaksaan Agung.
"Selain itu, psikologis pelaku kejahatan sudah barang tentu akan selalu menaruh curiga kepada siapa pun yang ia temui," tuturnya.
Kedua, kata dia, Jaksa Penuntut Umum belum menjelaskan, apa-apa saja langkah yang sudah dilakukan oleh Pinangki dalam rangka menyukseskan action plan. Ketiga, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum juga belum menyampaikan siapa jaringan langsung Pinangki atau Anita di Mahkamah Agung.
"Selain itu, apa upaya yang telah dilakukan Jaksa tersebut untuk dapat memperoleh fatwa dari MA. Sebab, fatwa hanya dapat diperoleh berdasarkan permintaan lembaga negara. Tentu dengan posisi Pinangki yang hanya menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan, mustahil dapat mengurus fatwa yang nantinya kemudian diajukan oleh Kejaksaan Agung secara kelembagaan," katanya
Keempat, Jaksa Penuntut Umum juga belum memberikan informasi, apakah saat melakukan rencana mengurus fatwa di MA.
"Pinangki bertindak sendiri atau ada Jaksa lain yang membantu? Sebab, untuk memperoleh fatwa tersebut ada banyak hal yang mesti dilakukan, selain kajian secara hukum, pasti dibutuhkan sosialisasi agar nantinya MA yakin saat mengeluarkan fatwa," paparnya
Di luar itu, ICW mempertanyakan kepada Kejaksaan Agung, apakah proses pelimpahan perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dilakukan atas koordinasi terlebih dahulu kepada KPK Sebab, kata dia, KPK secara kelembagaan telah menerbitkan surat perintah supervisi pada awal September lalu.
"Secara etika kelembagaan, semestinya Kejaksaan Agung berkoordinasi telah dahulu dengan KPK sesaat sebelum pelimpahan perkara itu," katanya.
Bahkan Pasal 10 ayat (1) UU 19/2019 telah menegaskan bahwa dalam melakukan tugas supervisi KPK berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mengepal Tangan Isyarat Wanita dalam Bahaya dan Butuh Pertolongan? Ini Kata Psikolog
Baca SelengkapnyaUcapan untuk orang meninggal memberikan dukungan moral kepada keluarga yang tengah berduka.
Baca SelengkapnyaPolisi Diminta Dampingi Psikologis Anak dan Istri korban Pencabulan Oknum Petugas Damkar
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Untuk memastikan kondisi anak dan memberikan pendampingan psikologis dampak peristiwa tragis yang menimpa keluarganya.
Baca SelengkapnyaSama halnya dengan jerawat yang ada di wajah, jerawat punggung dapat merusak penampilan.
Baca SelengkapnyaPrengki menyebut sebelumnya sudah dilakukan mediasi dengan beberapa terlapor.
Baca SelengkapnyaMasih banyak pria enggan mengakui bahwa mereka mengalami masalah kesehatan mental dan membutuhkan bantuan, mengapa?
Baca SelengkapnyaPenuaan dini adalah proses perubahan fisik dan mental yang terjadi seiring dengan bertambahnya usia.
Baca SelengkapnyaAde menyebut, 104 orang saksi telah dimintai keterangan.
Baca Selengkapnya