Eks Penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju Divonis 11 Tahun Penjara
Merdeka.com - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Stepanus Robin Pattuju divonis 11 tahun penjara denda Rp 500 jura subsider 6 bulan kurungan. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meyakini Robin bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Hakim menilai Robin terbukti menerima suap berkaitan dengan penanganan perkara korupsi yang ditangani KPK.
"Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara 11 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara ," ujar Hakim Ketua Djuyamto dalam amar putusannya di Pengadilan Tipikor, Rabu (12/1).
Robin juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 2,32 miliar. Uang pengganti harus dibayar dalam jangka waktu satu bulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap. Jika tidak maka harta benda Robin akan disita dan dilelang. Jika tidak mencukupi diganti pidana penjara selama 2 tahun.
Selain Robin, majelis hakim juga menjatuhkan vonis terhadap pengacara Maskur Husain. Maskur divonis 9 tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan karena terlibat dalam perkara ini.
Hal yang memberatkan putusan yakni Robin tak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, dianggap merusak kepercayaan masyarakat terhadap KPK dan Polri. Robin juga dinilai berbelit-belit dan tidak mengakui kesalahannya selama proses persidangan.
Sementara hal meringankan yakni Robin dianggap belum pernah dihukum dan sopan di muka persidangan.
Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa KPK. Jaksa menuntut Robin 12 tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain pidana badan, jaksa KPK juga menuntut agar hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan pidana tambahan. Jaksa menuntut Robin membayar uang pengganti sebesar Rp 2,32 miliar dengan ketentuan dibayar selambat-lambatnya satu bulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap atau inkracht.
Jika dalam jangka waktu satu bulan setelah inkracht tak dibayar, maka harta benda Robin akan disita dan dilelang oleh jaksa. Namun bila harta bendanya tak mencukupi maka akan diganti pidana penjara selama dua tahun.
Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) asal Polri Stepanus Robin Pattuju didakwa menerima uang Rp 11.025.077.000 dan USD 36 ribu atau jika dirupiahkan senilai Rp 513.297.001. Jika ditotal setara dengan Rp 11,5 miliar.
Jaksa menyebut Robin menerima suap sejak Juli 2020 hingga April 2021. Suap berkaitan dengan penanganan kasus di KPK. Robin menerima suap bersama dengan seorang pengacara bernama Maskur Husain.
Berikut rincian uang yang diterima Robin bersama Maskur Husain;
1. Dari Wali Kota Tanjungbalai Muhamad Syahrial sejumlah Rp 1.695.000.000,
2. Dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan politikus Partai Golkar Aliza Gunado sejumlah Rp 3.099.887.000 dan USD 36 ribu,
3. Dari Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp 507.390.000,
4. Dari Usman Effendi sejumlah Rp 525.000.000,
5. Dari mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sejumlah Rp 5.197.800.000.
Reporter: Fachrur RozieSumber: Liputan6.com
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Uang Rp150 juta yang diminta dari korban ternyata digunakan untuk kepentingan pribadi pelaku.
Baca SelengkapnyaJukius Tabuni terlibat dalam peristiwa perampasan senjata api anggota Pospol KP3 Udara Polres Puncak pada 1 Februari 2024
Baca SelengkapnyaKedua tangannya diikat dengan sabuk dan mulutnya disumpal kain.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kapolda memutuskan terhitung mulai 31 Januari 2024, Bripka NA diberhentikan tidak dengan hormat dari Dinas Bintara Polri.
Baca SelengkapnyaAncaman pidana itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu)
Baca SelengkapnyaHakim kemudian menjatuhkan vonis 5 tahun penjara terhadap terdakwa.
Baca SelengkapnyaBanyak asumsi muncul selama menjadi anggota KPPS upah yang diterima yaitu Rp36 juta dengan masa kerja 30 hari yaitu 25 Januari - 25 Februari.
Baca SelengkapnyaMereka meninggal di saat sedang dan usai bertugas pada Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaAksi penganiayaan itu dipicu lantaran para pelaku mengungkit permasalahan korban.
Baca Selengkapnya