Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Hasil Uji Lab, Matinya Koloni Burung Pipit di Bali Karena Fenomena Alam

Hasil Uji Lab, Matinya Koloni Burung Pipit di Bali Karena Fenomena Alam Ratusan burung mati mendadak di halaman Pemkot Cirebon. ©2021 Insatgram About Cirebon/editorial Merdeka.com

Merdeka.com - Hasil pemeriksaan matinya ribuan Burung Pipit di Desa Pering, Kecamatan Blabatuh, Kabupaten Gianyar, Bali, yang dilakukan oleh Balai Besar Veteriner (BBVet) Kelas I Denpasar, Bali, dugaan sementara karena fenomena alam.

Made Santiarka selaku Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Gianyar, Bali, bahwa hasil matinya ribuan burung Pipit sudah keluar tadi malam Kamis (16/9), setelah diperiksa dan diteliti di laboratorium BBVet.

"Hasil yang kami terima dari pemeriksaan BBVet Denpasar. Kematian burung Pipit pada 9 September 2021 tidak mengarah kepada penyakit infeksius. Artinya, kematiannya itu tidak disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus, bakteri, dan jamur," kata Santiarka, saat dihubungi Jumat (17/9).

Dia menyebutkan, kematian koloni burung Pipit itu, ada beberapa penyebab. Pertama, dugaan awal disebabkan karena fenomena alam, karena saat itu hujan turun lebat dan kemungkinan burung itu menghirup gas beracun atau kekurangan oksigen O2.

"Kematiannya ini itu karena (fenomena) alam waktu itu, karena hujan lebat jadi kemungkinan burung-burung di sana itu menghirup gas. Kedua, juga karena kekurangan oksigen dan yang ketiga bisa karena habis memakan makanan yang beracun itu perkiraannya," imbuhnya.

"Waktu hujan lebat, kemungkinan saja ada gas yang beracun turun itu. Jadi, itu dihirup. Kemungkinan juga ada menyebabkan kematian seperti itu," ungkapnya.

Misalnya, seperti orang berenang atau tenggelam karena terlalu banyak air hingga sulit bernapas dan itu menyebabkan kekurangan o2 dan akhirnya burung itu mati.

"Jadi, terlalu banyak air jadi sulit nafas jadi kekurangan O2 gitu. Karena hujan lebat, dia kan terguyur air banyak sekali. Hasilnya, iya mengarah ketidak infeksius, itu saja hasilnya," ujarnya.

Selain itu, simple burung Pipit itu juga dicek apakah ada penyakit flu burung dan hasilnya negatif. Namun, untuk mengetahui pastinya burung itu mati tentu harus ada penelitian yang lebih mendalam lagi.

"Terus dicek flu burung negatif. Kalau, memang mengetahui apa sebenarnya itu bukan ranah saya. Kalau memang penyidik inginnya lebih lanjut, iya tugasnya penyidik penyakit. Saya, kan hanya membacakan apa yang dihasilkan laporan BBVet," jelasnya.

"Terus, kalau diteliti lebih lanjut kalau disebabkan karena makanan beracun, terus dimana dia waktu hidup mencari makan, kita kan tidak tau. Sulit, buntu jadinya," ungkapnya.

Namun, pihaknya menegaskan bahwa untuk dugaan sementara matinya burung Pipit karena fenomena alam dan matinya tidak mengarah kepada infeksius.

"Intinya, matinya tidak mengarah ke penyakit infeksius. Kematiannya ini pas berbarengan dengan hujan lebat, iya akibatnya fenomena alam," ujar Santiarka.

Seperti yang diberitakan, sebuah video burung Pipit jatuh berhamburan ke tanah dan mati hingga viral dan heboh di media sosial, pada Kamis (9/9).

Video tersebut, diketahui dishare oleh akun bernama Dek Eko via@balibrodcast. Dalam video tersebut, terlihat banyak burung berjatuhan, yang terjadi di wilayah Sentra, Banjar Sema Pring, Kabupaten Gianyar, Bali, Kamis (9/9).

