Ekspansi Pertambangan Diduga Jadi Pemicu Rusaknya Habibat Harimau di Pagar Alam
Merdeka.com - Turunnya kawanan harimau ke perkebunan petani di Kota Pagar Alam Sumatera Selatan (Sumsel) yang berujung tewasnya petani kopi disorot oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel.
Direktur Walhi Sumsel Hairul Sobri menilai konflik Harimau Sumatera dengan masyarakat terjadi karena habitat hewan buas yang semakin sempit. Ini dikarenakan ekspansi industri pertambangan, perkebunan serta eksploitasi panas bumi di kawasan tersebut. Harimau dan hewan buas lainnya terdesak dan keluar dari habitatnya.
"Ribuan lahan konsesi tambang di Kabupaten Lahat itu sejak tahun 2010 sampai sekarang masih masif. Tambang di Bengkulu dan ekspansi PTPN VII juga memicu konflik harimau dengan masyarakat," kata Hairul, Sabtu (7/12).
Terlebih kawasan di Pagar Alam yang digunakan untuk berbagai industri, merupakan bagian dari hamparan Bukit Barisan. Alih fungsi ini berpengaruh besar terhadap kerusakan ekosistem.
Bukan Lahan Milik Masyarakat Adat
Dia bilang, pengelolaan lahan perhutanan sosial masyarakat adat, bukan lah pemicu konflik. Hutan adat yang dikelola masyarakat pun mengusung sistem berkelanjutan.
Masyarakat adat memiliki peraturan yang berpihak ke kearifan lokal, sehingga kebun mereka pun tidak merusak ekosistem hutan lindung. Sedangkan ekspansi yang dilakukan korporasi tambang dan perkebunan malah merusak ekosistem sekitar.
"Masyarakat adat itu punya aturan, kalau menebang satu pohon, mereka kembali menanam beberapa pohon lainnya. Dibandingkan dengan tambang di Lahat itu, berapa ribu pohon besar ditebang dan tidak ada penanaman lagi. Tinggal lubang-lubang tambang saja tersisa," ujarnya.
Bahkan lahan yang dijadikan kebun teh PTPN VII di Pagar Alam, saat ini masih berkonflik dengan masyarakat lokal. Seluas 600 hektare masih bersengketa dengan masyarakat. PTPN diduga merampas lahan adat warga.
Pembiaran dari Pemerintah
Tak hanya itu, korporasi merambah ke hutan lindung. Sayangnya, ekspansi korporasi tersebut dibiarkan oleh pemerintah. Tidak ada peninjauan ulang dan pencabutan izin penggunaan alih fungsi lahan oleh korporasi, di kawasan hutan lindung tersebut. Bahkan cenderung dibiarkan saja.
"Ada impunitas terhadap korporasi. Kebanyakan kebijakan pemerintah mengutamakan industri ekstraktif. Seperti di Kabupaten Lahat, ada daerah yang masyarakat anggap hutan larangan, tapi tidak diakomodir oleh pemerintah. Malah diberi izin untuk korporasi menggunakan lahan itu untuk fungsi lain," ujarnya.
Walhi Sumsel meminta ke pemerintah untuk menghentikan ekspansi korporasi terhadap kawasan hutan tersebut. Jika tidak dihentikan, konflik manusia dengan hewan buas terutama di Kota Pagar Alam akan terus terjadi. Bahkan intensitasnya akan semakin meningkat.
Pemerintah juga harus melakukan pemulihan kawasan hutan, seperti pengembalian fungsi hutan lindung, restorasi, penanaman ulang, dan evaluasi perusahaan perkebunan.
"Tambang itu mau tidak mau harus diperbaiki dan dikembalikan ke fungsi semula. Masyarakat adat bukan bagian dari permasalahan, tapi bagian dari solusi," ucapnya.
"Pengetahuan dan kearifan lokal masyarakat adatlah, yang harus dihormati. Pemicunya ekspansi korporasi, bukan hutan adat sosial masyarakat," sambung Hairul.
Peneliti Forum Harimau Kita Yoan Dinata, mengatakan harimau mempunyai sifat alamiah tidak agresif menyerang manusia, bahkan cenderung pasif. Namun ada beberapa faktor yang menyebabkan harimau lebih agresif, bisa faktor eksternal dan internal.
"Faktor internal kalau harimau sakit atau kena jerat, dia lebih agresif karena sulit mendapatkan mangsa. Sementara faktor eksternal, ada degradasi lahan, perburuan, dan berkurangnya mangsa harimau itu sendiri," jelas dia.
Konflik ini akan sangat berbahaya bagi warga yang tinggal di perbatasan dengan kawasan hutan seperti hutan lindung. Pemerintah harus mensosialisasikan kondisi ini. Manusia lah yang mestinya beradaptasi dengan habitat harimau.
Reporter: Nefri Inge
Sumber : Liputan6.com
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mengenal Burung Paruh Kodok yang Pandai Berkamuflase, Salah Satu Habitatnya ada di Lereng Gunung Merapi
Berbeda dengan kebanyakan burung, Burung Paruh Kodok tidak jago terbang.
Baca SelengkapnyaMengenal Suku Togutil, Kelompok Etnis yang Hidup secara Nomaden di Kawasan Hutan Pulau Halmahera
Semakin ke sini kehidupan mereka semakin terancam. Diduga ada kaitannya dengan usaha ekspansi sumber daya alam.
Baca SelengkapnyaBertambah, Petugas Pemilu di Jatim yang Meninggal Dunia Capai 30 Orang
Penyebab meninggalnya petugas pemilu di Jatim bervariasi.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Diduga Kelelahan, Ini Sederet Kasus Petugas Pemilu 2024 Meninggal usai Bertugas di Wilayah DIY dan Jateng
Banyak petugas yang mengalami kelelahan sehingga beberapa dari mereka meninggal dunia.
Baca SelengkapnyaMembawa Pesan Pemilu Damai di Habitat Harimau Sumatera
Rombongan polisi dan istri mengunjungi permukiman suku Talang Mamak untuk menyosialisasikan pemilu damai.
Baca Selengkapnya9 Burung Terpintar di Dunia, Bahkan Ada yang Doyan Tipu-Tipu
Eksplorasi perilaku sembilan burung terpintar ini membuka pintu untuk lebih memahami kompleksitas kehidupan hewan dan keajaiban alam.
Baca Selengkapnya5 Hewan dengan Kemampuan Mimikri Paling Jago Demi Bertahan Hidup
Temukan bagaimana hewan-hewan ini memanfaatkan mimikri untuk bertahan hidup dan mengatasi persaingan di lingkungan yang penuh tantangan.
Baca SelengkapnyaTanaman Ini Ternyata Bisa Jadikan Hidangan Lebih Harum, Apa Saja?
Bumbu dapur yang berbahan dasar tanaman pun memiliki peran yang tak terbantahkan.
Baca SelengkapnyaPenyebab Perubahan Lingkungan dan Contohnya, Penting Diketahui
Banyaknya aktivitas manusia yang menyimpang, dapat berdampak buruk bagi kelestarian alam.
Baca Selengkapnya