Dalam captionnya disebutkan,"Banyak Burung Pipit jatuh saat hujan dan angin kencang yang terjadi di wilayah tersebut. Sehingga membuat sayap mereka basah," tulisnya.

(mdk/ded)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Peringatan Dini Cuaca Buruk di Bali pada 15-17 Maret 2024
Peringatan Dini Cuaca Buruk di Bali pada 15-17 Maret 2024

Cuaca buruk akibat terbentuknya bibit siklon tropis di Samudra Hindia bagian tenggara.

Baca Selengkapnya
20 Petugas Pemilu di Bali Jatuh Sakit, Satu Orang Meninggal Dunia
20 Petugas Pemilu di Bali Jatuh Sakit, Satu Orang Meninggal Dunia

Sebanyak 20 orang petugas penyelenggara Pemilu 2024 di Bali jatuh sakit.

Baca Selengkapnya
Spesies Baru Katak Kecil Ditemukan di Indonesia, Ukurannya Cuma 3 Cm!
Spesies Baru Katak Kecil Ditemukan di Indonesia, Ukurannya Cuma 3 Cm!

Penemuan spesies katak bertaring terkecil di Pulau Sulawesi, Indonesia, menciptakan sensasi biologi.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
2.131 Warga Bali Terserang DBD, Faktor Curah Hujan Tinggi Picu Meningkatnya Populasi Nyamuk
2.131 Warga Bali Terserang DBD, Faktor Curah Hujan Tinggi Picu Meningkatnya Populasi Nyamuk

Kasus DBD tertinggi yakni Kabupaten Tabanan, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Badung

Baca Selengkapnya
Pantun Lucu Bikin Ngakak sampai Sakit Perut, Dijamin Menghibur
Pantun Lucu Bikin Ngakak sampai Sakit Perut, Dijamin Menghibur

Jika Anda butuh hiburan disaat bosan, pantun lucu bikin ngakak sampe sakit perut adalah solusinya.

Baca Selengkapnya
Mengenal Burung Paruh Kodok yang Pandai Berkamuflase, Salah Satu Habitatnya ada di Lereng Gunung Merapi
Mengenal Burung Paruh Kodok yang Pandai Berkamuflase, Salah Satu Habitatnya ada di Lereng Gunung Merapi

Berbeda dengan kebanyakan burung, Burung Paruh Kodok tidak jago terbang.

Baca Selengkapnya
60 Pantun Jawa Lucu yang Kocak, Cocok untuk Hiburan Sehari-hari
60 Pantun Jawa Lucu yang Kocak, Cocok untuk Hiburan Sehari-hari

Merdeka.com merangkum informasi tentang 60 pantun Jawa lucu yang kocak dan bikin ngakak. Pantun-pantun ini cocok untuk hiburan sehari-hari.

Baca Selengkapnya
229,54 Ha Hutan dan Lahan di Jambi Terbakar, Jenderal Bintang Satu Tuding Ini Penyebabnya
229,54 Ha Hutan dan Lahan di Jambi Terbakar, Jenderal Bintang Satu Tuding Ini Penyebabnya

Sebanyak 229,54 hektare hutan dan lahan di Jambi terbakar dalam delapan bulan terakhir. Kebakaran itu paling banyak dipicu ulah masyarakat.

Baca Selengkapnya
“Terpaksa” Pulang ke Kampung Halaman Demi Mertua, Pria Bantul Ini Teruskan Usaha Ayah Jadi Pembuat Keris
“Terpaksa” Pulang ke Kampung Halaman Demi Mertua, Pria Bantul Ini Teruskan Usaha Ayah Jadi Pembuat Keris

Untuk memudahkan koordniasi, Giyatono membuat paguyuban pembuat keris. Paguyuban itu telah terdaftar sebagai salah satu kluster BRI

Baca Selengkapnya